•
•
•Jika sakit maka katakan lah sakit, jika terluka maka katakanlah terluka. Jangan berpura-pura baik-baik padahal semuanya tidak baik-baik saja.
•
•
•Sudah ke berapa kali Bella melihat atap putih rumah sakit? Bella mengedarkan pandangannya yang masih kabur mencari seseorang. Kosong, didalam kamar rumah sakit ini hanya dirinya sendiri.
Bella menatap tangan kanannya yang terbenam jarum infus. Rasa nyeri ketika ia menggerakkan tangan kanannya membuat Bella tidak bisa mengambil air yang ada dinakas.
Bella baru saja ingin memakan tombol yang didekat ranjangnya tapi Adelio sudah masuk dan membuatnya mengurungkan niat untuk memanggil suster.
"Ka Lio," panggil Bella serak.
Adelio berjalan mendekati Bella dan bergumam sebagai jawab panggilan Bella tadi.
"Tolong ambilin minum, tangan aku sakit," pinta Bella, yang dituruti Adelio.
Adelio membantu Bella mendudukkan dirinya dan memberikan segelas air putih, lalu menaruhnya kembali. Adelio menatap tajam Bella yang kini menundukan kepalanya. Tidak tahu harus berkata apa lagi. Bahkan sebelum-sebelumnya Bella selalu seperti ini, menghindari dirinya dan memendam sendiri. Adelio menarik bangku dan duduk tepat disamping Bella membuat gadis yang masih lemah tersebut merasa tidak nyaman.
"Sampai kapan?" Tanya Adelio.
Bella semakin menundukan kepalanya, merasa bersalah sekaligus tidak mengerti apa yang dikatakan Adelio sebenarnya. Apakah Adelio marah karna dirinya selalu menyusahkan? Atau karna hal lain? Bella tidak tahu harus menjawab apa. Bella tahu ini semua adalah salahnya.
"Jawab apa yang aku tanya ke kamu Bella!"
Bella sedikit terkejut dengan bentakan Adelio. Adelio juga sama, dirinya terkejut karna tanpa sadar membentak Bella yang baru saja sadar. Tapi jika ia terus diam dan menunggu bagaikan orang bodoh yang tidak tahu apa-apa itu seperti Ia bahkan tidak memperdulikan Bella.
"Maaf," cicit Adelio pelan. Adelio menggenggam tangan Bella yang terdapat infus dengan hati-hati meminta perhatian gadis itu. "Bella, kita keluarga. Berapa kali aku harus bilang begitu? Kenapa seakan-akan kamu terus menganggap kalau kita bukan keluarga? Kamu terus bilang seakan semuanya baik-baik saja padahal gak! Kamu tau gak seberapa kecewanya Ka Delvin dan yang lainnya? Kamu bisa bilang kalau kamu sakit. Kamu juga bisa bilang kalau kamu terluka. Kamu bisa bilang bahwa kamu tidak nyaman. Kenapa kamu terus nyembunyiin itu semua?! Kamu buka berbagai luka sama keluarga tapi kamu malah menyembunyikannya dan kamu memilih untuk menghindari kami! Apa kami selama ini gak pernah sekalipun kamu anggap keluarga?!"
Bella menatap mata Adelio yang menyorotkan kekecewaan terhadapnya. Bella merasa dadanya sesak, bahkan untuk berbicara pun Bella merasa tidak bisa. Bella tahu Adelio mengkhawatirkannya, tapi itu semua seakan membebaninya. Bella merasa terbebani dengan perhatian yang diberikan keluarganya.
"Bella tatap aku," pinta Adelio, refleks Bella menatap Adelio dengan tatapan bersalah.
Adelio menatap mata Bella dengan intens dan menggenggam tangan Bella dengan erat tapi tidak menyakitinya. "Kalau kamu sakit tolong bilang bahwa kamu sakit. Kalau kamu bahagia tolong bilang bahwa kamu bahagia. Kalau kamu terluka tolong bilang bahwa kamu terluka. Jangan pernah membenamkan sendiri, Hm?"
Bella terdiam tidak tahu harus bereaksi seperti apa, tapi yang pasti kini hatinya dipenuhi dengan rasa sesak yang membuatnya mengeluarkan air mata yang langsing dihapus Adelio dengan ibu jarinya. Bella membenamkan wajahnya didada Adelio membiarkan kakak keduanya tersebut memeluknya. Pelukan Adelio begitu hangat, sama seperti pelukan Galen yang hangat dan menenangkan. Bella membalas pelukan Adelio dengan erat semakin menenggelamkan wajahnya pada dada Adelio.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BROTHER [END]
Teen Fiction🍃[ SELESAI BELUM DI REVISI!!!] Arrabella tidak pernah mengharapkan memiliki seorang yang melindunginya dan selalu ada untuknya di saat ia butuhkan, selain Mamanya yang selalu sibuk. 15 tahun hidupnya selalu diwarnai dengan putih diatas kertas...