•
•
•Perasaan bimbang itu benar-benar menyebalkan.
•
•
•Rasanya tidak ada yang sepesial dihati Bella saat ini. Dirinya sendiri bingung dengan hatinya saat ini. Kenapa tidak ada sama sekali perasaan selain hanya rasa penasaran yang terpenuhi setelah melihat wajah lelaki paruh baya yang kini tersenyum lembut padanya.
Rindu? Bella bahkan tidak merasakan perasaan itu sama sekali. Sedih? Bella juga tidak merasakan perasaan itu sama sekali. Senang? Bella juga tidak merakan perasaan itu.
Bella kembali namakan steik dengan perlahan. Sudah sejak tiga puluh menit mereka bertemu tapi Bella sama sekali tidak merakan perasaan apapun. Bella sendiri bingung dengan hatinya.
"Apa makannya tidak enak, sayang?"
Bella mengalihkan perhatiannya pada Tama yang kini menatapnya khawatir. Tatapan yang diberikan Tama sama seperti Galen menatapnya ketika khawatir, sama-sama menghangatkan.
Bella menggelengkan kepalanya dengan senyum kecil menjawab singkat, "Mungkin kekenyangan."
Tama memperhatikan putrinya yang memakan steak nya dengan perlahan dengan senyum hangat. Putrinya sangat cantik dan juga anggun dengan rok selutut berwarna beige dipadu dengan blouse kuning. Arrabella Starrie nama yang cantik.
Tama bahkan tidak bisa melunturkan senyumnya ketika tahu Bella ingin bertemu dengannya saat pengacaranya memberitahu dirinya kemarin. Dan kini putrinya tepat duduk berada dihadapannya, rasanya seperti mimpi karna sebelum-sebelumnya dirinya bahkan begitu sulit untuk bertemu dengan putrinya.
"Apa kamu ada acara setelah ini, sayang?" tanya Tama lembut.
"Mungkin," jawab Bella ragu.
"Mau jalan-jalan setelah ini? Papa punya banyak waktu luang hari ini," tawar Tama semangat.
Bella menatap Papa kandungnya dengan bingung. Dirinya hanya bilang pada Galen hanya berencana untuk menemui Tama hari ini, dan dirinya sama sekali tidak memikirkan jika Tama akan mengajaknya jalan-jalan. Sebenarnya Bella tahu Tama bukanlah orang yang memiliki waktu seluang itu, Tama berbohong untuk dirinya.
"Boleh," jawab Bella akhirnya.
Tama tersenyum senang mendengar jawaban yang dilontarkan putrinya, tidak memperdulikan tatapan sekertarisnya yang mengingatkannya akan pekerjaan mereka yang belum selesai. Waktu bersama putrinya lebih berharga dibandingkan menghabiskan waktunya dengan tumpukan berkas-berkas.
Mobil putih melaju dengan kecepatan stabil dijalan Jakarta yang lancar. Tama sesekali menatap putrinya yang berada di kursi penumpang. Hatinya dipenuhi dengan berbagai bunga saat ini hingga rasanya tidak bisa dirinya jelaskan. Tama memarkirkan mobilnya lalu mengajak Bella untuk masuk kedalam salah satu Mall besar yang ada di Jakarta.
"Apa ada sesuatu yang kamu inginkan?" tanya Tama, menggenggam tangan Bella erat.
Bella terdiam menatap tangan kirinya yang sebelumnya terasa dingin mulai menghangat hanya dengan genggaman Tama, bahkan hatinya pun ikut menghangat merasakan genggaman Tama ditangannya. Bella pun terdiam melihat Tama yang begitu melindungi dirinya ketika ada segerombolan remaja yang hampir menabraknya.
"Sayang? Kamu sakit?"
Usapan halus di pipinya membuat Bella memerjapkan matanya, kembali pada kenyataan dan menatap raut wajah Tama yang menatapnya khawatir.
Bella tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya. "Mungkin aku hanya lelah," jawab Bella.
Tama memperhatikan kembali putrinya dari atas hingga kebawah dan belanjaan nafas lega dilakukannya. Mungkin benar Bella hanya lelah, apa dirinya terlalu memaksakan Bella hari ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BROTHER [END]
Novela Juvenil🍃[ SELESAI BELUM DI REVISI!!!] Arrabella tidak pernah mengharapkan memiliki seorang yang melindunginya dan selalu ada untuknya di saat ia butuhkan, selain Mamanya yang selalu sibuk. 15 tahun hidupnya selalu diwarnai dengan putih diatas kertas...