JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!
----
Seminggu setelah Allena berniat untuk pergi … pada akhirnya ia memilih bertahan dengan luka, daripada pergi untuk menumbuhkan luka baru. Allena pikir, dengan ia pergi luka itu belum tentu terobati, karena obat penyembuhnya pun akan berjarak dengannya.
Malam ini keluarga Nadin mengundang keluarga George dan Friska untuk acara barbeku atau barbeque di halaman rumahnya. Mereka tentu saja datang dengan undangan baik itu. Tak ada acara khusus, Nadin hanya ingin lebih dekat dengan keluarga George maupun Friska—perempuan yang pernah tersakiti pula oleh Rahman. Tak ada gunanya memendam rasa dengki, bukan?
Allena dan Bagas memilih menjauh dari mereka saat Elang dan Alleta disibukkan mengurus semuanya. Allena dan Bagas memilih mengobrol di bawah pohon rindang yang berjarang sekitar 100 meter dari keramaian.“Gue gak bisa gini terus, Gas,” ucap Allena tiba-tiba. Bagas mengerti ke mana arah pembicaraan Allena.
“Please, jangan pergi, Len.” Lelaki berhoodie hitam itu menghadap gadis cantik di hadapannya seraya mengambil pergelangan tangannya untuk memohon.
“Tapi gue gak bisa terus bohongin perasaan gue, Bagas!” Allena meninggikan suaranya. Sudah tidak bisa lagi ia menahannya.
“Gue tahu, Lena. Gue tahu. Gue mau banget lo jadi milik gue, bahkan gue gak rela lihat lo dekat cowok lain. Len, gue tulus dari awal kita kenalan, gue sayang sama lo Len, gue bahkan udah ketergantungan lo satu tahun terakhir ini. Lo pikir gue juga enggak sakit? Kalau lo minta kepastian, oke fine! Sahabat dengan rasa yang lebih, apa kurang cukup?” Ucapan Bagas kali ini sedikit meninggi, Allena hampir kehabisan kata-kata dengan lelaki ini.
“Gue bakalan hampa tanpa lo, Len,” imbuh Bagas.
“Gue cuma gak mau lo pergi,” tambahnya, lagi.
Allena menghempaskan kasar lengan Bagas. “LO EGOIS, BAGAS! LO BAHKAN TERUS BIARIN RASA ITU SEMAKIN MEMBESAR DENGAN SIKAP MANIS LO! LO PIKIR GUE GAK SAKIT?! SAHABAT MANA YANG TAHAN DIPERLAKUKAN SEMANIS ITU, HAH?!”
Setelah itu Allena langsung berlari meninggalkan Bagas. Allena memilih mendekati Alleta yang sedang sibuk dengan kegiatannya. Wajah Allena masam, tak ada senyuman, bahkan ia begitu mencerminkan sedang terluka.
“ARGH!!!” geram Bagas sambil menendang kerikil di depannya.
“Len, lo kenapa?” tanya Sekar sambil menghampiri Allena. Alleta menoleh ke Allena. Benar saja, gadis itu tak biasanya seperti ini.
“Gue gapapa,” ucap Allena singkat namun, Sekar dan Alleta malah saling pandang. Mereka yakin, ada hal yang Allena sembunyikan.
Bagas menghampiri mereka dengan wajah lesunya, hal itu semakin membuat Sekar dan Alleta saling menatap, aneh, tak biasanya mereka bertengkar sampai saling mendiamkan.
“Len,” panggil Bagas namun, Allena hanya acuh.
“Lena!” panggil Bagas lagi namun, Allena masih tak bergeming.
“Len, itu dipanggil Bagas daritadi,” ujar Alleta.
“Bodo,” ucap Allena dingin. Bagas menghela napas, ia memilih untuk menjauh dulu dari Allena. Melihat Elang dan papanya sedang bergurau, Bagas menghampiri mereka. Masih dengan wajah datar, matanya terus mengekori setiap pergerakaan Allena.
“Kenapa lo?” tanya Elang saat Bagas duduk di kursi sebelah kirinya.
“Gapapa.”
“Berantem sama Lena?” tanya Elang, Bagas mengangguk lesu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH!
Fiksi Remaja"Kaca yang telah retak memang tak bisa disatukan kembali. Sekalipun bisa, wujudnya tak 'kan seutuh dulu. Mudah rapuh, seperti kata maaf pada sebuah penyesalan." Setelah kepergian Papanya, sahabatnya, serta luka yang tak kunjung sembuh, lantas kerap...