46.

216 31 6
                                    

Malam itu tak terasa seperti malam-malam sebelumnya, Hunna kembali merasakan kehangatan dan ketentraman keluarga. Ia tak kunjung usai menatap wajah saudara laki-lakinya yang sedang bercanda gurau dengan sang ibunda. Kedua nya terlihat seperti membahas sesuatu hal yang sangat menghibur hingga gadis berusia 17 tahun menitikkan air mata bahagia.

"Ade? Kok nangis sih? Abang sama mama ketawa-ketiwi kamu nya nangis" Ujar Veny melihat anak gadis nya.

"Ah apaan si ma, ini film nya terlalu mellow. Ganti genre romantis atau komedi gitu kek" Balas Hunna yang menutupi air matanya.

Husein tertawa kecil, "Kan elu yang milihin film nya".

Selang beberapa jam ketiga orang yang berada di ruang tengah ini telah mengakhiri kegiatan menonton film bersama dan hendak pergi ke kamar masing-masing. Husein yang menaiki anak tangga bersama adik perempuannya tiba-tiba terhenti saat mengetahui bahwa sang Mama tidak ikut naik juga,

"Loh, mama nggak istirahat?" Tanya Husein pada Mama nya.

"Nanti nak, mama mau ke dapur dulu" Jawab Veny sambil mengdongak ke atas ke arah tangga.

Suara hentakan kaki dua orang yang sedang menuju ke lantai atas menggema di seluruh isi rumah yang terbilang mewah ini. Veny sekali lagi mengintip ke arah tangga, memastikan apakah kedua anaknya sudah memasuki kamar masing-masing. Marni yang masih belum tertidur dan sedang mengupas bawang di dapur melihat nyonya nya berjalan menuju dapur menatap dengan kebingungan.

"Kamu ngapain belum tidur, Marni?" Tanya Veny pada ART nya.

Marni menyiratkan senyuman ramah, "Saya belum bisa tidur nyonya, jadi nyari kegiatan saja ngupasin bawang, Lah nyonya sendiri kok tumben masih dibawah?" Jawab Marni dengan logat betawi nya.

"Saya nunggu bapak" Jawab Veny dengan cepat.

Marni seketika meletakkan pisau nya, dan menghadap ke arah Veny dengan tatapan serius.

"Bapak bakalan marah nggak ya nyonya liat aden Husein balik lagi?" Tanya Marni.

Tak lama dari Marni menanyakan hal itu, pintu rumah terbuka dengan kasar. Suara hentakan sepatu terdengar sampai dapur, Marni langsung berdiri dengan sigap, Veny segera menghampiri asal suara sepatu itu. Suaminya atau Papa Husein dan Hunna telah datang dengan pakaian yang sudah tidak rapi lagi.

Mimik wajah nya terlihat sangat marah bahkan sudah berani memelototi istrinya, wajahnya memerah menahan amarah dan nafas nya terburu karena pengaruh alkohol. Veny langsung mengusap dada suaminya,

"Kenapa anak itu dateng lagi?!" Tanya Haydar dengan penuh penekanan.

Namanya Haydar Syalendra yang sudah menginjak 48 tahun berprofesi sebagai Dokter Spesialis yang hampir menjadi profesor, bertugas di Rumah Sakit Valven. Sifat pemarahnya saat ini menjadi ikonik setelah tahu anak laki-laki nya memiliki prinsip yang beda dengan dirinya. Arogan sudah menjadi wataknya, minum-minuman alkohol sudah menjadi hobinya bahkan ia sudah tak memiliki rasa tega kepada istri dan anak perempuannya yang terkadang dijadikannya pelampiasan amarah.

Lelaki paruh baya ini sudah menaruh rasa benci pada anak sulung laki-lakinya karena memiliki cita-cita ingin menjadi pemain sepak bola handal. Ia merasa bahwa dirinya sia-sia memberikan banyak pendidikan ilmu kedokteran lewat kursus khusus kepada anak sulungnya yang pada akhirnya tak ingin mengikuti jalannya menjadi seorang dokter.

"HUSEIN!!!" Teriak Haydar dari bawah.

"Pa, udah pa. Husein cuma sehari disini." Jelas Veny yang mencoba menenangkan suaminya.

Di tariknya kerah baju Veny, "Meskipun satu hari bahkan satu menit sekalipun aku gak sudi nerima dia lagi dirumah ini!" Bentak Haydar lalu menghempaskan istrinya ke lantai.

Marni yang melihat nyonya nya terjatuh ke lantai pun segera membantunya, Hunna dari kamar mendengar teriakan Papa nya dari bawah langsung menuruni anak tangga dengan cepat dan langsung meraih tangan Papa nya.

"Pa, Hunna mohon biar sekali ini aja abang pulang." Ujar Hunna.

Tubuh mungil Hunna dihempaskan ke lantai, lalu dijambaknya rambut Hunna,

"Panggil dia turun, atau Papa yang panggil?" Kata Haydar pada anak gadisnya yang sudah menangis terisak-isak.

Husein yang mendengar kegaduhan pun segera meletakkan ponselnya dan keluar kamar dengan tergesa-gesa, melihat adik dan mama nya yang sudah menangis terisak-isak dilantai. Haydar tersenyum iblis ke arah putra sulungnya,

"Sudah berani kamu balik ke rumah ini? Sudah seberapa mimpimu yang kamu gapai? Nihil bukan?" Oceh Haydar yang sedikit terbawa pengaruh alkohol.

Husein tak menghiraukannya, ia pergi membantu adik dan Mama nya yang tersungkur di lantai.

"Saya sudah menduga bahwa kamu gak akan betah hidup diluar sendirian seperti orang miskin, sudahlah tinggalkan saja mimpi mu menjadi pemain sepak bola itu!" Ujar Haydar.

Husein menaikkan ujung bibir kiri nya, "Siapa bilang aku tidak betah hidup mandiri? Siapa bilang hidupku diluar seperti orang miskin? Dibandingkan tinggal dirumah ini, aku lebih merasa kaya raya tinggal diluar sendiri" Bantah Husein dengan tegas.

Satu pukulan keras mendarat dengan mulus di pipi Husein, "Apa kata mu?! Lebih merasa kaya tinggal sendiri? Saya memberikan banyak harta saya untuk kamu dan adikmu masih kurang?! Dasar anak gak tahu diuntung!" Teriak Haydar.

"Aku yang gak tahu diuntung atau Papa yang gak tahu di untung?!" Ujar Husein dengan tatapan dalam.

Pukulan satu kali lagi mendarat dengan mulus di wajah Husein, Husein yang tak kuat menahan pusing langsung terjatuh dalam posisi berlutut. Melihat tangan Haydar yang sebentar lagi segera melesatkan pukulan lagi padanya pun ia hanya pasrah, namun pukulan tersebut mengenai wajah Veny yang langsung pingsan saat itu juga.

Keadaan rumah menjadi semakin kacau, Marni meneriakkan Mbok Dhe dan tangisan Hunna semakin menjadi-jadi. Husein yang melihat keadaan keluarganya semakin kacau karena Papa nya pun semakin tak bisa menahan amarah nya. Husein berdiri dengan tenaga kuat, menatap mata Haydar dengan tajam.

"Gue bahkan gak bisa tinggal diam ngelihat seorang bajingan yang sudah berani nyentuh orang yang bertaruh nyawa untuk ngelahirin gue! Dokter macam apa yang memiliki moral rendahan kayak lo? Pemabuk, Penjudi, Perebut Istri Orang, Bahkan disebut Papa saja sudah tak layak!" Teriak Husein sambil menarik kerah baju Papa nya.

Haydar mulai ketakutan saat mendapatkan perlakuan tersebut dari putra sulung nya, bibirnya bergetar, kaki dan tangannya mulai berkeringat dingin, "Veny, aku nggak pernah selingkuh atau apapun. Aku berani sumpah demi apapun!" Sahut Haydar dengan bergetar.

Husein yang sudah melihat Mama nya menahan tangis saat mendengar hal itu dari mulut Husein langsung menarik paksa Papa nya keluar rumah, meneriaki supir Haydar dengan suara lantang.

"Bawa dia pergi dari rumah sampe dia berani minta maaf langsung ke nyokap" Pesan Husein pada sopir yang umurnya terlihat tak jauh darinya.

Tubuh Haydar yang sempoyongan akibat dari pengaruh alkohol itu di bopong oleh sopir nya memasuki mobil untuk dibawa pergi semalam dari rumah sesuai perintah Husein yang terlihat sangat amat kesal pada Papa nya.

Setelah itu, Husein kembali memasuki rumah membantu adik dan mama nya yang sudah dalam posisi tak karuan. Meminta bantuan Mbok Dhe dan Mbak Marni untuk menjaga keduanya. Husein langsung berpamitan pergi dari rumah 45 menit setelah pertengkaran tadi.

.

.

.

.

.

.

HAII!! GIMANA KABAR KALIAN?

SORRY BANGET LAMA GAK UPDATE :(

KALI INI AKU BAWAIN PART BARU NIH, GIMANA CERITANYA?

HAVE A NICE DAY YA!

SENIOR ; HAECHAN LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang