58 ♡ Truth 🕊

2.7K 199 15
                                    

Awas baper!

- - -

"Kalau memang ini yang terbaik, aku akan ungkapkan semuanya, Al." Perkataan Elang membuat Alleta menoleh. Tubuhnya bergetar, apa yang akan terjadi?

"Ma-maksud kamu?" tanya Alleta lemah.

"Kamu panggil papa dan mama Tania, aku ke Bagas dan Lena," ujar Elang, ingin segera masalah ini berakhir tanpa ada yang terluka.

"Dan lebih baik kita enggak usah saling ada rasa, Bagas ...," lirih Allena, sedari tadi pertengkaran itu terus berlanjut.

"Kalian enggak perlu saling menjauh, kalian enggak perlu saling melupakan, kalian enggak perlu saling menyakiti. Kalian bisa bersatu, kok," ujar Elang tiba-tiba. Kedua insan itu menoleh ke asal suara, sontak Bagas langsung melepaskan lengannya.

"Maksud lo?" tanya Bagas.

Elang memejamkan matanya sejenak. Meminta maaf kepada banyak pihak jika ia melanggar janjinya yang sudah mengungkapkan ini semua. Elang menghela napas berat, lalu kembali membuka matanya.

"Se-sebenarnya ... gue bukan anak kandung mama dan papa," ucap Elang. Bagas terkekeh, ia pikir Bagas sebodoh itu bisa dikelabuhi.

"Bercanda lo gak lucu, Bang," sarkas Bagas.

"Gue seirus. Lo bisa tanya usia pernikahan mama dan papa. Mereka menikah baru sembilas belas tahun lalu, sedangkan gue udah dua puluh satu tahun. So, gue bukan anak kandung mereka." Bagas menggeleng tak percaya. Pasalnya sejak dulu ia pun tak pernah tahu berapa usia pernikahan kedua orang tuanya. Namun, apa benar ucapan Elang tadi?

"Gue cuma anak panti asuhan yang terlantarkan dulu. Gue sempat mau dijual sama orang yang mengadopsi gue dulu. Di usia gue yang udah empat tahun, dan lo satu tahun ... saat itu lo belum tahu apa-apa, tapi gue masih ingat banget hal yang terjadi di masa kecil gue. Gue ditolongin papa George, dia baik banget, sampai mama Tania mau angkat gue sebagai anak angkatnya, tapi mama dan papa bilang ... mereka gak mau anggap gue anak angkat, melainkan sebagai anak kandung mereka meskipun gue bukan darah daging mereka. Orang tua kandung gue udah meninggal sejak gue masih bayi dan keluarga gue gak ada yang sanggup asuh gue, makanya gue dimasukin ke panti asuhan. Mama dan papa ... angkat gue jadi anak, kasih sayang mereka enggak pilih-pilih antara lo dan gue. Padahal gue tahu, gue hanya pendatang baru di kehidupan mereka. Tapi gue berterima kasih banget sampai detik ini gue masih bisa berbakti untuk balas budi ke mereka dengan keringat gue sendiri. Mama dan papa hanya punya satu permintaan, yaitu gak ada yang boleh tahu kalau gue anak angkat mereka, tapi untuk kali ini ... gue rasa udah seharusnya lo tahu, Gas. Gue bukan gak sayang lo, gue udah anggap lo kayak adik kandung gue sendiri. Ini untuk kebaikan lo juga, gue gak mau jadi penghalang hubungan lo sama Lena."

Bagas tercengang mendengar penjelasan Elang. Untuk pertama kalinya Elang berbicara sepanjang itu sejak kejadian masa lalu Elang dengan mantan kekasihnya. Namun, hal yang tak kalah mengejutkan ... saat Bagas mencerna perkataan Elang, detik itu juga air matanya menetes.

"L-lo ... bohong 'kan, Bang?" lirih Bagas.

Tania menghampiri dengan setengah terisak bersama George dan juga Alleta.

"Yang dibilang Elang benar, Bagas. Mama bukannya mau menyembunyikan, tapi mama udah sayang Elang kayak mama sayang Bagas. Bagas gak marah 'kan kalau mama baru bilang sekarang?" ucap Tania berlirih.

Bagas tak menjawab. Lelaki itu langsung memeluk Elang ala lelaki. Entah, ini bahagia karena ia masih ada celah untuk bersatu dengan Allena, atau justru ia sedih karena ternyata abangnya bukanlah abang kandungnya.

"Sorry, gue gak niat menyembunyikan, tapi hanya itu cara gue balas budi ke mereka yang udah banyak berjasa ke gue, Gas, gue harap lo ngerti," ujar Elang.

"Gue gak marah. Gue gak benci. Gue tetap anggap lo kayak Abang kandung gue sendiri, Bang! Hiks ..." Elang menepuk halus bahu Bagas agar kembali bangkit.

"Satu hal lagi ... saat mama senang sekali dan mudah menerima kehadiran Allena dan Alleta ... mama sangat ingin punya anak kembar perempuan. Sayangnya dulu mama sakit saat melahirkan kamu. Rahim mama terpaksa diangkat, dan keinginan mama untuk punya anak perempuan apa lagi kembar udah gak akan bisa terwujud," ucap Tania sendu.

"Beruntung mama punya dua anak lelaki yang dekat dengan cewek kembar. Mama senang, mama mendukung kalian karena perempuan yang kalian sukai adalah perempuan yang baik. Mama ingin kalian sama-sama bahagia," imbuh Tania.

Allena dan Bagas saling tatap, begitu pun dengan Alleta dan Elang. Alleta dan Elang memang sudah menerima satu sama lain sejak kesalahan itu. Namun, entah bagaimana ke depannya hubungan Bagas dan Allena.

"Mama juga senang lihat kedua anak mama dekat dengan lelaki yang baik dan bertanggung jawab seperti Bagas dan Elang," timpal Nadin.

Bagas tersenyum mengembang. Ia seolah mendapatkan restu dari para orang tua itu.

"Um, maaf ... Ma, Pa, Bang, makasih banyak atas penjelasannya. Bagas boleh minta waktu berdua sama Lena?" tanya Bagas ragu, sontak mengundang tawa banyak orang di sana.

"Yuk kembali ke tempat! Ada pasangan bucin yang belum puas berduaan," cibir George. Elang pun ikut terkekeh.

"Maaf banget nih maaf ... apa lagi Mama Nadin, pinjem anak gadisnya dulu sebentar, mau ngomong penting," ujar Bagas.

"Kami ngerti, Bagas. Udah, kalian selesaikan dulu masalah kalian! Kami kembali ke tempat tadi. Awas, ya! Jangan macam-macam sama anak gadis mama!" ujar Nadin sambil terkekeh dan melangkah pergi.

"Enggak macam-macam, Ma! Paling satu macam doang," ucap Bagas setengah teriak.

Bugh! Allena memukul bahu Bagas lumayan keras membuat lelaki itu meringis. Allena menggiring Bagas menuju taman di samping rumahnya agar jauh dari kumpulan ketiga keluarga itu.

Allena bersiul kecil sambil memandangi bintang yang bertaburan di langit malam di Kota Bandung ini. sedangkan Bagas, ia belum mengeluarkan sepatah kata pun untuk gadis ini, ia masih tersenyum sendiri sambil mengamati setiap inci wajah Allena.

Allena memainkan kukunya asal sambil mendaratkan tubuhnya di kursi taman seraya menunggu lelaki itu berucap.

"Mau lo atau gue yang mulai duluan?" ucap Allena memberanikan diri, karena sudah sepuluh menit mereka hanya terdiam.

Bagas terkekeh. "Gak sabar banget kayaknya yang mau dapat kepastian."

Bugh! "Nyebelin," gerutu Allena sambil memukul pelan bahu Bagas.

"Hm ... jadi?" tanya Bagas.

"Kita pacaran?" tanya Allena polos, Bagas menyentil kening gadis itu sambil terkekeh.

"Gue enggak mau pacaran sama lo, cuma buang-buang waktu."

-

-

-

Hayolo Bagas kenapa lagi? 😭

2 part lagi ending yuhu! Plisss, jangan jadi silent readers! Seenggaknya kalian bisa vote aku udah makasih banget❤

Um, barusan aku buka DM, ada penerbit yang nawarin RAPUH terbit. Dan ini udah ke-3 kalinya guys😭 semi mayor + 1 indie😭 gimana menurut kalian? Aku terbitkan sekarang atau tunggu banyak pembaca dulu? :'

Jangan lupa vote, komen dan share yaaa!!!

Thank you!

Jangan lupa baca cerita Dear, My Zaujati yaa!




RAPUH! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang