23 ♡ Sosok Penolong🕊

2.9K 219 11
                                    

Allena membuka matanya perlahan, melihat sekelilingnya yang tak lain adalah sebuah rumah sederhana. Allena mengamati tubuhnya, bajunya bukan baju yang tadi siang ia pakai. Sungguh, pikiran Allena detik ini sudah kacau, ia hanya ingat pingsan di sebuah halte tadi.

Tak lama, seorang lelaki yang lebih dewasa darinya menghampiri, membawa makanan serta minuman ke arah Allena.

“Lo udah sadar?” tanya lelaki itu, Allena malah ketakutan dibuatnya.

“Lo—lo siapa?” tanya Allena gemetar. “Lo yang gantiin baju gue? Hiks … kenapa lo jahat banget!!!”

Lelaki itu menghela napas, sudah ia duga gadis ini pasti akan salah paham. “Lo tenang dulu, tadi gue temuin lo pingsan di halte, tadinya gue mau bawa lo ke klinik, tapi pakaian lo basah, dan gue memutuskan untuk bawa lo ke sini. Ini rumah temen gue, cewek. Dia yang gantiin pakaian lo, dia lagi ke luar sebentar, lo jangan mikir macem-macem, ini makan dulu, gue tahu lo kelaparan,” ujar lelaki itu. Allena masih tak percaya, ada orang baik yang masih mau menolongnya.

“Gue Elang Viridian, nama lo siapa?” tanya lelaki itu saat Allena mulai menyuapkan makanan ke mulutnya.

“Allena,” ucapnya singkat. Sejenak lelaki itu terdiam mengamati wajah Allena, sepertinya ia pernah menemui gadis ini.

“Viridian? Itu bukannya nama belakang Bagas? Ah, mungkin cuma kebetulan,” batin Allena.

“Gue kayak pernah lihat lo, tapi gue lupa di mana,” ujar Elang.

Allena berusaha mengingatnya, tetap saja wajah lelaki ini sangat asing baginya. “Kita gak pernah ketemu, mungkin orang yang lo maksud Alleta.”

Lelaki itu mengernyit, berusaha mengingat pun hasilnya nihil. “Lo—”

“Gue kembarannya Alleta,” ujar Allena, Elang mengangguk, masih berusaha mengingat semuanya yang benar-benar sulit untuk ia ingat.

“Kenapa rasanya wajah cewek ini gak asing bagi gue?” gumam Elang dalam hati.

Allena bersyukur Tuhan masih memberinya kesempatan untuk bernapas. Meskipun begitu, ia rindu sosok Bagas yang selalu menemaninya, yang selalu menjadi sandarannya namun, kini sosok itu tak lagi mucul di hadapannya.

“Terima kasih, Kakak dan Teteh sudah menolong saya. Terima kasih, sudah bersedia menampung saya,” ujar Allena pada Elang dan seorang gadis bernama Febi yang menolongnya.

>>Teteh : kakak perempuan dalam Bahasa Sunda.

“Sama-sama. Kalau boleh tahu, kenapa kamu pergi dari rumah? Kayaknya kamu masih usia SMA, ya?” tanya Febi.

“Iya, Teh, Lena masih SMA. Lena pergi diusir karena mama pikir Lena penyebab Al hamil.” Ucapan Allena barusan entah mengapa membuat Elang terbeku sejenak, kenapa firasatnya mengatakan bahwa ia dekat sekali dengan gadis ini?

“Yaudah gapapa, mulai sekarang kamu tinggal aja sama teteh. Teteh juga kesepian kok tinggal sendirian,” ujarnya sambil tersenyum.

“Tapi Lena nanti ngerepotin Teteh. Lena 'kan gak kerja, gimana Lena mau bantu Teteh?” ucap Allena.

“Kalau kamu bersedia, kamu bisa ikut teteh kerja di rumah sakit, teteh Dokter di sana, kalau kamu mau, kamu bisa bantu-bantu di sana.” Allena benar-benar bersyukur kali ini. Meskipun ia tak bisa melanjutkan sekolahnya karena suatu keadaan namun, ia masih bisa bertahan hidup untuk melanjutkan hidupnya.

“Lena mau banget! Hiks … makasih banyak, Teh.” Febi mengangguk, ia beralih untuk memeluk Allena, berusaha menguatkan gadis kecil ini.

“Aku masih dua puluh satu tahun, kok, kamu jangan canggung gitu, anggap aja aku kakak kamu, ya,” ujar Febi sambil tersenyum.

“Hm, kalau gitu gue pamit dulu, ya. Feb, titip dia, gue balik dulu,” ujar Elang lalu melangkah pergi ditemani Febi.

“Lang,” panggil Febi saat menjauh dari Allena.

Elang menoleh. “Lo udah temuin cewek yang lo maksud beberapa hari lalu?” Elang menggeleng, ia benar-benar tak mengingat kejadian itu.

“Lo harus cari tahu secepatnya, Lang, cewek itu pasti sakit hati dan kemungkinan terburuknya lo tahu sendiri,” ujar Febi, Elang mengangguk paham.

“Gue pergi dulu.”

Elang Viridian, sosok lelaki mapan dan mandiri ini terpaksa harus mengubah sikapnya karena keadian kelam masa lalunya. Ditingalkan kekasih untuk selama-lamanya membuatnya sempat depresi berat. Dari sanalah, penderitaan Elang yang sesungguhnya dimulai. Saat teman-temannya menjebaknya dalam gelapnya dunia malam. Ia ingat sedikit wajah perempuan yang menjadi korbannya itu, ia ingat betapa brengseknya ia namun, ke mana ia harus mencari perempuan itu?

***

Pagi ini, Bagas bersiul santai sambil melangkahkan kakinya dari perkarangan rumahnya. Ia melihat seorang lelaki baru saja pulang dengan wajah lesunya.

“Bang, baru balik?” tanya Bagas seolah menyapanya.

“Hm, semalem ketiduran di klinik gara-gara abis nolongin cewek,” ujarnya.

“Nolong cewek? Emang dia kenapa?”

“Katanya sih abis diusir sama mamanya. Yaudah, gue ke kamar dulu ya.” Bagas hanya mengangguk menanggapinya, pikirannya melayang pada sosok Allena, bagaimana kabarnya? Bagaimana jika gadis itu senasib dengan Allena?

Sesampainya di rumah Allena, Bagas tak menemukan sosok itu. Yang ia temui hanyalah pertengkaran, isakan, serta permohonan Alleta untuk mengubah jalan pikir mamanya.

Alleta melihat kehadiran Bagas, dengan cepat ia menghampiri lelaki itu. Masih sama seperti kemarin, mata yang sembab hanya mampu mengeluarkan buliran air mata yang tak kunjung menemukan titik henti.

“Bagas,” lirih Alleta.

“Hei? Lo kenapa nangis? Masih pagi, lo gak sekolah? Allena mana?” Bagas melontarkan banyak pertanyaan untuk Alleta, membuat Alleta semakin histeris.

“Tolong gue, Gas, hiks … cuma lo yang bisa nolongin gue.”

Bagas menghela napas berat. “Tolongin apa lagi, Al? Gue gak akan pernah bisa dipaksa buat nikahin lo,” ujar Bagas.

“Bukan itu, hiks … tolong, bantu gue cari Lena! Lena pergi, hiks … gue gak tahu dia ke mana.” Deg. Bagas membeku sesaat, jadi benar firasatnya tadi? Apa yang ditemui abangnya itu adalah Allena?

“Udah, lo tenang dulu, ya! Gue akan bantu lo cari Lena, gue juga gak mau Lena kenapa-kenapa,” ujar Bagas.

“Makasih banyak ….”

“Hm, lo udah tahu orang yang buat lo kayak gini?” Alleta menggeleng cepat.

“Kalau gitu, kita cari tahu. Di mana club yang lo datangi waktu itu?” Seumur-umur, Alleta hanya pernah menginjakkan kaki di club sebanyak dua kali, entahlah yang terakhir ia malah merasakan sebuah kecelakaan yang tak disengaja.

“Lo beneran mau bantu gue?” tanya Alleta, Bagas mengangguk tegas. Alleta memberi tahu semuanya, dari mulai hari dan tanggal, jam hingga apa saja yang ia lalukan di club itu.

“Secepatnya gue akan cari tahu itu.”

----

J

angan lupa VOTE, KOMEN DAN SHARE YAAAA💔

Thank you!!

RAPUH! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang