HAPPY READING!
____________________
Sekarang empat gadis dan lima anggota inti PHOENIX tengah menongkrong disalah satu sebuah kafe kekinian yang ada di Jakarta. Hingga satu meja berbentuk persegi panjang dipenuhi oleh mereka. Beberapa orang melirik menatap kumpulan anak muda itu karena suara berisik salah satu pria disana sedikit mengganggu telinga.
Adel bergerak gelisah. Beberapa kali Tassa mendengar sahabatnya itu menggerutu kecil menyumpah serapah nama Rena. Mungkin kesal karena Rena membatalkan janjinya karena mendapatkan kabar Mamanya pingsan di kamar mandi dan berakhir Adel serta Tassa dan Naya harus duduk semeja dengan anak PHOENIX plus ditambah satu orang gadis yang bernama Dini---pacar Bartan.
"Eh! Lo pada tau? Gue kemarinkan gendong sepupu gue yang masih bayi. Gue diberakkin euy! Parah banget tante gue yang enggak kasih tau kalau anaknya itu enggak pakai popok!" ujar Lanjar.
"Terus?"
"Bau tai lah gue! Terus, gila gue bawa mobil dalam keadaan bau begitu. Mana gue hampir mau ditilang sama polisi gara-gara bau. Gue malah di tuduh nyuri anak orang! Kampret emang tuh polisi," gerutu Lanjar dengan wajah kesal.
"Rasain!" ejek Bartan melempari kentang ke wajah Lanjar. Lalu lalu terkekeh geli.
Mereka tertawa mendengar cerita mengenaskan pria itu, kecuali Adel yang dasarnya tidak suka anak PHOENIX dan Denta yang menganggap garing cerita Lanjar. Alih-alih tertawa ia memilih menatap lekat Tassa yang duduk di depannya.
Teman yang baik adalah teman yang tertawa lebih dulu lalu datang mengulurkan tangannya.
Denta diam-diam tersenyum tipis melihat Tassa yang tertawa tanpa beban menanggapi lelucon Lanjar dan Rogas. Lelucon yang terdengar garing ditelinganya, namun mampu membuat Tassa tertawa lepas untuk pertama kalinya setelah kejadian memilukan yang terjadi di masa lalu gadis yang tampak begitu bahagia malam ini.
Memang benar Tassa tidak tertawa karenanya, Denta memaklumi itu karena ia sadar bahwa dirinya pria yang kaku. Tapi tawa gadis itu mampu melegakan hatinya dan begitu candu membuat Denta enggan mengalihkan pandangannya.
Naya berdehem pelan, "Gue ke kamar mandi dulu," pamitnya lalu beranjak ke kamar mandi.
"Omong-omong, lo kenapa bisa bareng cewek-cewek ini, Ta? Parah lo! Gaya sok jual mahal, eh taunya ajak jalan tiga cewek sekalian." Rogas berdecak menggelengkan kepala menatap Denta tidak percaya. "Mana Adel ngikut juga lagi. Lo mau nikung Tan---Akhh! Kampret!"
Tulang kering Rogas ditendang secara tiba- membuat sang empunya terperanjat kaget kesakitan. Bukan Denta yang dinyinyir yang menendang, melainkan Tandu yang tidak tahu masalahnya tiba-tiba mencari gara-gara.
"Apasih?! Sakit kaki gue, Sat!"
"Mending lo diem," balas Tandu menatap datar Rogas.
"Mulut gue, kenapa lo yang atur?!"
Di belakang sana Lanjar terkekeh geli, "Kayak enggak tau aja si Rogas. Tandu cemburu kali Gas, mangkanya gilanya kambuh."
Sindiran mahkluk hidup tidak berguna untuk Tandu itu membuat sang empunya mendengus kesal.
Adel bergedik ngeri, "Amit-amit! Nauzubillahminzalik," gumam Adel seraya mengetuk pelan kepala senyak tiga kali lalu beralih mengetuk meja.
"Gue bukan dedemit kali," ucap Tandu menyindir. Sikap Adel sungguh membuat Tandu tersinggung.
Adel memutar bola mata malas.
Tassa yang melihat interaksi itu mengerutkan kening, "Kalian kenapa?" tanya Tassa heran.
KAMU SEDANG MEMBACA
DENTARA(SELESAI)
Aléatoire"Setiap langkah, setiap detik, percayalah. Satu perlawanan dari seseorang sedikit pun akan aku pastikan hidupnya tidak tenang jika berani melukaimu." -Dentara Aksapranaja "Manusia itu hanya titipan. Mereka bisa saja kembali tanpa kamu ketahui, jadi...