4.

490 58 8
                                    

Tangan mungil nya mulai bergetar, tangis nya tak berhenti sejak tadi. Handphone nya berulang kali bergetar karena mendapat pesan dari saudara laki-laki nya.

"Ayo din! Berhenti dong!" Kata nya pada diri sendiri sambil mencengkram jemarinya yang sedang bergetar.

Penyakit mental nya kambuh.

Cting!
Cting!
Cting!
Cting!

Adin tetap saja tak berani menyalakan handphone nya. Suasana hati nya sangat tidak stabil dan memasuki episode depresif.

Episode depresif yang membuat penderitanya sedang merasakan perasaan yang sangat terpuruk dan tidak bisa mengontrol dirinya.

Sudah hampir sejak kepergian ayah nya, Adin mengalami gangguan mental bipolar. Dimana ia tidak bisa mengontrol suasana hati nya dan hanya Jedden yang mengetahui ini.

Jedden meletakkan stick PS dengan kencang, dan berpamitan kepada Charis yang saat itu baru datang ke rumah nya untuk mencoba PS baru miliknya.

"Anjim! HEH Suep! Ada akhlak lu ngagetin tuan muda kek gitu? Gue beli juga nih PS lu sekalian sama sertifikat rumah lu" Oceh Charis yang terkejut melihat Jedden melempar stick.

"Gue keluar dulu bentar, Adin dari tadi belum balik" Ujar nya.

"Gue nitip nasi goreng spesial di depan, ntar gue transfer 10 juta ke lu" Teriak Charis pada Jedden yang sudah membuka pintu rumah bersiap mencari Adin yang tak kunjung pulang.

Berjalan dengan wajah cemas, tak ada henti nya dia memandangi layar handphone nya untuk memencet tombol telepon di nomor Adin.

Melihat satpam yang sedang sibuk membuka kan gerbang portal untuk penghuni yang datang tengah malam, Jedden berlari ke arah nya.

"Pak! Lihat teteh saya nggak?" Tanya Jedden dengan sangat cemas.

"Teteh kamu? Oh! Adin? Tadi sih liat dia jalan ke arah supermarket terus balik nya kurang tau saya. Abis bertengkar sama ibu kamu lagi? Wajah nya murung banget" Jelas Pak Satpam yang sangat mengenal Adin.

"Enggak pak, biasa dia kan cewe lagi dateng bulan" Jawab Jedden menyembunyikan cerita yang sebenarnya.

Tak lupa mengucapkan terima kasih dan kembali lagi mencari saudara perempuan nya. Memutari semua blok yang ada di komplek nya, hingga pikiran nya tersirat ke arah taman.

Memantapkan langkahnya dan sudah meyakinkan tebakan nya jika Adin pasti ada disana. Berlari sekencang mungkin untuk segera menghampiri saudara satu satunya nya.

Menatap layar handphone lagi dan waktu sudah menunjukkan pukul 23.45.

Langkahnya terhenti tepat di depan taman, menatap saudara nya yang sedang memukuli dada nya berulang kali sambil menangis terisak-isak.

"Kenapa harus kambuh sih" Gumam nya lalu menghampiri Adin yang duduk di ayunan.

Adin mendongakkan kepala setelah melihat kaki jenjang milik Jedden yang beralas kaki sandal jepit.

Dengan segera, Jedden memeluknya dengan erat. Tangisnya terdengar semakin pecah. Sebelum Jedden bertanya pun Adin menyodorkan handphone nya yang sudah terbuka pesan dari Bunda nya.

SENIOR ; HAECHAN LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang