31.

294 45 4
                                    

Sahira berdiri dari sofa, membanting buku majalah nya ke atas meja hingga membuat Adin terkejut. Adin tak mempunyai nyali untuk mengangkat kepala nya setelah melihat respon Bunda nya yang sedang marah besar karena menunggu terlalu lama.

Dorong-dorong nya bahu kiri Adin menggunakan jari telunjuk nya. Sahira terlihat seperti sedang frustasi meneriaki anak gadis nya berulang kali,

"Gue telat berangkat kerja cuma buat nungguin lo pacaran dari pasar?!? Kalo gue gak kerja mau makan apaan lo!" Teriak Sahira dengan kencang hingga Husein mendengar.

"Bunda berangkat aja, nanti Adin anter ke-" Kata Adin yang terpotong.

Sahira memelototinya, "Gak perlu! Udah enek gue liat kelakuan lo! Emang lo tuh gak menguntungkan banget, sadar diri! Jangan malah bertingkah sama laki-laki!" Ujar Sahira yang melontarkan segala makian.

Adin semakin menundukkan kepala nya, nyali nya semakin menciut mendengar teriakan Sahira yang sangat dekat dengan telinga nya.

Husein pun berdiri di depan pintu sambil mencoba mengintip dari luar setelah mendengar teriakan Bunda Adin.

'Cepyar!!'

Tiba-tiba terdengar bunyi pecahan yang sangat keras, lalu teriakan Sahira,

"Gara-gara lo, gue kehilangan suami! Gara-gara lo, karir gue hancur! Dan gara-gara lo juga sekarang gue jadi pengangguran! Kenapa lo harus gini sih, Din?!" Teriak Sahira sambil menangis frustasi.

Adin terpojok menangis dalam diam dan terisak-isak. Hatinya merasakan perih yang sangat dalam saat melihat Bunda nya melemparkan bingkai foto keluarga. Adin berlari ke arah pecahan bingkai tersebut.

Tangan nya bergetar saat meraih foto keluarga yang anggotanya masih sempurna dengan senyum bahagia yang tersirat. Sahira tetap meneriaki nya sambil menangis frustasi merasakan hidupnya yang terasa sulit tanpa seorang suami dan karir.

Mata Husein tertuju pada kaca pintu rumah dan melihat Adin yang sedang terduduk di lantai sambil meraih sebuah foto di bingkai pecah, melihat mimik wajah Sahira yang sedang melontarkan kata-kata buruk pada anak gadis nya.

Adin berdiri dengan sekuat tenaga nya berusaha melawan rasa takutnya menatap Bunda nya, seketika Sahira menampar pipi Adin dengan sangat keras,

"Udah berani lo natap gue?!" Teriak Sahira diikuti dengan tamparan nya.

"Tampar aku lagi, Bun. Bunda puas kan kalau ngelihat aku kesakitan kayak gini?" Jawab Adin di iringi dengan suaranya yang bergetar.

Sahira menamparnya sekali lagi hingga membuat pipi kanan Adin tergores oleh kuku nya. Husein hendak memasuki rumah, tapi di dahului oleh Jedden yang datang tiba-tiba.

Jedden membuka pintu sambil berlari, di ikuti dengan Charris yang juga datang. Husein menghembus nafas lega setelah datangnya Jedden.

Jedden langsung memeluk Bunda nya dan membawa nya ke kamar, menyuruh Adin untuk kembali ke kamar juga. Amarah Sahira tiba-tiba meredam saat Jedden datang memeluk nya.

Tak terdengar suara lagi di dalam rumah, hanya Jedden yang lagi-lagi berhasil menenangkan Bunda nya. Adin berdiri bersandar pada dinding sambil memeluk foto keluarga yang sudah tak berbingkai.

Tangis nya menjadi sangat pecah, rambutnya berubah menjadi acak-acak an, jaket nya sudah tak beraturan setelah ditarik-tarik oleh Bunda nya. Pipi nya merah lebam dan beberapa ada luka gores yang tersirat di wajah nya.

Beberapa menit kemudian, Jedden keluar dari kamar Bunda nya. Matanya tertuju pada saudara kembar nya yang terduduk bersandar di dinding San terdengar isakan tangisnya yang pedih.

Jedden menghampiri nya dan segera memberi pelukan kepada Adin. Mengusap rambut nya yang berantakan, air mata Jedden sudah tak tahan untuk mengalir keluar. Hati nya pedih melihat saudara kembar nya mengalami penderitaan ini.

"Gue tau lo kuat." Bisik Jedden pada saudara kembarnya.

"Gue nggak kuat." Jawab Adin dengan isakan tangis nya.

Setelah itu, Jedden tak mendengar isakan tangis Adin lagi. Tangan Adin pun mulai melepas cengkeramannya dari baju Jedden. Jedden mendorong tubuh Adin pelan dan mendapati Adin yang sudah tak sadarkan diri.

Berkali-kali Jedden memanggil nama Adin, namun Adin tak segera menyahuti nya. Lalu, dibopong nya badan saudara kembarnya menuju ke mobil Charris.

"Adin kenapa, Jed?" Tanya Husein melihat Jedden membopong Adin.

"Pingsan,Bang. Charris buka mobil lo, goblok!" Jawab Jedden dengan panik.

Charris dengan cepat membuka mobilnya yang terparkir di depan pagar. Di tidurkannya Adin di kursi belakang dan Jedden segera menginjak pedal gas. Charris di perintahkan untuk menjaga rumah hingga Dynan datang, karena emosi Bunda nya belum stabil.

Sementara Husein, ia mengikuti dari belakang menggunakan motor. Membuka jalan untuk mobil yang dikendarai oleh Jedden.

###

Adin dipindahkan ke ruangan pasien rawat inap karena terkena penyakit tifus dan gastritis kronis. Penyakit itu yang menjadi alasan dirinya tidak dapat masuk mengikuti pembelajaran di sekolah selama 3 hari lalu.

Mata Adin mulai sedikit terbuka, mencium aroma khas obat-obat an, tangan kiri nya terasa ada yang menusuk. Sepertinya, ia mengenal tempat ini. Mata nya langsung menoleh ke seluruh arah untuk memastikan ada dimana dirinya.

Saat menoleh ke sebelah kanan, ia melihat seorang lelaki yang sedang tertidur di sofa. Siapa lagi kalau bukan Jedden, saudara kembarnya. Jedden terlihat sangat lelap menikmati mimpi indahnya di sofa.

Adin meraih kertas yang ada di atas rak yang ada disamping ranjang nya. Tertulis data-data tentang dirinya dan biaya semuanya. Matanya terbelalak saat mengetahui biaya rawat inap nya hampir menginjak satu juta rupiah.

Tiba-tiba seseorang masuk ke ruangan nya. Pria tinggi yang mengenakan hoodie sambil membawa kantong plastik berisi beberapa jajanan.

Husein menatap Adin yang sudah mulai siuman dan terduduk diatas ranjang pasien,

"Kenapa gue dibawa ke rumah sakit?" Tanya Adin.

Husein tak menjawab pertanyaan nya, dan langsung menyodorkan segelas susu stroberi. Adin memelototi nya,

"Kak! Jawab gue!" Kata Adin sekali lagi.

"Terus lo mau dibawa kemana?" Tanya Husein balik.

Adin membuang nafas kasar, "Gue bisa rawat jalan di rumah." Jawab Adin dengan ketus.

"Tifus lo udah parah. Gastritis lo bahkan udah kronis." Sahut Husein dengan lembut.

"Gue gak ada uang buat bayar ini semua. Ngerti?" Ujar Adin dengan tegas.

Karena merasa tidak membutuhkan perawatan dari rumah sakit, Adin hendak berdiri dan mencabut infus dari tangan nya, namun tiba-tiba rasa sakit muncul di perutnya. Sangat sakit, yang berhasil membuatnya terduduk laki diatas ranjang.

"Masih mau pulang?" Tanya Husein mengangkat satu alis nya.

Adin memegangi perutnya menahan sakit dan menatap Husein dengan tatapan tajam. Husein duduk di lantai karena sofa sudah dipenuhi oleh badan Jedden.

Husein disibukkan dengan membaca buku bergambar alias komik sambil memakan roti yang tadi ia beli. Dan Adin yang masih terduduk sambil menatapi lembaran data dirinya beserta biaya perawat rawat inap.

"Kak?" Panggil Adin.

Husein menoleh dan menatap Adin yang masih berwajah sembab.

"Gak balik?" Tanya Adin dengan pelan.

"AC dikosan gue rusak" Jawab Husein dengan santai.

"Jadi lo cuma numpang ngadem disini?!" Tanya Adin dengan menahan amarah.

Husein mengangguk santai sambil mengunyah. Adin memutar kedua bola matanya karena mendengar jawaban Husein yang tak sesuai ekspektasi nya.

.
.
.
.

HALOO! Gimana ceritanya kali ini?
Thank you udah baca sampai akhir !
Jangan lupa vote yaa❤️
Have a nice day, readers <3

SENIOR ; HAECHAN LEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang