Bruk!
Karena sudah tak kuat menahan pusing serta berat di kepalanya, Allena ambruk saat Bagas menatapnya. Semua tatapan langsung tertuju pada gadis itu. Awalnya Bagas diam saat pandangan Allena mulai kabur, tetapi ia dengan sigap membawa Allena ke pangkuannya saat gadis itu benar-benar ambruk.
"LENA?!" teriak Bagas disusul oleh guru serta teman-temannya.
"Astaga, Len?! Bangun, Len!" Bagas mencoba mengembalikan kesadaran Allena, tangannya terulur untuk menepuk pelan pipi Allena.
"Pak, saya izin membawa Lena ke UKS, ya," ucap Bagas pada guru olah raganya.
"Iya, Nak, cepat bawa Allena ke UKS!" titahnya. Bagas pun membawa gadis itu. Banyak tatapan tak suka namun, pria tampan ini menepiskan semua itu demi orang yang pertama ia kenal di Kota Bandung ini.
Terbaring lemah, petugas UKS pun menghela napas berat kala mengetahui keadaan Allena setelah Allena tersadar.
"Lo kenapa telat makan gini sih, Len?! Lo kan tahu lo punya penyakit magh dan asma!" bentak Desti, dia adalah teman sekelas Allena saat kelas 10, sempat menjadi sahabat dekat bersama Sherin saat Sherin masih ada di dunia ini.
"Gue emang gak makan, gak ada makanan dari semalam." Allena berkata jujur, sontak Bagas yang berada di sampingnya melotot tajam, setega itukah orang tuanya?
"Si Leta sehat-sehat aja tuh," celetuk Desti sambil menaruh minyak aingin ke kotak P3K.
"Leta siapa?" tanya Bagas, ia belum tahu banyak dengan gadis yang ia temui lagi beberapa hari lalu setelah beberapa tahun lalu pertemuan pertamanya.
"Lena itu punya kembaran, namanya Alleta, dia anak kelas sebelas IPS satu, lumayan pinter sih makanya mamanya le-"
"Makanya mama sayang banget sama kita berdua," potong Allena cepat sambil lengannya menutupi mulut Desti. Desti melotot tajam, kenapa Allena selalu menyembunyikan perihal sikap asli mamanya?
"Kalau mama lo sayang sama lo, kenapa lo bilang dari kemarin gak makan?" tanya Bagas, mulut Allena membisu sesaat, ia belum menyadari tadi bahwa ada Bagas di sampingnya.
"Kemarin gue ketiduran, jadi makanannya abis sama Leta dan mama," alibi Allena agar kerapuhannya tak semakin terdengar luas di telinga banyak orang.
"Kalau gitu lo mau makan apa? Biar gue beliin," tawar Bagas.
"Nggak usah!" tolak Allena.
"Why? Apa salahnya peduli sama temen sendiri?" ucap Bagas. Pada akhirnya Allena menurut, sebab Bagas terus memaksanya.
Sepuluh menit pria itu berlalu, ia kembali lagi dengan nasi uduk dan teh hangat di tangannya yang ia beli dari kantin sekolah.
"Nih, makan! Kalau gak mau makan Bagas suapin, mau?" tawar Bagas sambil terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH!
Fiksi Remaja"Kaca yang telah retak memang tak bisa disatukan kembali. Sekalipun bisa, wujudnya tak 'kan seutuh dulu. Mudah rapuh, seperti kata maaf pada sebuah penyesalan." Setelah kepergian Papanya, sahabatnya, serta luka yang tak kunjung sembuh, lantas kerap...