Sebelum membaca yuk jangan jadi silent reader lagi dan tunjukkan dukungan kalian dengan komen dan...
Hari Sabtu. Arta dan Lastri tengah berdiri di hadapan sebuah gang yang menuju suatu pemukiman. Deretan rumah di dalam gang itu tampak saling berdempet antara satu sama lain. Dengan luas halaman yang terbatas, tapi tetap estetik. Tipe pemukiman yang cocok untuk dijadikan latar dari suatu film bertema perkotaan.
"Apa kamu yakin soal ini?" tanya Arta meragu.
"Tidak, sih. Tapi, sesuai yang kita dengar saja, Ta," sahut Lastri (un) optimis (tic).
Melangkahlah mereka. Berjalan perlahan-lahan. Melongok ke halaman setiap rumah memeriksa jenis mobilnya. Dan juga kepantasan properti itu menjadi tempat tinggal seorang "Pangeran Nityasa".
"Rumah yang ini kelihatannya bagus, tapi tidak ada mobilnya," ucap Arta gelisah, "Kalau yang itu rumahnya jelek dan ada mobilnya, tapi bukan mobil Argi yang kita tahu."
"Hmm..."
"Hmm..."
"Hmm..."
"Yah, kita cari lagi, lah. Gang ini masih panjang," ajak Arta semangat.
"I-Iya," sahut Lastri. Walau tampak biasa saja. Sebenarnya ia sedang gelisah memikirkan sesuatu. Sesuatu yang baru saja terjadi kemarin.
Haruskah ia beritahukan pada Arta?
Ξ Ξ Ξ
Hari Jumat. Sepulang sekolah Lastri harus menghadiri rapat dengan OSIS membahas agenda suatu acara. Membuatnya tinggal di sekolah lebih lama.
"Oke, rapat hari ini selesai. Terima kasih banyak atas partisipasi dari anggota sekalian. Saya Deden selaku ketua OSIS resmi mengakhiri pertemuan kita sore ini," ucap Ketos seraya sedikit membungkukkan tubuh.
Para anggota OSIS pun berhambur keluar dari ruangan OSIS. Lastri yang tampak lelah langsung dihampiri oleh Galuh.
"Mau aku antar pulang?" tawarnya.
"He-he, tidak usah, Galuh. Aku baik-baik saja, kok," respon Lastri turut beranjak keluar ruangan.
Tidak semua anggota OSIS yang baru selesai rapat menuju pintu gerbang. Ada yang menuju ruangan kegiatan klub mereka. Ada yang menuju labolatorium sains untuk melanjutkan penelitian sampai larut malam. Ada yang pergi ke perpustakaan. Ada yang pergi ke labolatorium bahasa untuk mempelajari bahasa baru. Ada yang pergi ke green house. Ada juga yang ke masjid untuk menunaikan sholat wajib yang sempat tertunda.
Setiap siswa memiliki agenda akhir minggunya masing-masing.
Anak ini mau apa, sih, batin Lastri melihat Galuh yang malah membuntutinya. "Ehmm, Galuh, setelah ini kamu ada acara apa?" tanyanya.
"Tidak ada acara apa pun, kok. Aku hanya khawatir karena daerah mata kamu terlihat pucat. Apa kamu baik-baik saja?" tanya Galuh ramah.
"Baik-baik saja ko..."
Wuuush.
Barusan! Lastri langsung membalik badannya. Ke arah seorang pria berstelan yang baru saja melewati mereka. "Galuh," panggilnya.
"Apa?" respon Galuh.
"Kamu tau tidak siapa pria yang baru saja lewat membawa aroma parfum Annick Goutal Eau d'Hadrien itu?" tanya Lastri cepat.
"A-Annick apa? Siapa?" respon Galuh syok tiba-tiba ditanyai seperti itu. Langsung ikut diputar tubuhnya melihat pria yang baru saja melewati mereka. "Itu kan..."
Lastri langsung memacu langkahnya. Untuk menyusul pria dengan wangi campuran lemon Sisilia, anggur, dan cemara itu. Wangi yang mengingatkan pada kesan mafia di film The Godfather.
GREP. Ia tahan pintu lift yang siap menutup. Pria itu sama sekali tidak mengindahkan (merespon saja tidak) kedatangannya. Ia pun masuk dan berdiri di dekat tombol.
"Mau ke lantai berapa, Pak?" tanya Lastri ramah.
"Lantai satu," jawab pria itu datar.
Klik. Pintu lift tertutup. "Cukup jarang saya lihat ada orang tua siswa yang datang di waktu seperti ini," ucap Lastri berusaha membuka obrolan.
Pria itu diam saja.
"Sebenarnya saya anggota OSIS. Bapak ini orang tua dari murid siapa, ya?" tanya Lastri sok akrab. Sekedar memastikan.
"Kamu Nur Jahan Alastriona Mughal Clara Wijaya, bukan?" tanya pria itu tiba-tiba.
"E-Eh, benar. Ada apa ya, Pak?" tanya Lastri terkejut identitasnya bisa diketahui oleh orang "seperti dia".
"Sebaiknya simpan semua pertanyaan yang ingin kamu utarakan pada saya sekarang," pinta pria itu.
"Apa alasannya?"tanya Lastri.
"Karena saya ingin..."
Ξ Ξ Ξ
Dan coba tebak siapa pria yang aku temui kemarin? Ya, benar sekali. Pria itu adalah Nityasa Boy Senior alias kakak laki-laki Argi. Aku tidak bisa mengatakan apa yang dia katakan di akhir pertemuan kami. Yang jelas ini terasa cukup mendebarkan.
"Parah. Tidak ada rumah yang memenuhi kriteria," keluh Arta.
"Iya juga, ya. Ada beberapa rumah bagus dengan mobil, tapi mobilnya 'murahan' semua," timpal Lastri.
"Bagaimana dengan yang itu?" tanya Arta seraya menunjuk ke sebuah rumah bertingkat tiga. Tidak tampak ada mobil di garasinya. Tapi, semua jadi mungkin karena rumah itu cukup bagus.
Mereka berdua pun menghampiri rumah bergaya minimalis urban itu.
"Aku tekan, ya," ucap Arta memencet tombol interkom. Sementara Lastri mencari keberadaan kamera CCTV.
"Siapa, ya?" tanya suara seorang pria.
[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku -.<]
Berhasilkah Lastri dan Arta menemukan kediaman Argi? Yang terpenting... berhasilkah mereka menemukan apa yang mereka inginkan?
Ikuti terus ceritanya! 😉
KAMU SEDANG MEMBACA
Pet/Brother
General FictionDON'T COPY MY STORY! DILARANG PLAGIAT! [BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Sudah bertahun-tahun lamanya Argi hidup sebagai adik sekaligus "peliharaan" kakak laki-lakinya. Dan semua berjalan "baik-baik" saja. Namun, semua berakhir ketika ia terhubu...