47 ♡ Berjuang Untuk Ikhlas 🕊

2.5K 196 30
                                    

Jangan lupa vote dan komen!!

-

-

Di luar kamar rawat Allena, kedua pasangan ini sedang berbicara serius. Di taman lebih tepatnya, kedua insan ini menghabiskan waktu berdua usai kecelakaan dan kehilangan itu.

“Kamu kenapa? Dari tadi kayak ada yang lagi dipikirin,” tanya Elang ketika sudah sampai di kursi taman rumah sakit, tempat terindah Elang untuk menghabiskan waktunya dulu saat masih bekerja di rumah sakit ini bersama Febi.

“Aku mikirin Lena,” cicit Alleta.

“Kenapa?”

“Kalau memang itu cara satu-satunya buat dia bahagia, aku rela, Kak,” ujar Alleta. Elang mengerti ke arah mana pembicaraan Alleta.

“Tapi enggak harus kamu juga, Al, aku akan berusaha cari donor mata atau enggak nanti aku tanya ke temen-temen aku buat nyembuhin mata Lena. Gak harus ada korban kedua, Al,” ujar Elang. Ia bukan tak terima istrinya melaksanakan niat baiknya, hanya saja ia yakin Allena pasti akan semakin sakit ketika melihat Alleta di posisinya.

Gadis itu memang mudah rapuh, ia akan semakin rapuh ketika melihat orang-orang terdekatnya merasakan sakit yang ia rasakan.

“Tapi Lena butuh segera, Kak, apa lagi tadi kita lihat sendiri dia senang banget saat Bagas selalu ada di dekatnya,” ucap Alleta.

“Hanya itu yang bisa Al lakukan, Kak. Lagi pun, Al udah janji sama diri Al sendiri. Lena udah banyak menderita karena Al, mungkin ini udah saatnya Al balas kebaikan Lena. Al minta sama kamu, bantu Al untuk melaksanakannya, ya? Setelah itu, terserah keputusan Kakak mau gimana,” ucap Alleta. Elang hanya bisa tertunduk, tetapi bukan dirinya lagi ‘kan yang menangani orang yang ia sayang?

“Al, tapi kamu ‘kan baru aja abis operasi.”

Alleta tersenyum. “Kan enggak hari ini juga, tapi lebih cepat lebih baik. Lagi pun, operasiku tadi di perut, ‘kan?”

“Aku bantuin kamu, selagi belum ada pendonor yang tepat, aku akan terus berusaha buat cari alternatif pengobatan lain,” putus Elang yang tak tega dengan raut wajah Alleta.

“Makasih, Kak. Al sayang Kamu!”

Detik itu juga, jantung Elang seketika maraton, napasnya tersenggal mendengar perkataan manis Alleta.

Cup! Alleta mencium pipi kanan Elang yang berhasil membuat lelaki itu mematung dan hanya bisa menatapnya lama.

“Al.”

“Hm?”

“Jangan buat jantung gue maraton lagi. Baru aja beberapa jam lalu gue maraton takut kehilangan,” ucap Elang datar, sedangkan Alleta sudah terbahak mendengar celotehan itu.

“Tapi yang ini bukan takut kehilangan, ‘kan?” kekeh Alleta.

“Takut kehilangan nyawa, Al, kalau gini mulu dekat lo gue bisa mati kebaperan.” Elang ikut terkekeh. Sampai ia tak sadar ia mengganti panggilannya menjadi gue-lo.

“Mana ada mati kebaperan! Nanti arwahnya gentayangan minta tanggung jawab karena udah dibaperin gitu?” Alleta menaikan satu alisnya, membuat lelaki itu gemas dan langsung mengusap kasar wajah Alleta dengan lengan kekarnya.

***

Keputusan Alleta sudah tak bisa diganggu gugat. Elang tak bisa berbuat banyak, begitu pun dengan Bagas yang sudah diberi tahu oleh abangnya.

Malam ini ruang rawat Alleta didatangi Tania dan George, sambil membawa baju ganti untuk kedua putra mereka.

“Ma, maafin Al yang enggak bisa jaga titipan-Nya,” ucap Alleta sendu saat Tania memeluknya erat.

RAPUH! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang