Semakin hari semuanya disibukkan dengan kegiatan masing-masing. Bagas fokus berlatih futsal untuk classmeeting nanti. Sedangkan Allena sibuk menatap kepingan yang nyaris hancur di keluarganya. Meskipun Alleta sudah bersuami, tetapi wanita itu masih sering berkunjung ke rumah Nadin bersama Elang.
Semakin sibuk, tentunya waktu untuk menghabiskan waktu bersama semakin sedikit. Bagi Bagas itu bukanlah penghalang, karena di hari Minggu Allena dan Bagas masih sering jalan berdua, dengan rasa yang masih sama tentunya.
Tak ada yang berubah. Hubungan Allena, Alleta dan Sekar pun mulai membaik seiring berjalan waktu, begitu pun dengan Nadin dan Friska, sama-sama wanita yang sudah kehilangan lelaki yang memberi mereka warna pada masanya.
“Minum,” ucap Allena sambil menyodorkan minuman pembangkit ion di pinggir lapangan. Bagas menerimanya sambil tersenyum. Ia meneguk minuman itu hampir habis.
“Makasih, cantik.”
“Bang Elang sama Al ngajakin main besok, malam mingguan katanya,” ujar Bagas.
“Yuk! Udah lama enggak keluar. Lagian ‘kan UKK udah selesai juga, pasti mama ngizinin kok,” ucap Allena.
“Nanti biar gue yang izin sama calon mertua.”
“Heh!” Perkataan Bagas langsung mendapatkan jikatan dari Allena namun, lelaki itu malah terkekeh.
“Mertuanya abang maksudnya,” gumam Bagas lemah. Jika sudah menyangkut hal itu, Bagas tak bisa berkata-kata lebih banyak.
“Tuh udah dipanggil. Gih, sana ke lapangan lagi!” suruh Allena mengalihkan. Mendengar pelatihnya meniup peluit, Bagas langsung undur dari hadapan Allena, sedangkan gadis itu keluar dari lapangan untuk kembali ke kelasnya.
“Semakin lama hubungan kita semakin dekat, semakin besar juga rasa yang gue punya, Gas. Semoga lo cepat temuin cewek yang lebih tepat, ya, dan semoga lo bahagia sama cewek itu,” gumam Allena lirih.
***
Malam Minggu … Bagas menepati janjinya untuk menjemput Allena, setelah itu mereka menuju rumah Elang dan Alleta untuk pergi bersama. Tak ada tujuan awalnya, hingga Elang mengusulkan untuk ke suatu cafe.
“Kafe Matahari aja, Gas,” ujar Elang sambil terkekeh saat melihat raut wajah Bagas.
“Gapapa, ‘kan?” bisik Elang pada Bagas.
“Yaudah, ayo!” Allena langsung menaiki motor Bagas, begitu pun dengan Alleta yang langsung memeluk Elang dari belakang.
“Ciaelah, double date nih ceritanya?” kekeh Elang. Entah mengapa kini kedua lelaki itu seolah tukar sikap. Dulu Elang yang dinging, tetapi kini Bagas yang lebih banyak diam, karena masih banyak yang disembunykan.
Sesampainya di sana, mereka langsung memesan menu favorit mereka. Namun, ada seorang perempuan seumuran degan Elang yang menghampiri mereka.
“Permisi, eh … ada Pak Ba—” Ucapan perempuan itu terpotong saat Bagas menarik lengan lelaki itu untuk menjauh.
“Bentar ya, ada urusan,” pamit Bagas pada Allena lalu mengajak perempuan tadi menjauh.
Lama Bagas berbicara dengan perempuan itu. Sedangkan Allena masih belum paham, mengapa Bagas dipanggil ‘pak’?
Bagas kembali dengan wajah tegangnya, ia takut Allena menanyakan hal tadi namun, sebisa mungkin ia menetralkan ketegangannya.
“Tadi siapa?” tanya Allena saat Bagas sudah kembali di sampingnya.
“Cuma teman lama kok.”
Bohong jika itu teman lama Bagas, pasalnya perempan itu lebih tua dari usianya dan Bagas pun dulu tak punya teman di Kota Bandung ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH!
Teen Fiction"Kaca yang telah retak memang tak bisa disatukan kembali. Sekalipun bisa, wujudnya tak 'kan seutuh dulu. Mudah rapuh, seperti kata maaf pada sebuah penyesalan." Setelah kepergian Papanya, sahabatnya, serta luka yang tak kunjung sembuh, lantas kerap...