F I F T Y S I X 🍃

767 48 3
                                    



Memang benar pepatah mengatakan; Mulut bisa berbohong tapi tidak dengan mata— karna mata memancarkan ketulusan hati.



     Bella memejamkan matanya merasakan semilir angin menerpa pori-pori wajahnya. Udara malam hari ini cukup bagus; menyejukkan. Bella menikmati waktu-waktu santainya yang mungkin hanya tinggal hari ini, dan besok dirinya sudah harus kembali ke rutinitas sekolah lagi.

"Kamu belum tidur? Besok hari pertama sekolah kan?"

    Bella membalikkan badannya menatap Galen yang berdiri diambang pintu. "Belum ngantuk, Pa," jawab Bella.

   Galen mengangguk-angguk kepalanya. Pria berkepala empat itu berjalan menghampiri Bella dengan selimut kecil yang diambilnya dari kursi meja belajar, dan memakaikannya pada Bella. "Jangan terlalu sering terkena udara malam, Bella. Kamu bisa sakit," ucap Galen lembut.

   Bella mengangguk-angguk kepalanya dan mengucapkan terimakasih. Bella menatap wajah Galen yang menjulang tinggi dihadapannya. "Aku boleh tanya sesuatu ke Papa?"

     Galen mengerutkan keningnya bingung, kenapa Bella harus meminta ijin dahulu? Galen mengangguk-angguk kepalanya, tersenyum lembut menjawab pertanyaan Bella, "Apapun boleh, sayang."

"Aku mau minta ijin untuk menginap di rumah Papa Tama minggu depan, apa boleh? Aku belum diskusi ini sama Mama. Aku mau jadwal seminggu-seminggu untuk tinggal sama Mama dan Papa Tama."

     Galen menarik lembut lengan Bella dan membawa putrinya masuk kedalam kamar lalu menutup kaca yang menghubungkan ke balkon. "Papa selalu dukung apapun itu yang kamu mau. Tapi diskusikan ini sama Mama dulu ya? Papa yakin Mama mengerti. Lagipula kamu juga butuh berinteraksi dengan keluarga Papa kandung kamu, dan Papa gak bisa melarang kamu untuk dekat dengan Papa kandung kamu," ucap Galen lembut.

    Bella selalu merasa hatinya menghangat setiap kali menerima perlakuan lembut Galen. Bella menatap Galen dengan matanya yang mulai memanas karna menahan tangis.

    Galen panik melihat mata Bella yang berkaca-kaca menatapnya. Galen tidak membuat kesalahan bukan? Galen memeluk Bella dan mengusap punggung Bella sambil membisikan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Aku sayang Papa. Aku belum mengatakan ini bukan? Tapi aku sayang Papa, terlepas Papa adalah Papa tiri aku ataupun Papa kandung aku," ucap Bella dengan suara seraknya, menahan isak tangis.

    Galen tertawa dan melepas pelukannya, Galen menyela lembut pipi Bella dan membuat Bella menatapnya. "Kenapa putri Papa ini jadi sensitif banget, sih? Kamu tahu Bella, bahwa selama ini pun Papa tahu kamu sayang sama Papa dengan tulus." Galen tersenyum lembut dan menggenggam tangan Bella. "Mungkin kamu memiliki sifat yang sulit mengungkapkan apa yang kamu rasakan. Tapi, mata kamu gak bisa berbohong, sayang. Papa tahu kamu adalah putri terbaik yang Papa miliki, terlepas adanya ikatan darah atau enggaknya dalam hubungan ini. Bella sejak Papa menikah dengan Mama itu artinya kamu adalah anak Papa juga, sama seperti Delvin dan Adelio, kalian adalah anak-anak Papa," ucap Galen.

   Ucapan Galen membuat perasaan Bella menjadi lebih baik. Ini sebenernya yang dirinya dengar kan? Bahwa Galen benar-benar menganggapnya sama seperti Delvin dan Adelio, bukan hanya anak yang berkewajiban ikut Ia jaga ketika menikahi Nara.

"Sekarang kamu tidur, besok kamu sekolah. Biar Papa yang mengantar kamu."

     Galen membantu memakaikan selimut dan mengusap lembut surai Bella. "Apa perlu Papa bacakan dingin Cinderella misalnya?" tanya Galen bercanda.

"Papa!" Bella berteriak malu dan menenggelamkan dirinya dalam balutan selimut.

    Galen tertawa melihat tingkah Bella dan mengucapkan selamat malam sebelum keluar dari kamar Bella.

MY BROTHER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang