Note : Sambil dengarkan lagu yang di link yang aku kasih di part 20 okay!
***
“Pergi kamu dari rumah ini!”
Deg. Hati Allena mendadak hancur mendengar perintah singkat Nadin itu. Selama ini, Nadin memang membencinya, tetapi Nadin tak pernah mengusirnya kecuali saat Rahman kecelakaan. Namun, detik ini Nadin mengusirnya tanpa sebab? Entah masih ada ataukah tidak rasa sayang Nadin untuk Allena.
“Ap—apa salah Lena, Ma?” tanya Allena sambil berlirih.
“Karena kamu itu cuma benalu di keluarga ini! Kamu yang udah menyebabkan keluarga ini hancur! Dan sekarang? Kamu sudah buat Al kehilangan masa depannya! Semua ini karena kamu, Allena!! Argh!!!” Nadin menjambak rambut Allena sekuat mungkin, tentu saja gadis itu meringis kesakitan. Di mana hatinya sebagai seorang ibu?
“Hiks … kamu udah buat semua yang saya punya menghilang dan hancur, Lena! Kamu memang anak tidak berguna! PERGI KAMU SEKARANG JUGA!!” bentak nadin sambil mendorong kasar tubuh Allena.
“Hiks … maafin Lena, Ma, hiks … Lena gak salah,” lirih Allena, berharap Nadin akan luluh namun, nyatanya wanita itu masih bersikukuh untuk mengusir Allena dari rumah ini.
“PERGI!!! SAYA BILANG PERGI DAN JANGAN PERNAH KEMBALI!!” teriak Nadin, lagi.
“Tapi Lena mau pergi ke mana, Ma? Lena gak punya siapa-siapa, hiks … Lena juga udah kehilangan semuanya,” lirih Allena, isakannya semakin terdengar jelas oleh Nadin, dan Nadin membenci hal itu.
"Terutama kehilangan kasih sayang mama," lanjut Allena dalam hati.
“Saya tidak peduli kamu mau pergi ke mana! Yang penting jangan pernah menampakkan diri lagi di depan saya!” Plak! Mungkin, itu tamparan terakhir dari Nadin sebelum Allena benar-benar meninggalkan tempat ini.
Fine. Allena pasrah sekarang, ia benar-benar melangkahkan kakinya menjauh dari rumah ini. Di sisi lain, Alleta sedang terlelap, ia mendengar suara keributan mamanya dan Allena, ia bergegas ke luar untuk mengecek keadaan. Benar saja, kembarannya itu tengah menyeret kaki menjauh dari rumah ini.
“LENA!!!” teriak Alleta, sangat keras. Allena menghentikan langkahnya, tanpa menoleh. Alleta berjalan cepat menghampiri kembarannya, ia memeluk gadis itu erat, tak mau kehilangan untuk ke-sekian kalinya.
“Lo mau ke mana? Hiks … jangan pergi,” pinta Alleta berlirih.
“Gue gak bisa, Al, gue udah gak bisa tinggal di sini, hiks … kita berpisah lagi gapapa, ya?” Hebatnya, gadis itu masih sempat tersenyum seolah menguatkan Alleta.
“GAK! GAK AKAN GUE BIARIN KITA BERPISAH LAGI! Hiks … lo harus tetap di sini!!!” Allena menghela napas, ia membalikkan tubuhnya menghadap Alleta.
“Lo jaga diri baik-baik di sini. Kalau mama nyakitin lo, lo minta tolong sama Bagas, dia orangnya baik kok,” ujar Allena, entah mengapa ia sulit untuk melanjutkan kalimatnya. Allena membungkuk, menyesuaikan dirnya dengan perut Alleta. “Baby, jagain mama kamu, ya! Kamu baik-baik di dalam sana. Maaf, tante gak bisa ada di sisi kalian.”
Sesak. Tentu saja. Bagaimana mungkin Allena harus meninggalkan Alleta dalam keadaan seperti ini. Namun, bagi Allena ini yang terbaik. Allena akan memulai lembaran baru tanpa sepeser pun modal yang ia punya.
“Jangan pergi, Len! Hiks … jangan tinggalin gue,” lirih Alleta, lagi.
“Gue akan baik kalau pergi dari sini, Al. Gue pergi dulu, ya. Sampaikan maaf gue ke mama, maaf belum bisa jadi anak yang baik.”
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH!
Fiksi Remaja"Kaca yang telah retak memang tak bisa disatukan kembali. Sekalipun bisa, wujudnya tak 'kan seutuh dulu. Mudah rapuh, seperti kata maaf pada sebuah penyesalan." Setelah kepergian Papanya, sahabatnya, serta luka yang tak kunjung sembuh, lantas kerap...