Terlalu banyak luka yang Allena lewati, beruntung masih ada pegangan untuknya bertahan dan tetap berdiri. Terlalu banyak duri yang menghadang namun, beruntung masih banyak jalan meskipun berliku dan sama-sama menyakitkan.
Kini yang ia cari telah datang, sebuah kasih sayang dari sang mama. Mungkin, jika tak ada penghalang, Allena akan menepati janjinya dulu untuk belajar mencintai orang yang membuat mamanya mengatakan sayang. (Lihat prolog). Bagas adalah orangnya. Lelaki itu telah banyak berjasa dalam keluarganya namun, sayang, semesta mengatakan Allena harus mengubur dalam-dalam janji itu demi perasaan saudarinya sendiri.
Pagi ini, tak ada kabar dari lelaki itu, membuat Allena terpaksa berangkat sekolah menggunakan ojek online. Namun, harapnya pupus begitu saja, melihat Bagas yang berangkat bersama seorang gadis bernama Levina Leameliza, gadis cantik yang terkenal dengan kepandaiannya di bidang sejarah. Gadis cantik kelas 11 IPS 2.
Entahlah, Allena tak bisa berkata-kata lagi, dadanya sesak seketika, bulir-bulir air mata itu mulai berjatuhan kembali, kerapuhan yang sudah lama tak ia rasakan kian kembali menyeruak.
“Jadi, ini kesibukan lo ya, Gas?” gumam Allena sambil berlari menuju toilet.
Allena yang berlari tak luput dari pengelihatan Bagas. Lelaki itu yakin bahwa itu Allena, kemungkinan besar Allena melihat kehadirannya.
“Gue yakin Lena pasti salah paham,” batin Bagas.
Gadis itu kembali sendu, kembali mengadu di balik pintu kamar mandi. Untuk saat ini, hanya ini yang bisa ia lakukan.
“Harusnya gue sadar, gue emang gak akan pernah bisa milikin lo, Gas.”
“Harusnya gue sadar, selama ini lo cuma sayang sama gue, bukan cinta.”
“Harusnya, gue gak memendam rasa ini kalau gue tahu akan berakhir luka.”
“Ini lebih sakit, Bagas, hiks … ini lebih sakit dari terluka yang meninggalkan bekas memar daripada gue harus terluka tanpa darah.”
“Kenapa lo jahat? Kenapa hadir lo hanya untuk sesaat, Gas?”
“Lo datang saat gue rapuh, lo kembalikan kepingan yang nyaris tak berbentuk itu, lalu lo tingalin gue lagi dengan hal yang sama, hati yang rapuh. Lantas untuk apa gue sembuh, jika pada akhirnya gue akan kembali terluka, Bagas?! Hiks ….”
“Gue bodoh! Harusnya gue gak sesayang ini sama lo, oh ralat … gue udah terlanjur jatuh, Gas, gue udah terlalu nyaman sama kehadiran lo, hiks ….”
“Munafik kalau gue bilang gue gak sayang. Karena, gak ada cewek yang bener-bener kuat dengan sikap manis lo itu, Gas.”
Brak! Allena menendang ember kosong itu untuk melampiaskan kekesalannya
Allena terus bermonolog sambil menumpahkan air mata itu. Banyak hal yang ingin ia ungkapkan dengan lelaki itu. Banyak hal yang ingin ia bicarakan tentang perasaannya yang khawatir tak terbalaskan.
“Mungkin hanya gue yang benar-benar mencintai, Gas.”
Setelah itu Allena menghapus kasar air matanya. Melangkahkan kakinya untuk keluar dari bilik kamar mandi. Betapa terkejutnya ia saat seorang lelaki menghadang lengannya ketika ia baru selangkah dari kamar mandi.
“Ba—Bagas?” Allena gemetar bukan main melihat sosok itu. Ia takut Bagas mendengar semua jeritannya tadi.
“Ikut gue!” ajak Bagas dengan nada dingin. Bagas menarik Allena ke lorong kelas 11 yang tak jauh dari kamar mandi. Lorong kosong, tempat para badboy membolos.
“Ba—Bagas mau apa?” tanya Allena gemetar, ia tahu lelaki ini sedang memendam amarahnya namun, memang apa salahnya? Bukannya semestinya Allena yang harus marah?
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH!
Novela Juvenil"Kaca yang telah retak memang tak bisa disatukan kembali. Sekalipun bisa, wujudnya tak 'kan seutuh dulu. Mudah rapuh, seperti kata maaf pada sebuah penyesalan." Setelah kepergian Papanya, sahabatnya, serta luka yang tak kunjung sembuh, lantas kerap...