51 ♡ Blushing 🕊

2.2K 175 17
                                    

Jangan lupa vote dan komen!

---

Sudah seminggu sejak kejadian Alleta pergi ke Amerika bersama Elang, kini gadis cantik itu sudah kembali bersekolah dengan lelaki yang setia menemaninya. Siapa lagi jika bukan Bagas, lelaki itu tentu saja menjemput gadis yang ia sayangi, beruntung Nadin mendukung Bagas sepenuhnya.

“Ma, Bagas sama Lena berangkat dulu, ya,” pamit Bagas pada Nadin. Wanita itu kini sering tersenyum sejak permintaan maafnya pada Allena dan Alleta.

“Hati-hati ya, sayang! Bagas, bawa motornya jangan ngebut-ngebut, Lena baru sembuh loh,” ujar Nadin.

“Iya, Ma, kita pamit, ya.”

Nadin menatap kepergian kedua insan itu sambil membatin, “andai kebahagiaan kamu gak pernah hilang, Nak, dan andai papa kamu masih ada dan gak bertindak sebrengsek tujuh belas tahun lalu, pasti keluarga kita masih utuh dan kalian gak akan sehancur ini.”

Sedangkan Allena, ia begitu tenang bersandar di punggung Bagas sambil melingkarkan lengannya di perut Bagas, cocok sekali disebut sebagai sepasang kekasih.

“Gas, Al kok lama ya di sana?” ujar Allena tanpa merubah posisinya.

Bagas melirik ke kaca spionnya, melihat Allena yang nyaman membuat hatinya sangat sejuk.

“Kalau Al dan bang Elang menetap di sana, lo gimana, Len?” Sontak Allena langsung melepaskan lengannya yang melingkar di perut Bagas sambil menegakkan badannya.

“Apa bang Elang setega itu sama keluarga gue?” lirih Allena.

“Bang Elang sama gue tuh beda, Len. Kalau gue, semarah apa pun gue pasti gue akan kembali karena gue hanya butuh waktu dan tempat untuk buat gue tenang dan kendaliin emosi. Kalau bang Elang, dia jarang marah, tapi sekalinya marah … kita gak akan tahu apa yang akan dia perbuat. Saat dia tahu Al donorin matanya buat lo, aura dia udah beda, dia marah banget terutama sama diri dia sendiri. Gue ngerti perasaan bang Elang, mereka baru aja kehilangan, dan bang Elang cuma gak tega sama Al karena Al baru aja berduka, ‘kan?” jelas Bagas.

Allena tersentak dengan penjelasan Bagas, bagaimana jika Alleta benar-benar menetap di sana dengan Elang? Terlebih lagi, keluarga Elang sudah membebaskan Elang karena lelaki itu sudah dewasa.

“Jangan dipikirin dulu, ya! Nanti lo sakit lagi kalau terlalu banyak pikiran. Lo berdoa aja, semoga bang Elang dan Al bisa kembali lagi dengan selamat,” ujar Bagas, Allena mengangguk lemas sambil kembali bersandar di punggung Bagas tanpa melingkarkan lengannya.

Bagas terkekeh dengan Allena, gadis itu sampai tidak sadar mereka sudah berada di parkiran sekolah. Namun, Bagas tak menyia-nyiakan ini semua selagi ia masih bisa dekat dengan Allena.

Bagas memundurkan kepalanya, membisikkan sesuatu ke telinga Allena tanpa merubah duduknya.

“Lapor, mode nyaman waktu dan tempat dipersilakan,” bisik Bagas, sontak Allena terbuyar dari lamunannya.

Allena langsung merubah posisinya dan melihat ke sekililing tempat yang sudah tak asing baginya.

“E—eh, udah sa—sampai? K—kok Bagas gak ngasih tahu, sih!” cicit Allena berusaha menyembunyikan kegugupannya.

“Acie ... blushing,” ejek Bagas.

Allena menggigit bibir bawahnya saat Bagas meneliti setiap inci wajahnya. Sampai lelaki itu berdiri dan mendekatkan mulutnya ke telingat Allena yang masih duduk di motor Bagas.

“Lo terlalu nyaman tadi, jadi gue gak tega buat sadarin lamunan lo, lagi pun gue juga nyaman lihat lo kayak tadi,” bisik Bagas. Suaranya yang benar-benar pelan itu membuat Allena semakin terbawa suasana, bahkan rona merah di pipinya sudah sangat terlihat.

RAPUH! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang