51.

69 13 2
                                    

Malam hari telah tiba, bulan sudah menampakkan dirinya sejak satu jam yang lalu. Cahaya di langit pun sudah memudar sejak matahari menenggelamkan dirinya.

Husein menenteng jaket kulit berwarna hitam nya di tangan kiri, memasuki rumah dengan wajah yang babak belur. Mbak Marni dari arah ruang tengah terkejut melihat majikannya yang hendak menaiki anak tangga dengan wajah suram, perempuan berusia tiga puluh tahun itu langsung mencegat Husein,

"Loh Loh Loh Mas Husein ndak papa ta? perlu mbak bawain obat merah atau engga?" Kata Mbak Marni yang khawatir dengan kondisi majikannya.

Husein hanya tersenyu tipis sambil melambaikan tangannya tanda menolak,

"Oh iya mas, tadi pacar nya mas Husein baru 10 menit yang lalu balik duluan katanya udah kemaleman, terus tadi non Hunna juga ketiduran" Lanjut Mbak Marni.

Mendengar itu, Husein mengurungkan niatnya untuk menaiki anak tangga yang tadinya berniat mengecek keadaan Adin dan Hunna. Ia menoleh ke arah jam dinding besar yang ada di dekat tangga, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam.

Husein menghela nafas dan berputar balik ke arah pintu rumah berniat menyusul Adin yang sepertinya masih berada didekat daerah ini. Ia mengeluarkan motor dengan terburu-buru berharap kekasihnya masih berada di halte bus depan perumahan.

Tak henti-hentinya ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari kekasihnya yang berjalan mencari angkutan umum.

Diseberang jalan mata nya mengarah ke arah halte bus, dan benar saja Adin sedang terduduk sambil memainkan handphone nya dengan earphone yang terpasang di kedua telinga nya. Bahkan suara knalpot Husein yang kencang pun tak membuatnya menoleh sedikitpun.

Kini Husein berhenti tepat di depan halte, Adin melihat ke arahnya dan mengetahui jika itu kekasihnya. Husein melepas pelindung kepala yang menutupi seluruh wajahnya, betapa terkejutnya Adin melihat wajah kekasihnya yang sudah lebam tak karuan.

Mata nya mendelik menandakan bahwa rasa kagetnya tak main-main, ia langsung melepaskan kedua earphone yang menempel pada telinga nya dan menghampiri Husein yang masih terduduk di atas motor usai membuka helm.

"Ya ampun, kamu abis ngapain?!" Tanya Adin sambil mencoba menyentuh luka yang ada di sudut bibir.

Husein tersenyum kecil, "Kak seriusan ini kenapa?!?!" Tanya Adin sekali lagi dengan nada nya yang mulai meninggi.

Husein mengambil tangan kekasihnya,

"Gapapa, tadi berantem dikit doang. Kamu kenapa gak nunggu aku aja?" Kata Husein dengan kalem.

"Ya aku kira kamu masih ada hal penting yang diomongin sama Kak Jedran, Hunna juga butuh istirahat. Aku udah coba ngabarin kamu lewat chat sama call juga ngga diangkat, kenapa sih hp tuh gak pernah aktif? Liat tuh sekalinya gak bisa dihubungin baliknya langsung jadi kek gini!" Omel Adin didepan Husein.

Husein hanya tertawa kecil melihat tingkah kekasihnya yang sedang mengomelinya habis-habis an. Perasaan hatinya kembali menjadi lega usai mendengarkan ocehan Adin yang memenuhi telinga nya.

Sembari mendengarkan Adin yang masih terus mengoceh, Husein memasangkan helm ke kepala Adin. Senyumnya terus menyambung tak putus-putus mewarnai ocehan Adin yang sama tak ada putusnya.

Adin terdiam tanda ocehannya sudah selesai,

"Udah? Iya sayang maaf ya, setelah ini gak lagi deh. Sebagai gantinya, Kamu mau apa? es krim? mie ayam?" Jawab Husein dengan pelan.

Adin menarik kembali lengan Husein, "Aku mau kamu cerita soal Kak Marteen, bisa?" Ucap Adin yang membuat Husein tertegun.

Husein hening sejenak mendengar permintaan Adin. Ia tak menyangka jika kekasihnya masih menagih perihal konflik nya dengan Marteen. Kali ini ia benar-benar kebingungan bagaimana cara menolak permintaan kekasihnya yang sudah mengkhawatirkan dirinya.

SENIOR ; HAECHAN LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang