SOTA 2

407 28 6
                                    

(Sebelumnya maaf karena Noir lama update 😭 Silahkan menikmati 💜)

Sebelum membaca yuk jangan jadi silent reader lagi dan tunjukkan dukungan kalian dengan komen dan...

Orang bilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Orang bilang... cara terbaik untuk mengikat seseorang adalah dengan cinta.

...

Tidak seperti biasa yang UKS akan "dipenuhi" oleh siswa siswi lemah gemulai yang tidak kuat berdiri mengapresiasi perjuangan para pahlawan pejuang kemerdekaan demi menegakkan Sang Saka Merah Putih. Bercanda. Di sana hanya ada seorang siswi yang sedang "tidak sadarkan diri" selain Lastri dan Argi. Selain itu tentu saja seorang dokter UKS. Dan seorang anggota PMR yang stay sebagai asisten.

Lastri dan Argi duduk di sofa UKS bersisian. Argi masuk dengan alasan sedang tidak enak badan. "Beruntung" wajahnya memang sedang pucat. Sementara Lastri sudah langganan UKS. Jadi, dia tidak membutuhkan alasan apa pun untuk "bersantai" di sana.

"Kak, apa mau aku buatkan teh lagi?" tawar anak PMR yang masih kelas sepuluh.

"Tidak, terima kasih," sahut Argi tersenyum ramah.

BADUMP~! "O-Oh, kalau Kakak?" tanyanya ke Lastri.

"Sudah cukup," jawab Lastri. Entah kenapa sedikit senewen. Melihat adik kelas seperti tersepona pada siswa di sampingnya.

"Tiara, kamu bisa ambilkan obat dengan dosis tidak?" tanya Dokter UKS sembari membuat laporan di Macbook-nya.

Gadis itu langsung bertampang pucat ngalah-ngalahi Argi. Glekh. "Maaf, Bu. Saya belum diajarkan soal menakar dosis obat. Dan lagi saya ini anak olahraga."

Dokter UKS mendirikan tubuh. Melihat Argi dan Lastri. "Argi, Lastri, saya tinggal sebentar, ya. Saya mau mengambil obat. Kalau butuh sesuatu anggota PMR yang lain akan membantu kalian."

"Baik, Bu," sahut Argi dan Lastri.

Tertinggallah mereka "berdua" di sana.

"Lastri," panggil Argi. Tatapannya lurus ke arah lutut. Ia tak berani melirik gadis di sampingnya.

"Apa?" sahut Lastri. Mendangakkan kepala berusaha mereda kecamuk di dada.

"Aku ingin berterima kasih sekaligus meminta maaf," ucap Argi.

"Oh, untuk apa?" tanya Lastri. Berlagak tak peduli.

"Aku sudah mengatakan hal yang mungkin membuatmu tidak nyaman kala itu. Aku sampai auto kena karma karena sudah mengatakannya. Aku minta maaf karenanya kamu jadi ikut terkena musibah," jawab Argi.

"Seandainya benar bagaimana?" tanya Lastri lagi.

"Aku... sudah tidak peduli. Lagipula apa yang aku khawatirkan sama sekali tidak beralasan," jawab Argi.

"Yah, terserah kamu, " sahut Lastri. Ia tak mau memperpanjang percakapan. Yang bisa membuat mereka terjebak dalam zona perasaan tak diinginkan.

Orang bilang... cara terbaik mengikat seseorang adalah dengan cinta.

"Kakakku bilang kamu menemuinya agar membiarkan aku kembali ke sekolah," ucap Argi.

Lastri langsung menoleh. Hah?

"Aku sangat berterima kasih untuk itu. Tentu saja kepada Arta juga. Tapi, tindakan kamu membuat itu menjadi suatu hal yang berharga," lanjutnya.

"A-Ah, iya, iya, benar. Ha-kha-gha-ha-kha-kha," tawa Lastri dengan suara serak-serak rusak.

"Aku benar-benar merasa bodoh karena sudah mencurigai kamu sebagai anggota Rumah Wijaya. Kalau iya pun kamu pasti tidak tau soal apa yang terjadi pada tragedi itu," ucap Argi tidak enak.

"Tragedi... apa?" tanya Lastri. Berusaha memastikan.

"Ahahaha, sudah, tidak penting. Apa kamu sudah benar-benar baik-baik saja?" tanya Argi. Berusaha mengalihkan topik. "Aku dengar dari Luthfi katanya kamu hanyut cukup jauh dari belakang panti asuhan."

Aahh, dia sedang mengalihkan topik. "Sudah baik-baik saja, kok. Lagipula sepertinya aku ini punya sembilan nyawa. He he he," sahut Lastri yang sudah beberapa kali mengalami kejadian yang membuatnya nyaris mati.

Argi mengarahkan satu tangan ke wajah Lastri yang ditutupi masker. "Maaf, tapi apa yang kamu tutupi di balik benda itu?" tanyanya.

"Sesuatu yang tidak ingin aku tunjukkan pada semua orang," jawab Lastri.

"Termasuk aku?" tanya Argi pelan.

"..."

"..."

Wajah mereka semakin mendekat. Keduanya sampai bisa merasakan hangat nafas masing-masing. Gelora jiwa muda yang membara dalam dada. Cinta. Fana. Logika. Fakta. Dilema.

"HEH, NGAPAIN KALIAN??!!!" tanya Dokter UKS yang tiba-tiba kembali. Tiara yang mengekori dari belakang sampai menutup mulut menahan tawa.

"Maskernya Lastri nyangkut, Bu," eles Argi.

Diam-diam Lastri melirik wajah Argi yang ada di sisinya. Wajah seorang pemuda yang baik. Terkadang polos. Terkadang pendiam. Terkadang jahil seperti anak laki-laki pada umumnya. Dan yang terpenting selalu berusaha menyembunyikan rasa sakit yang ia miliki.

Seseorang yang kuat, namun rapuh di saat yang sama. Dan tampak membutuhkan perlindungan.

Orang bilang... cara terbaik mengikat seseorang adalah dengan cinta.

"F*ck you, Nityasa Boy Senior..."

"Serius, Bu! Tadi maskernya Lastri nyangkut!" usaha Argi memberi penjelasan di dekat meja Dokter UKS. "Ibu tau kan saya bukan cowok bajingan yang akan seenaknya nyosor-nyosor anak orang.

"Iya kan, Lastri?!"

"Yeeaah..." Gadis itu memalingkan wajah. Demi ambisinya. Ia tak boleh sampai "terjebak" dalam perasaan yang salah.

This is... story of they are.

[TERIMA KASIH BANYAK untuk kalian yang sudah memutuskan untuk mengikutiku, menambah cerita ini ke perpustakaan/daftar bacaan kalian, membaca, berkomentar, atau memberi vote di bab mana saja. Aku sangat menghargai itu dan aku harap kalian terhibur dengan cerita buatanku -.<]

Ikuti terus ceritanya, ya!

Pet/BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang