Jangan pelit vote dan komen, okay!
Guys, lagunya jangan lupa didengar, biar feelnya nyampe😭❤
***
Dua hari sejak kejadian di rumah sakit, semuanya beraktivitas seperti biasa, terutama Alleta yang masih ngotot ingin pergi sekolah meskipun Elang sudah melarangnya karena kondisi kehamilannya yang sangat lemah.
“Hati-hati, ya! Kalau ada apa-apa langsung telepon aku, Bagas, atau Lena,” ujar Elang yang kini mengantarkan Alleta sampai depan sekolahnya. Alleta meraih lengan Elang, menciumnya sebagai bakti seorang istri.
“Aku masuk, ya,” katanya berusaha memecah kecanggungan.
Mereka berdua tampak cepat dekat, saling melengkapi antara satu sama lain, saling menghargai sebagaimana semestinya, karena Alleta pun tak mau terlarut dalam masalah yang sama.
“Alleta!” panggil seseorang, Alleta mengenalinya, ia adalah teman Stev.
“Eh, kenapa?”
“Stev, Al … Stev pergi,” ujar lelaki itu sambil mengatur napasnya karena panik.
Alleta terkekeh pelan. “Gue tahu, tapi gue gak tahu dia pergi ke mana. Yang jelas, dia dan gue udah jadi kenangan,” ujar Alleta namun, lelaki itu malah menggelengkan kepalanya cepat.
“Bukan itu maksud gue! Stev pergi, dia gak akan kembali.”
Seketika tubuh Alleta menegang. Ia membekap mulutnya sendiri seolah tak percaya dengan perkataan lelaki itu.
“Ma—maksud lo … Stev … meninggal?” lirih Alleta, bersamaan dengan kedatangan Allena dan Bagas di dekat gerbang masuk, mereka pun langsung menghampiri Alleta yang tampak terpukul.
“Ada apa, Al?” tanya Allena sambil mengelus pundak kembarannya itu namun, Alleta hanya membalasnya dengan pelukan.
“Kenapa? Ada masalah apa? Cerita sama gue!” ujar Allena cepat namun, tampaknya Alleta tak kuat untuk bercerita. Allena mengangkat dagunya pada lelaki itu, seolah bertanya ada apa sebenarnya.
“Stev udah gak ada,” ujarnya sambil berlirih. Bukan hanya Alleta yang merasakan kehilangan, dia sebagai sahabatnya pun sangat kehilangan dengan Stev.
“Innalilahi wainna ilaihi rajiun … kapan? Apa penyebabnya?” tanya Allena.
“Semalam, di rumahnya enggak ada orang. Dia nekat mabuk, padahal paru-paru dia udah kena. Dan tadi pagi, rumahnya digrebek polisi karena baru miras yang menyengat. Di situ ada Stev yang udah gak bernyawa, Len, Al, Gas. Dia depresi berat, entah karena hal apa. Sorry gue gak bisa lama, gue mau kembali ke rumah Stev buat bantu pemakamannya,” ujar lelaki itu lalu beranjak pergi.
Alleta semakin terisak. Mau bagaimanapun, Stev adalah orang yang pernah membahagiakannya. Mau bagaimanapun, Stev adalah orang yang pernah memberinya warna, rona bahagia, serta hal-hal yang belum pernah ia dapatkan dari lelaki lain yang ia kenal. Hingga kata pamit itu tiba, apakah itu kata terakhir dari Stev?
Bagas tak tega melihat Alleta yang seperti itu. Ia menggiring Allena dan Alleta menuju warung dekat sekolahan mereka, sejenak untuk beristirahat.
“Minum dulu, Al,” ujar Allena sambil menenangkan Alleta yang nampak syok dengan berita ini.
“Gas, yang waktu itu lo rekam, gue rasa ini saatnya lo kasih tahu Al,” ujar Allena pada Bagas, Alleta melirik mereka bergantian, ada apa sebenarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH!
Ficção Adolescente"Kaca yang telah retak memang tak bisa disatukan kembali. Sekalipun bisa, wujudnya tak 'kan seutuh dulu. Mudah rapuh, seperti kata maaf pada sebuah penyesalan." Setelah kepergian Papanya, sahabatnya, serta luka yang tak kunjung sembuh, lantas kerap...