Magatsu

896 51 2
                                    

Sebelum membaca yuk jangan jadi silent reader lagi dan tunjukkan dukungan kalian dengan komen dan...

Sebelum membaca yuk jangan jadi silent reader lagi dan tunjukkan dukungan kalian dengan komen dan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saat istirahat. Secara sepihak Arta mengajak Argi pergi. Ke gedung praktek kesenian Smaspede. Sekaligus menghindar dari anak-anak yang mengerubunginya hanya karena kepo. Atau mungkin ada alasan lain. Caper mungkin.

"Waaahh," tatap Argi kagum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Waaahh," tatap Argi kagum. Ke desain interior eklektik gedung praktek kesenian yang belum pernah ia datangi itu.

"Hehehe, bagus, 'kan? Aku lumayan sering ke sini kalau sedang galau," beritahu Arta.

"Dari mana kamu dapat akses masuk sedalam ini? Ini spot khusus anak-anak kesenian, 'kan?" tanya Argi.

"Ah, spot khusus apa. Semua siswa bebas masuk kok asal sedang tidak ada kegiatan backstage saja. Dulu kan aku pernah pacaran dengan cewek teater. Jadi, sudah hapal waktu ramai sepinya tempat ini," jawab Arta.

Argi berhenti melangkah. Menatap sepasang ujung sepatunya. Berkata, "Terima kasih, Ta."

Arta langsung merangkul punggung Argi. "Kita belum sampai. Jangan berhenti dulu."

Mereka pun kembali melangkah. Menuju bagian belakang gedung yang sepi dan juga gelap. Menaiki tangga kayu. Menuju rooftop sekaligus tempat nongki favorit anak-anak kesenian dan bahasa saat gabut.

Arta sangat yakin anak sains introvert seperti Argi pasti belum pernah ke sana.

"Waaahh..." respon Argi (seperti dalam adegan iklan di mana ia habis meminum suatu minuman yang sangat menyegarkan) sampai memejamkan mata.

Gaplok. "Jangan lebay, Gi! Lihat pohon di rooftop saja sudah seperti muncul Bella Hadid di depan matamu."

Argi tertawa kecil. "Ahahaha, maaf. Aku hanya tidak menyangka sekolah kita punya bagian seestetik ini. Bagus sekali ya rooftopnya. Luas juga," komentarnya sembari melangkah mengitari rooftop.

Arta membatin, padahal Argi itu sangat mampu. Reaksinya melihat hal begini saja kenapa sangat berlebihan? Apa dia sengaja ingin menyenangkan aku yang sedang berusaha menghiburnya?

"Kenapa tidak ada orang di sini?" tanya Argi seraya duduk di suatu bangku kayu yang menghadap ke pemandangan nyaris seluruh bagian Smaspede.

Arta ikut duduk di sisinya. "Tempat ini biasa ramai kalau sedang tak ada proyek saat pulang sekolah, sih," beritahunya.

"Kebetulan sekali," jawab Argi tetap memandang lurus. Tanpa terasa air matanya meleleh tanpa isakan.

"Argi," panggil Arta tanpa reaksi berlebihan. Ia tau Argi sedang depresi. Baik ia sendiri sadari atau tidak. Tapi, Arta tak akan membiarkanya sendiri. Baik secara harfiah. Maupun di tengah kerumunan seperti barusan.

"Aku tidak ingin kisah ini menjadi cerita yang sentimentil. Tapi, aku tidak bisa menahannya lagi." Argi menundukkan wajah. Membiarkan air mata jatuh ke punggung tangan di atas paha.

"Apa yang... sebenarnya sudah terjadi?" tanya Arta.

"Sebenarnya aku dan Lastri habis berdebat soal sesuatu sebelum kecelakaan itu terjadi. Aku sangat lengah karena sungai itu terlihat dangkal. Padahal ternyata cukup dalam dan arusnya sangat kuat. Beberapa kali aku melihat tubuh dan kepala Lastri membentur batu besar. Ia hanyut lebih cepat daripada aku."

"Glluupph... Arghhh... tholoo... ng... gllluupph... glluupph..."

"Aku benar-benar merasa tidak berdaya waktu itu. Tanganku yang tidak pernah dibiarkan melakukan apa pun ini... terasa sangat kaku. Aku merasa benar-benar tidak berguna. Bahkan untuk menyelamatkan gadis yang aku suka." Ia tutupi wajah dan acak-acak rambutnya dengan dua telapak tangan. "Mimpi apa aku berpikir bisa lepas dari..."

Lepas dari. "Lastri sudah baik-baik saja, Argi. Dia akan kembali masuk Senin nanti. Semua akan baik-baik saja," usaha Arta menenangkan sobatnya.

"Mungkin luka di luar bisa sembuh. Tapi, bagaimana dengan yang di dalam?" tanya Argi.

"Apa yang kamu pikirkan sekarang?" tanya Arta.

Argi menolehkan wajah menghadap Arta. Dua bibirnya tersenyum seirama. "Aku hanya ingin tau. Apa aku benar-benar pantas untuk semua doa yang selalu aku panjatkan." Didangakkan kepalanya menatap langit luas. "Atau aku hanya beban untuk setiap keputusan Tuhan...?

"Perasaanku benar-benar buruk hari ini. Rasanya sampai ingin memukuli sesuatu. Ha-ha."

Arta melihat bekas luka melingkar di pergelangan tangan Argi ketika lengan kemejanya tertarik. Seperti melambangkan suatu lingkaran setan.

 Ouroboros atau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ouroboros atau...

[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku -.<]

Ada yang tau arti dari kata magatsu?

Pet/BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang