39 ♡ Lonely💔

2.3K 236 21
                                    

Guys, enggak salah 'kan aku cuma minta votenya? Kalian hanya menikmati ceritanya tanpa disuruh bayar kok, aku cuma minta dihargai aja, hihi. Enggak susah 'kan cuma tekan bintang? 🙂

Happy reading! Semoga kalian tahu bagaimana cara menghargai karya orang♡🤗

-
-
-

"Kemarin tawa, sekarang luka. Kemarin bahagia, sekarang air mata." -Allena.

Allena hanya bisa pasrah mendengar jawaban Tania. Ia kembali pulang diantar Elang dan Alleta. Sebenarnya hampa, ketika orang yang selalu bersama lalui canda, tawa dan luka itu tiada lagi hadir dalam sapa. Meskipun sementara, tetapi Allena tak tahu ketika Bagas kembali lagi kelak, ia masih marah atau tidak dengannya, entah Bagas masih menganggapnya ada ataupun tidak.

"Bagas, lo di mana, sih? Jangan lama-lama ngilangnya, Gas, please, gue butuh lo," lirih Allena.

Di sisi lain, Nadin kini menyendiri tanpa kehadiran kedua putrinya. Sejak kejadian Alleta dilarikan ke rumah sakit, Alleta tak pernah lagi menemui Nadin. Sesakit itulah Nadin saat ditinggal Alleta. Anak yang ia rawat dengan kasih sayang penuh itu telah hancur, tak akan bisa kembali menjadi gadis kecil yang sering ia sayangi dulu. Bahkan, kini putrinya itu sudah tak peduli dengannya.

"Kalian apa kabar, nak? Kenapa gak ada yang pernah ke sini lagi?" gumam Nadin sambil melihat foto keluarganya.

Foto yang bahkan banyak sekali drama. Alleta yang duduk di tengah-tengah Rahman dan Nadin, sedangkan Allena hanya berdiri di samping Rahman, seolah tak dianggap ada dalam keluarga ini.

"Maaf mama egois. Ini yang mama gak mau, mama gak mau kalian berdua hancur. Sebenci apa pun mama pada kamu, Len, mama tetap gak mau kamu hancur, hiks ... tolong kembali, nak, mama kesepian," lirih Nadin.

Mungkin sedikit terlambat, karena kedua putrinya itu sudah memiliki kehidupan masing-masing. Alleta dengan suaminya, sedangkan Allena dengan pekerjaannya. Tanpa Nadin ketahui, kedua putrinya pun menahan rindu yang mendalam, tetapi mereka sepakat untuk tidak menemui Nadin dulu sampai ia benar-benar berubah. Mungkin sulit, tetapi apa salahnya untuk mencoba, bukan?

"Semuanya udah pergi, ya? Dan kamu, Bagas, kamu bilang kamu gak akan pergi kayak mereka, tapi nyatanya kamu juga ikut pergi?" gumam Allena sambil menatap foto Bagas yang ia ambil saat Bagas bermain futsal.

"Cepat pulang, Gas, jangan buat gue makin merasa bersalah."

Sedikit berubah dengan hari esok. Di mana Sekar tak lagi ada di sekolah ini. Kenakalannya yang sudah berkali-kali membuat pihak sekolah sepakat untuk mengeluarkan Sekar, sedangkan teman-temannya hanya dikenakan skors. Sekar yang sering membully sampai banyak dikenakan surap peringatan yang membuatnya tak mempan hingga pihak sekolah terpaksa mengeluarkan Sekar.

"Semuanya bakalan beda, tanpa Sekar, dan tanpa kamu ... Bagas," gumam Allena lirih.

"Kenapa semua kejadian sesingkat ini? Kemarin tawa, sekarang luka. Kemarin bahagia, sekarang air mata. Sampai kapan kedua untuk itu terus hadir silih berganti?"

Allena lelah, ia menidurkan kepalanya dengan bantalan kedua tangannya sambil menunggu guru selanjutnya datang.

FLASHBACK

"Tadi Bagas ke ruang kepala sekolah, Ma. Apa benar, Bagas mau pindah?" tanya Allena pada Tania.

Tania menghela napas berat. "Huh! Bagas itu keras kepala, Nak. Dia gak bisa dikekang. Dia akan terus asik dengan dunianya selagi masalah yang dia hadapi belum selesai. Dulu, saat mama dan Bagas masih tinggal di Jakarta dan papanya Bagas sudah terlebih dahulu tinggal di sini karena tugas, dia kekeuh pengin ke Bandung entah karena hal apa. Ternyata dia ada masalah sama teman sekolahnya, perihal keributan saat pentas seni katanya. Dia nekat pergi ke Bandung sendiri menyusul papanya dan juga Elang yang emang udah lama di Bandung. Mau gak mau, mama nyusul mereka dan menetap di sini," terang Tania, Allena mengangguk paham, Bagaimana jika Bagas tak kembali? Di mana pria itu saat ini?

"Ta-tapi Bagas bakal kembali 'kan, Ma? Hiks ... Lena merasa bersalah banget," lirih Allena.

"Untuk itu juga mama enggak bisa memastikan. Bagas sudah dewasa, papanya juga gak ngelarang dia untuk ke mana pun selagi yang dia lakuin enggak merugikan orang lain," ujar Tania, Allena semakin sesak, ia sempat berpikir Bagas tak akan kembali ke sini.

"Semoga ini cuma firasat Lena, semoga Bagas kembali lagi, semoga Bagas cuma nenangin diri," batin Allena.

"Lo tenang aja, Lena. Bagas udah bukan anak kecil lagi. Gue tahu dia sayang banget sama lo, dia gak akan lepasin gitu aja seseorang yang udah dia perjuangin. Kalau lo mau tahu, alasan dia pengin menetap di Bandung dulu tuh pengin cari lo," timpal Elang membuat Allena bernapas lega.

FLASHBACK OFF

Ini sudah hari ke-tiga Allena menginjakkan kaki di sekolah tanpa kehadiran Bagas. Pikirnya, dulu saja ia bisa tanpa Bagas, kenapa sekarang harus ketergantungan lelaki itu? Namun, nyatanya sangat sulit untuknya melangkahkan kaki lebih jauh tanpa kehadiran Bagas yang selalu menemaninya beberapa bulan terakhir.

"Len, udah gak usah sedih terus dong! Gue yakin Bagas pasti balik lagi, kok," ujar Riani sambil menghampiri gadis yang sedang termenung ini.

"Tapi sampe kapan, Ri?! Ini udah tiga hari Bagas pergi. Gue harus nunggu berapa hari lagi?!" ujar Allena dengan nada tinggi, Riani tersentak sesaat namun, ia mengerti keadaan Allena kini.

"Jarak itu bukan penghalang perasaan. Sejauh apa pun Bagas pergi, kalau hatinya masih buat lo, dia kembali satu tahun lagi pun perasaannya masih tetap sama," ujar Riani.

"Tapi bukan itu yang gue mau! Gue cuma mau dia ada di sini temanin gue tanpa perasaan lebih. Lo sendiri udah tahu 'kan kalau Alleta tuh kakak iparnya Bagas. Gue takut perasaan dia malah nyakitin diri dia sendiri," ucap Allena.

"Jujur gue sayang sama Bagas, tapi gue gak mau kalau akhirnya menyakitkan. Sampai kapan pun, memendam lebih baik untuk hal ini," ujar Allena, Riani mengangguk mengerti.

"Nanti, ada saatnya waktu mempertemukan kalian lagi. Dan saat itu, lo jelaskan baik-baik agar gak terjadi kesalahpahaman lagi," ujar Riani, Allena mengangguk sambil menghela napas berat.

"Gue gak tahu gue salah apa sampai takdir sejahat ini sama gue, Ri."

--

Luka, tawa, manusia memang tak ada yang bisa menebaknya kapan kedua unsur itu akan hadir. Namun, seiring dengan ikhlas, semuanya akan terasa ringan seolah tak ada yang terbebani. Meskipun Allena sangat rapuh, tetapi sepandai mungkin itu hanya ditunjukkan ketika ia dalam kesendirian.

Allena memetik bunga mawar di taman dekat rumah Dokter Febi. Mengambilnya, lalu membawanya ke dalam kamarnya. Ini sudah ke-lima kalinya Allena melakukan itu.

"Sudah ada lima, Gas, artinya sudah lima hari lo pergi tanpa kabar apa pun. Gue kangen, gue gak kuat sendirian lagi. Jangan lama-lama, tolong! Gue butuh lo banget," gumam Allena.

"Gue gak tahu sampai kapan lo akan pergi kayak gini. Yang jelas, lo harus tahu, rasa yang gue punya itu lebih besar dari yang lo punya, bahkan sebelum lo mengatakannya."

"Tapi gue sadar, gue hanya gadis sendu yang numpang tertawa lewat hadir lo. Dan kini, semesta benar-benar gak mengizinkan kita bersatu, bahkan untuk sekadar bersama pun rasanya sulit banget." -Allena Mutiara Agatha.

-

-

-

Part ini berisi tentang kesendirian Allena dulu okay.

Jangan lupa vote dan komennya!





RAPUH! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang