46 ♡ About Heart ❤

2.4K 222 18
                                    

Jangan lupa vote dan komen!!
Lagunya kalau bisa didengar yaa, biar feelnya sampai :')

-

Tawa lo cantik, Len, seolah lo benaran bahagia, tapi sayang … gue tahu itu cara lo melampiaskan luka.—Bagaskara.

-

-



“LENA SAYANG MAMA! LENA SENENG BANGET MASIH BISA DENGAR KATA ITU MESKIPUN LENA GAK BISA LIHAT!”

Deg. Perkataan Allena membuat batin Alleta semakin sakit. Ini semua salahnya. Ia yang mengajak Allena untuk pergi dari rumah itu, ia yang memaksa Allena untuk ikut, tetapi malah seperti ini kejadiannya.

Apa ini saatnya gue buat lo bahagia, Len? Buat lo bahagia, dengan cara gue sendiri, karena hanya itu yang bisa buat lo bahagia,” batin Alleta.

“Kak, bisa kita bicara berdua?” bisik Alleta pada Elang saat Alleta sudah melepaskan pelukannya namun, Nadin masih membelai rambut lurus Allena sambil duduk di pinggiran brankarnya.

Elang mengangguk sambil tersenyum. Detik itu juga ia berkata, “maaf semuanya, Elang mau bawa Al dulu, ada yang mau dibicarain berdua,” ujar Elang sambil menarik pegangan di kursi roda Alleta.

Ekhem! Aduh! Ini baru habis kecelakaan loh, Bang, udah mesra-mesraan aja,” cibir Allena yang berhasil mengundang tawa semuanya.

“Ye! Iri bilang, bos!” kekeh Bagas sambil mengacak-acak rambut Allena, sedangkan gadis itu hanya tertawa lepas dengan tatapan kosong dan pengelihatan hitamnya.

Tawa lo cantik, Len, seolah lo benaran bahagia, tapi sayang … gue tahu itu cara lo melampiaskan luka,” batin Bagas sambil memperhatikan wajah Allena.

“Mohon maaf nih ya, yang tadi nangis-nangis di depan ruang UGD juga bisa nemenin lo kok, Len,” ujar Elang, sontak Bagas menatapnya tajam seolah tatapan itu ingin membunuhnya, sedangkan gadis itu hanya terkekeh karena ia tahu siapa orang yang dimaksud.

“Yaudah yuk, sayang, kita keluar, banyak orang iri di sini mah,” ucap Elang, pipi Alleta bersemu seketika.

“Nak Febi, saya juga mau bicara sama kamu, tentang selama ini Lena udah tinggal di rumah kamu,” ujar Nadin tiba-tiba.

Febi pun terkekeh melihat wajah Bagas yang berbinar. “Mari, Bu,” ucap Febi.

“Lena, mama tinggal dulu, ya. Bagas, tolong jaga Lena dulu, ya,” ujar Nadin diangguki keduanya.

Nadin dan Febi telah berlalu, menyisakan Allena dan Bagas yang awalnya sunyi. Bagas mengambil kursi yang tadi diduduki Nadin untuk ia duduki, mengambil lengan kiri Allena, memainkan asal jari-jari lengan itu tanpa berkata apa pun. Allena sendiri baper dalam diam, hatinya seolah banyak kupu-kupu yang berterbangan ketika Bagas memperlakukannya semanis ini. Andai saja ia masih bisa melihat, pasti rona merah di pipinya sudah membuatnya malu di depan Bagas.

“Kayaknya mereka sengaja ninggalin kita buat berdua deh, Len, tapi gapapa sih, gue seneng malah,” kekeh Bagas tanpa menghentikan aktivitasnya memainkan jari tangan Allena.

Idih, kahayang maneh eta mah,” cibir Allena.

>> (Idih, maunya kamu itu mah)

Sejenak hening kembali. Andai Allena bisa melihat wajah kacau Bagas, pasti gadis itu sudah banyak bicara karena khawatir.

“Bagas,” panggil Allena.

“Hm?”

“Gak ada yang mau lo jelasin?” tanya Allena.

RAPUH! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang