•
•
•Bukankah memang benar setiap orang egois?
•
•
•Bella memerjapkan matanya menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya yang menerpa indra penglihatannya. Kenapa kamarnya berbeda? Ah, dirinya lupa bahwa kini Ia bukan berada di rumah keluarga Harrison.
Bella menatap sekeliling kamar yang sangat berbanding terbalik dengan kamarnya yang ada di keluarga Harrison. Di dominasi warna mocca dan juga white kamarnya terlihat anggun dan juga elegan.
Bella menyibak selimut dan mengambil remot AC yang ada di nakas untuk di baikan suhunya. Bella terdiam melihat ada empat pintu yang ada di kamarnya— tunggu dimana pintu keluar masuk dan kamar mandi? Lalu dua lainnya itu pintu apa?
Bella menghela nafas dan berjalan dari pintu yang paling kiri membukanya. Ruangan yang didominasi putih dengan banyaknya pakaian dan juga sepatu membuat Bella hanya terdiam menatapnya. Apa ini? Wadrobe? Tapi milik siapa? Jika ini bukan kamarnya lalu kenapa dirinya ada disini?
Clek.
Bella menutup pintu berwarna mocca tersebut dan membalikkan badannya. Wanita paruh baya yang mungkin tidak jauh dari Nara berdiri didepan pintu berwarna hitam dengan pelayan dibelakangnya.
"Taruh saja dimeja, setelah itu kamu boleh keluar!" Perintahnya pada pelayan dan pelayan tersebut segera keluar setelah menyelesaikan tugasnya.
"Apa tidurnya nyenyak? Apa kamar ini nyaman?"
Bella hanya diam memperhatikan wanita paruh baya yang pernah ditemuinya di sekolah saat pengambilan raport.
"Ah, maaf, kamu pasti bingung kan?" tanyanya canggung dan berjalan mendekat pada Bella. "Tasya Wijaya, mulai sekarang kamu panggil Mama ya? Atau Mami? Atau Bunda? Terserah kamu mau manggil apa," ucapnya lagi.
Bella tersenyum tipis untuk menanggapi. Dirinya bingung saat ini. Seharusnya Tasya tidak melakukan ini padanya, ini seperti membuat Bella merasa bersalah.
Bagaimana tidak? Kini dihadapannya adalah istri sah Papa kandungnya. Bukankah terasa canggung dengan situasi saat ini? Bertemu dengan wanita yang ternyata adalah ibu tiri dan parahnya lagi dirinya adalah anak hasil dari ke tidak sengajaan. Ini sangat canggung dan membingungkan.
"Apa ada yang membuat kamu tidak nyaman, Bella? Atau kamar ini kurang nyaman?"
Pertanyaan Tasya membuat Bella kembali pada kenyataan. Bella tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya.
Tasya tersenyum maklum dengan sikap Bella yang masih dingin padanya. Wajar saja bagi remaja seusia Bella masih sulit mengekspresikan dirinya dan perasaannya. Tasya mengusap lembut lengan Bella dan membimbing gadis itu pada kursi dan mengambil nampan berisi makanan. Tasya mengambil sesendok makanan tersebut dan menyodorkan pada Bella yang kini terdiam menatapnya bingung.
"Kamu belum sempat makan siang kan? Mommy gak mau kamu sakit, makanlah," ucap Tasya menjelaskan.
Bella menerima suapan Tasya. Dirinya sudah meminta untuk memakan sendiri tapi Tasya menolaknya dan beralasan Bella masih lelah karna perjalan yang bahkan mungkin tidak menghabiskan waktu tiga puluh menit. Bella tersenyum kecil sambil terus menerima suapan dari Tasya.
Bella sempat berpikir bodoh tengang bagaimana nanti perlakuan Tasya padanya. Bagaimanapun keberadaan dirinya bisa membuat Tasya merasa marah karna mengingat bagaimana perbuatan suaminya, tapi nyatanya itu tidak terjadi sama sekali. Tasya memiliki ke peribadatan yang anggun, elegan, dan juga hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY BROTHER [END]
Teen Fiction🍃[ SELESAI BELUM DI REVISI!!!] Arrabella tidak pernah mengharapkan memiliki seorang yang melindunginya dan selalu ada untuknya di saat ia butuhkan, selain Mamanya yang selalu sibuk. 15 tahun hidupnya selalu diwarnai dengan putih diatas kertas...