thE ReaSon 🔞

2.2K 64 2
                                    

Sebelum membaca yuk jangan jadi silent reader lagi dan tunjukkan dukungan kalian dengan komen dan...

Sebelum membaca yuk jangan jadi silent reader lagi dan tunjukkan dukungan kalian dengan komen dan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Bagian ini akan berisi adegan semacam "ini" dan "itu". Kalau kamu tidak mengerti maksud dari "ini" dan "itu". Berarti kamu terlalu muda untuk membaca cerita ini. No hate comment. Just leave it if you don't like]

Duuaakk duuaakk duukh buugh braash!!!

"Hooossh... hooossh... hooossh..." nafas Argi turun naik saat menerima berbagai macam pukulan dan tendangan dari kakaknya. Seorang kakak yang berkata bahwa ia mencintainya. Seorang kakak yang berkata bahwa ia melakukan semua itu untuk menjaganya. Selalu melindunginya.

Kedua tangannya terikat ke punggung. Begitu juga dengan kedua kaki. Tanpa sehelai benang pun menutupi tubuh. Darah yang mengalir dari luka-luka di permukaan kulit. Bercampur dengan debu lantai kamar.

Argi tak bisa lagi bersuara. Pandangannya tidak jelas karena darah yang berkumpul di kelopak mata. Sekujur tubuhnya dikuasai oleh rasa sakit. Dan pelaku dari semua itu? Hanya berdiam diri dengan tatapan mata kosong. Menatap pemandangan di luar jendela.

Saat itu aku sedang diikat di tempat tidur. (Disensor karena sedang bulan puasa)

Aku benar-benar hina. Aku sangat rendah. Kalau memang kesempatan untuk pergi itu tidak ada. Aku harap aku bisa gila saja.

Di tengah keadaan yang sangat buruk. Kakakku datang dan membuat segalanya jadi semakin buruk. Bukan lagi hanya perasaan dongkol, benci, dan tidak nyaman yang aku rasakan. Tapi, juga ketakutan yang sangat luar biasa.

Aku tidak tau apa penyebabnya. Aku juga tidak tau apa alasan Kakak selalu melakukan semua itu saat ia datang ke rumahku. Aku hanya bisa diam. Menutup mata. Dan membiarkan ia melakukan apa pun yang ia suka.

Aku...

"Kakak," panggil Argi lirih.

"Apa?" jawab kakaknya balik tanya. Tanpa menoleh padanya.

Ξ Ξ Ξ

Raneysha Café.

"Kamu serius?" tanya Lastri tak percaya. Bagaimana mungkin Pangeran Nityasa yang nyaris menyelesaikan semua masalah dengan tampolan uang itu. Bisa seperti yang baru saja sahabatnya ceritakan.

"Dua rius," jawab Arta serius. "Argi itu sudah beberapa kali aku pergoki masuk sekolah dengan tubuh yang terluka. Kebetulan saja semua seragam sekolah kita lengan panjang. Tapi, saat tanpa sengaja tersingkap. Aku bisa melihat sangat banyak luka dan lebam di tangannya."

"Apa setiap hari seperti itu? Atau hari-hari yang lebih khusus?" tanya Lastri.

"Biasanya di awal minggu," jawab Arta mengangkat satu tangan.

Seperti saat ini, ya, batin Lastri. "Arta," panggilnya.

Arta mengernyitkan dahi. "Apa, sih?" tanyanya.

"Apa setiap akhir minggu Argi akan open BO?" tanya Lastri.

Arta mendenguskan nafasnya kesal, HUUUSSH. "Lastri, aku mengajakmu bicara seperti ini karena berharap bisa mendapatkan diskusi yang serius. Kalau kau juga gesrek seperti it..."

"Tidak, tidak. Aku tidak bercanda. Aku hanya memikirkan kemungkinan Argi memiliki semacam 'fetish'. Dan ia melampiaskannya setiap akhir minggu. Itu mungkin saja, 'kan?" tanya Lastri.

"Kalau dipikir secara logis oleh sudut pandang orang yang tidak mengenalnya. Bisa jadi itu memang masuk akal. Tapi, Argi yang aku kenal selama ini tidak akan melakukan hal seliar yang kamu katakan. Dia adalah anak yang pemalu, pendiam, selalu berusaha mengikuti aliran, dan juga jujur," sanggah Arta.

"Ah, benar juga. Dia mau open BO ke mana dan sama siapa juga. Kalau ke mana pun saja selalu diikuti bodyguard seperti itu," ucap Lastri.

"Kecuali kakaknya yang membuka open BO Argi," ucap Arta.

"Ha ha..."

"Ha ha ha..."

"Ha ha ha ha..."

"Ha ha ha ha ha...!!!"

Arta dan Lastri: walau sangat masuk akal, tapi hal seperti itu tidak mungkin, 'kan?!

"Arta, apa kamu tau soal gosip yang beredar tentang keluarga Nityasa?" tanya Lastri, "Bagaimana respon Argi soal itu?"

"Aku ingat pernah menanyakan itu padanya. Dia jawab seperti ini..."

"Biarkan saja mereka mengatakan apa. Yang jelas... biasanya kenyataan selalu sangat jauh berbeda. Dari apa yang manusia pikirkan."

"...begitu."

"Secara tidak langsung berarti ia menyanggah," simpul Lastri.

"..."

"..."

"Apa kamu memikirkan apa yang aku pikirkan?" tanya Arta.

"Maybe yes. Tapi, itu tidak mungkin, 'kan? Keluarga Nityasa gitu, lho," respon Lastri.

"Ha-ha, benar juga. Mau gimana lagi," respon Arta.

"Apa kamu tetap mau melanjutkan hal ini? Kalau pikiran kita benar. Yang akan kita lawan bukan sekedar preman pasar atau anak sekolahan, lho," tanya Lastri.

Arta memainkan sedotan di milkshake strawberinya. "Tentu saja. Karena Argi adalah sahabat yang berharga."

[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku -.<]

Berhasilkah Lastri dan Arta menyelamatkan Argi? Tapi, apakah benar Argi butuh diselamatkan? Apa maksud kode 10 yang ia kirimkan pada sahabatnya? Bagaimana masa depan akan terjadi selanjutnya? Apakah masih tak terduga seperti hari esok?

Entahlah. Ikuti terus ceritanya!

NB: Jangan lupa intip novel Noir yang lain juga, yaa. Terutama yang berjudul "MEDICALOVE: Clamping Horizon" karena itu baru terbit dan membutuhkan banyak dukungan dari kalian para pembacaku tersuuyuung...

Sebuah kisah tentang dream, love, medical, and angst. Which one?

Pet/BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang