31 ♡ Dia ... Baik? 🕊

2.8K 214 8
                                    

Rahang George mengeras mendengar cerita Elang, begitu pun dengan Bagas, bagaimana mungkin seorang Elang bisa seceroboh itu?

“Elang udah cari ke mana-mana cewek itu, tapi Elang gak tahu namanya. Sampai Bagas kasih tahu karena bantu cewek itu, dan ternyata cewek itu … udah ….” Elang tak sanggup mengatakannya, hingga mulut Tania bersuara.

“Jangan bilang cewek itu hamil anak kamu, Elang?!” potong Tania, Elang mengangguk ragu, setetes air mata mengalir di sudut mata Tania maupun Elang.

“Dia cewek baik-baik, Ma, dia bukan jalang, dia juga gak tahu hal ini bisa terjadi,” timpal Bagas.

Allena baru paham sekarang, apakah yang mereka maksud adalah Alleta? Allena melirik Bagas saat Bagas menatapnya, sorot tajam matanya seolah bertanya siapakah wanita yang Elang dan Bagas maksud.

“Jangan bilang cewek yang Bang Elang maksud itu Alleta?” tanya Allena dengan nada lirih, ia tak bisa lagi menahan air matanya jika itu benar jawabannya.

Elang mengangguk, membuat dada Allena terasa sesak. “Brengsek! Jadi Bang Elang cuma berkedok baik sama Lena, hah?!” maki Allena sambil berdiri menatap tajam ke arah Elang.

“Allena, tenang dulu ya, Nak! Kita selesaikan ini baik-baik,” ujar Tania, sedangkan George sudah menahan marahnya sedari tadi, tangannya mengepal kuat ingin segera menghajar anaknya itu.

“Gimana Lena bisa tenang kalau kembaran Lena sendir dihancurkan sama kakak dari orang yang selama ini selalu bersama Lena!” sinis Allena, ada rasa kecewa untuk Bagas namun, rasa sayangnya seolah mengalahkan rasa kecewa itu.

Bagas teringat, Allena tak boleh berpikir terlalu keras, itu akan berakibat buruk untuk kesehatannya.

“Lena, ini semua kecelakaan, sayang,” ujar Febi berusaha menenangkan Allena. Itulah alasan Elang menahan Febi agar tak pulang dulu, karena gadis itu punya sejuta kata-kata penenang karena ia sendiri sudah mengalaminya.

Febi menarik Allena untuk duduk kembali, Allena menghela napas berat lalu duduk kembali di dekatnya.

“Aw!” pekik Allena sambil memegangi kepalanya. Bagas sudah firasat dengan hal ini.

“Lena?!” Bagas langsung menghampiri Allena yang terhalang meja sambil merapikan rambut Allena karena cengkraman gadis itu untuk menahan sakit. Namun, tangan Allena menghempas halus tangan Bagas, tetapi bukan Bagas namanya jika ia menyerah begitu saja.

“Len, please, jangan gini! Gue minta maaf, gue juga baru tahu hari ini, Len,” ujar Bagas namun, cengkraman Allena di kepalanya semakin kuat, rasa sakitnya semakin merajarela.

“Lena, udah! Jangan dipikirin! Semuanya akan berakhir baik kalau lo gak mikir buruk,” ujar Bagas.

“Lena kenapa, Bagas?!” sentak Tania yang memang di sambil Allena sambil berusaha menenangkan Allena, sedangkan Bagas berjongkok di bawah Allena.

Satu hal yang sempat ia lupa, mamanya adalah seorang Dokter spesialis saraf, dan abangnya dan Febi adalah Dokter umum, mungkin mereka bisa membantu Allena.

“Ma, Bang, Kak, tolongin Lena! Sakit di kepalanya kambuh lagi kayaknya!” ucap Bagas panik saat melihat Allena yang nyaris kehilangan kesadaran.

“Bagas, bawa Allena ke kamar kamu sekarang! Kita selesaikan masalah ini setelah semua membaik,” ujar Tania, melihat keadaan Allena yang sekarang membuat naluri Tania, Elang dan Febi sebagai seorang Dokter tergerak begitu cepat.

Bagas mengangkat Allena menuju kamarnya, sedangkan ketiga Dokter itu bergegas menyusul Bagas yang sudah merebahkan Allena di kasurnya.

Elang mengambil stetoskop di ruang kerjanya, sedangkan Tania dan Febi memberikan pertolongan yang mereka bisa untuk Allena.

RAPUH! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang