•
•
••
•
•Nara tersenyum melihat Bella yang baru saja pulang. Wanita paruh baya itu melangkahkan kakinya kearah putrinya dan memeluk Bella dengan erat, seakan tidak ingin Bella kembali pergi darinya.
"Mama cemas kamu kalau kenapa-kenapa, sayang. Kenapa gak angkat telphone Mama?" tanya Nara lembut masih memeluk Bella.
Bella memejamkan matanya merasa bersalah membuat Nara mengkhawatirkannya. "Maaf," ucap Bella lirih. Bella tidak tahu harus mengucapkan apa selain kata maaf.
Nara menggelengkan kepalanya, melepas pelukannya dan menatap Bella dengan senyum yang menenangkan. "Kamu gak punya salah apapun, sayang. Kamu gak perlu minta maaf," ucap Nara lembut, Nara tidak bisa melihat Bella menyalahkan dirinya sendiri padahal Bella tidak melakukan apapun.
Bella terdiam tidak tahu apa yang harus dikatakan, Bella merasa bersalah karna meninggalkan makan malam mereka yang seharusnya menjadi momentum yang baik malah berantakan karenanya.
"Kamu sudah makan? Tadi kamu hanya makan sedikit, mau Mama masakan ayam bakar madu kesukaan kamu?"
Bella menggelengkan kepalanya, tersenyum menatap Nara. "Aku tadi makan dirumah Dina, makasih untuk tawarannya. Bella mau istirahat aja," ucap Bella dan berjalan kelantai dua tempat dimana kamarnya berada.
Bella berbohong. Nara tahu putrinya itu berbohong padanya, Nara hafal betul bagaimana kebiasaan Bella jika gadis itu berbohong. Tidak ada yang lebih tahu Bella selain Nara, bahkan diri Bella sendiri.
Nara menghela nafas. Bella sama sekali terlihat marah ataupun benci padanya, tapi hanya bingung— Nara tahu dari sorot mata Bella yang memancarkan kebenarannya. Nara tersenyum dan menatap punggung Bella yang semakin mengecil, Bella butuh waktu untuk menerima, bea hanya bingung harus bersikap seperti apa.
Bella mengunci pintu kamarnya, dan membaringkan tubuhnya diatas kasur tanpa repot-repot menyalakan lampu. Bella ingin tenggelam dalam kegelapan pikirannya sendiri malam ini.
Bella menghela nafas dan duduk diatas kasur dengan kaki disilangkan. Dirinya tidak bisa tertidur. Ingatan tentang perkataan Dina setelah mereka selesai bercanda.
"Kamu gak bisa terus-terusan biarin sifat kamu yang plin-plan dan juga menutup diri, Bella. Sejujurnya tanpa aku bilang mungkin kamu juga tahu— kamu terlalu tertutup pada dunia luar dan juga sulit untuk menerima sesuatu yang baru, benar kan? Aku tahu kamu, tapi kamu sendiri yang lebih tahu diri kamu gak ada seorangpun. Kamu hanya perlu lebih terbuka dan jujur dengan apa yang kamu rasakan. Marah, kamu jelas boleh marah. Sedih, kamu juga jelas boleh sedih. Senang, kamu jelas boleh senang. Itu semua hak semua makhluk hidup, Bella. Sedih, senang, susah, dan bahagia itu ada dalam kehidupan ini. Kamu hanya perlu lebih terbuka pada diri kamu sendiri."
Bella terdiam tidak tahu harus membalas apa. Mungkin benar yang dikatakan Dina tentang dirinya yang terlalu menutup diri. Tapi, semua itu seakan melekat dalam diri Bella sejak kecil. Bella takut jika dirinya mengeluarkan segala keluh kesahnya pada Nara maka dirinya hanya akan menjadi beban.
Dina mengusap lembut lengan Bella hingga membuat sahabatnya itu menatapnya. "Life goes on, okey? Lo gak boleh biarin diri lo terus berada di zona itu terus menerus. Hidup lo milik lo Bella."
Bella menatap gorden yang berterbangan karna tertiup angin malam dengan pandangan kosong. Lalu dirinya harus bagaimana? Bella menghela nafas dan menarik selimut untuk menenggelamkan dirinya sendiri. Bella akan memikirkan ini besok saja.
••••••••••
Kenan menatap khawatir Bella yang hanya menundukkan kepalanya tanpa berniat memakan makan siang yang dibawakannya. Apa Bella tidak menyukainya?
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BROTHER [END]
Ficção Adolescente🍃[ SELESAI BELUM DI REVISI!!!] Arrabella tidak pernah mengharapkan memiliki seorang yang melindunginya dan selalu ada untuknya di saat ia butuhkan, selain Mamanya yang selalu sibuk. 15 tahun hidupnya selalu diwarnai dengan putih diatas kertas...