“Bukan digantung, Kak, cuma belum saatnya aja.”
Deg.
Entah apa maksud Bagas itu, Allena berusaha tak memperdalam perasaannya, ia takut berakhir tragis seperti Alleta. Alleta yang baru saja ditinggalkan Stev entah ke mana, sekarang ia harus mengikuti takdir, kemungkinan besar Alleta harus menikah dengan Elang. Ya, mau tak mau itu semua harus terjadi.
Elang, Tania dan George memasuki kamar Bagas. Allena sudah terlihat sehat sekarang, ia bangkit dengan sandaran kepala ranjang.
“Lena udah baikan?” tanya Tania halus, Allena mengangguk sambil tersenyum.
“Kita bertiga sudah membicarakan hal ini. Awalnya saya juga marah, saya benci, tapi mau bagaimana lagi jika ini semua sudah takdir-Nya? Lena, kami akan segera datang ke rumahmu untuk melamar Alleta. Alleta dan Elang harus segera disatukan,” ujar George.
“Lena harap ini yang terbaik buat Al. Bang Elang, Lena titip Al nanti ya, kita udah kehilangan papa untuk melindungi kita. Lena harap, Bang Elang bisa belajar sayang sama Al nanti,” ujar Allena sambil tersenyum, Elang terenyuh, ia mendekati Allena.
“Gue akan melakukan apa pun untuk menebus kesalahan gue, Len. Lo tenang aja, gue gak akan sakitin Alleta lagi, Len,” ujar Elang, Allena mengangguk sambil tersenyum.
----
Malam ini, Elang beserta keluarga mendatangi kediaman Alleta. Allena belum siap bertemu dengan mamanya, tetapi Elang dan Bagas sudah berjanji akan mempertemukan Allena dengan Alleta secepatnya.
Kedatangan ketiga pria dengan satu wanita itu sontak membuat Alleta kaget. Hal yang ia kenali hanya satu, Bagas, entah siapa ketiga orang ini namun, wajah lelaki di samping Bagas sepertinya Alleta mengenalinya, ia ingat dengan rekaman CCTV tadi.
“Bagas, mereka siapa?” tanya Alleta.
“Boleh kita bicara di dalam, Nak?” ucap George, Alleta mengangguk dan langsung mempersilakan mereka masuk.
Nadin mendengar ada tamu, ia menghampiri mereka di ruang tamu, terlihat Nadin menyambut mereka dengan baik, berbeda dengan sikap aslinya.
“Salam kenal, saya George, dan ini Tania istri saya. Elang dan Bagas adalah putra kami,” ujar George sambil menjabat tangan dengan Nadin.
“Saya Nadin, orang tua Alleta.” Mungkin hanya Alleta yang ia sebut, entah kenapa sangat sesak jika menyebut nama Allena.
“Maaf, ada keperluan apa kalian datang ke mari?” tanya Nadin setelah ia ikut bergabung.
George angkat bicara. “Sebelumnya kami minta maaf, karena kecelakaan itu membuat Alleta kehilangan hal yang paling berharga dalam hidupnya. Bagas sudah menceritakan semuanya. Dan di sini, Elang, kakaknya Bagas adalah lelaki yang selama ini Alleta cari. Ini semua kecelakaan, Bu, niat kami ingin menikahkan Alleta dengan Elang,” ujar George.
Nadin melemas, harta paling berharganya kini sudah tumbuh dewasa sebelum waktunya. Padahal, ia masih ingin terus bersama Alleta.
“Tidak ada cara lain, jalan keluarnya hanya pernikahan, Bu,” imbuh Tania.
Nadin menghela napas. “Saya bagaimana Alleta saja, dia yang akan menjalaninya. Jujur saya kecewa, tapi karena itu semua sudah terjadi, saya bisa apa?” ucap Nadin, Alleta yang mendengar itu sudah lemas dan langsung menangis.
“Bagaimana, Alleta? Apa kamu mau.”
Alleta menggeleng pun semua akan semakin hancur. Alleta memutuskan untuk mengangguk setelah sekian lama bungkam.
“Maaf, apa boleh saya meminta waktu berdua dengan Alleta?” tanya Elang, Alleta mengangguk dan langsung menggiringnya ke taman belakang rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH!
Novela Juvenil"Kaca yang telah retak memang tak bisa disatukan kembali. Sekalipun bisa, wujudnya tak 'kan seutuh dulu. Mudah rapuh, seperti kata maaf pada sebuah penyesalan." Setelah kepergian Papanya, sahabatnya, serta luka yang tak kunjung sembuh, lantas kerap...