“Gue enggak mau pacaran sama lo, cuma buang-buang waktu.”
Deg. Allena seketika sesak dengan perkataan itu. Setelah semua perjuangan yang mereka lewatkan. Setelah semua kejujuran yang mereka dapatkan, persahabatan mereka akan berakhir seperti ini?
Bagas semakin terkekeh melihat perubahan raut wajah Allena
“Gue enggak mau pacaran, maunya langsung nikah,” bisik Bagas berhasil membuat Allena tersipu. Gadis itu memalingkan wajahnya untuk menutupi rona merah di pipinya.
Bagas mengambil lengan kanan Allena, bola mata keduanya beradu pandang cukup lama.
“Lo bisa marah kalau lo sakit hati sama gue, lo bisa pukul gue kalau lo kesel sama gue, tapi untuk pacaran … maaf, gue belum bisa, gue harus siapkan buat masa depan kita, Len.” Allena ternganga dengan perkataan ‘masa depan kita’ yang terlontar dari mulut Bagas. ia masih menatap bola mata itu sambil menunggu perkataan selanjutnya
“Gue gak bisa dikekang. Gue tahu apa yang baik menurut gue. Kita masih SMA, Lena, banyak kejadian yang pacaran sampai berakhir tragis karena gak bisa jaga pergaulan. Gue gak mau lo kayak gitu. Gue sayang sama lo, tulus. Tugas gue buat melindungi lo dan membahagiakan lo, bukan membuat lo sakit hati ataupun dirusak. Gue akan marah kalau milik gue diambil orang. Lo juga sama, ‘kan? Jadi, yang tadi gue ucapin … pacaran itu cuma buang-buang waktu. Lo percaya enggak, kalau takdir baik suatu saat akan datang?” imbuh Bagas sambil bertanya. Allena hanya mengangguk lemah, menunggu akhir dari perkataan lelaki ini.
“Kalau lo percaya akan ada hal yang baik datang … apa lo mau sabar dan nunggu? Nanti, Len, enggak sekarang. Nanti, ketika waktunya sudah tepat, ketika usia kita bukan lagi remaja labil, ketika kita sudah sama-sama siap hadapin semua hal tanpa ego, gue akan datang ke rumah lo, bawa kedua orang tua gue, dan jadikan lo pendamping hidup gue.” Allena sudah menangis dengan perkataan Bagas. ia sampai tak bisa berkata-kata lagi dengan penuturan bijak lelaki ini.
“Untuk sekarang … kita lewatin hari-hari kita seperti biasa, ya? Jangan pernah merasa sakit lagi karena enggak ada kepastian. Kalau udah saatnya … gue akan ungkapkan, Len. Gue bukan cowok puitis yang jago merangkai kata, semua perkataan gue murni dari hati gue. Lo mau ‘kan, nunggu gue sampai semuanya benar-benar siap? Lo mau ‘kan, nunggu hari di mana gue akan jadikan lo pendamping gue?”
Allena tidak bisa menjawab, ia memeluk Bagas dari samping membuat lelaki itu tersentak sesaat. Allena menangis dengan sandaran dada bidang Bagas.
“Semua ini lebih dari kata manis, Gas, hiks … makasih banyak buat semuanya … makasih … Lena akan tunggu Bagas kapan pun Bagas siap. Tapi Bagas janji, ya, Bagas jangan pernah pergi?” ujar Allena sambil mendongak sesaat.
“Gue enggak bisa janji. Karena, kita hanya punya rencana dan Tuhan yang punya skenarionya. Gue hanya bisa berusaha, buat selalu ada buat lo kapan pun lo butuh gue,” ujar Bagas.
Malam ini Allena benar-benar seperti bidadari yang terbang jauh ke kayangan. Allena terbang jauh dengan perkataan dan perlakuan manis Bagas. Tak ada yang menyangka, semua hampir selesai dengan air mata suka, bahkan luka itu sudah tertutup dan nyaris tak terbuka kembali. Yang mereka tunggu bukan hanya tentang waktu, tetapi juga takdir semesta dan rida Tuhan Yang Maha Esa.
“Jangan pernah cape buat nunggu ya, Len? Mulai sekarang, kita akan laluin hari ini, esok, dan ke depannya sama-sama. Tanpa kata pacaran, tapi suatu saat akan ada kepastian jika enggak ada takdir yang menyakitkan.” —Bagaskara Grigio Viridian.
***
Satu tahun sudah usai kejadian malam itu … malam di mana Bagas meminta Allena untuk menunggunya. Malam di mana Bagas memberikan ungkapan dengan sejuta teka-teki di dalamnya. Malam terindah sekaligus terkenang untuk Allena.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAPUH!
Novela Juvenil"Kaca yang telah retak memang tak bisa disatukan kembali. Sekalipun bisa, wujudnya tak 'kan seutuh dulu. Mudah rapuh, seperti kata maaf pada sebuah penyesalan." Setelah kepergian Papanya, sahabatnya, serta luka yang tak kunjung sembuh, lantas kerap...