Mata indah itu menatap sendu ke arah matahari yang mulai terbenam di arah barat. Matahari itu tertutup oleh asap yang di buat manusia. Tidak terlihat begitu indah seperti yang dilihatnya pada saat dirinya berlibur dulu ke pantai bersama kedua orangtuanya. Tassa Aideleid Melvaro, gadis itu merenung di balkon kamar yang baru ia tempati.
Flasback on
"Ayah, Bunda, coba lihat, deh!" tunjuk Acha kepada benda bersinar berwarna jingga yang mulai menenggelamkan diri diupuk barat. Saat itu umurnya hendak menginjak usia enam belas tahun.
Wira dan Dian mengikuti arah telunjuk Tassa. Seulas senyum terbit di bibir keduanya. Sekarang mereka tengah duduk di atas pasir putih dengan hamparan samudra dengan air yang berwarna biru dihadapan mereka bertiga. Ya, mereka tengah duduk santai di atas tikar di pantai.
"Cantik, ya," sahut Dian.
"Acha lebih cantik, Bunda!" seru Wira lalu merangkul Tassa. Acha tersenyum mendengar itu. "Matahari, sih lewat, menangan Acha. Lihat aja, tuh, senyumnya, aduh!" Wira mendramatis meletakan tangan kanannya tepat di dada, "bikin Ayah meleleh."
Tassa mengulum tawa melihat ayahnya mendramatis, "Ihh, Ayah lebayyy," ejeknya sambil memeletkan lidah.
Dian tertawa, "Nggak cocok, ah, Ayah gitu."
Wira berdecak. Ia berkacak pinggang menatap Dian dan Tassa bergantian, "Terus Ayah harus gimana?"
Mulut Dian terkatup rapat. Kedua suami istri itu saling melirik satu sama lain. Tanpa aba-aba mereka langsung menyerbu Tassa dengan gelitikan pada kedua pinggangnya.
"Ahahahha, ge-geli! Hahah A-ayah, Bu-bunda, hahah geli ...!" ucapnya susah payah.
Kedua orangtuanya tertawa. Lalu menjauhkan tangan mereka. Kedua paruh baya itu ikut berbaring di samping Tassa yang sudah berbaring di atas tikar. Menatap matahari yang terbenam di detik-detik terakhir.
"Tassa, jadi anak yang baik, ya? Jangan pernah tinggalin Bunda dan Ayah. Ayah dan Bunda sayang, Acha."
Flasback
Helaan napas keluar dari bibirnya bersamaan dengan jatuhnya air mata Tassa. Wajahnya kembali murung seperti tidak ada semangat hidup. Kedua tangannya mencengkram celana yang ia pakai hingga mengerucut kusut. Itu adalah hari terakhir mereka menghabiskan waktu bersama. Esoknya saat mereka ingin merayakan ulang tahun Tassa di Belanda, pesawat yang mereka tumpangi terjatuh.Dada Tassa rasanya kembali sesak mengingat kenyataan. Mengingat sekarang yang sudah berbeda jauh dan bahkan ia kehilangan segalanya. Harta yang Wira dan Dian tinggalkan tidak ada artinya dengan kepergian mereka. Tassa rela harus miskin jika kedua orangtuanya bisa kembali lagi.
Tassa hanya ingin Wira dan Dian.
CEKLEK
Di ambang pintu Denta terdiam menatap Tassa yang duduk di brankar menatap keluar jendela dengan tatapan kosong. Denta teringat ketika ia datang dengan Tassa yang ada di pelukannya kemarin sore dalam keadaan pingsan setelah mengunjungi makam kedua orangtuanya. Dalam keadaan pingsan pun Tassa menangis, Denta bisa menebak bagaimana rapuhnya Tassa.
Denta melangkah duduk di sofa menatap Tassa dalam diam tanpa berkedip. Hingga mata mereka bertemu ketika Tassa menoleh. Sepertinya gadis itu sudah menyadari keberadaan Denta. Hingga enam detik kemudian Tassa membuang muka lalu mengubah posisinya kembali berbaring dan membelakangi Denta.
KAMU SEDANG MEMBACA
DENTARA(SELESAI)
De Todo"Setiap langkah, setiap detik, percayalah. Satu perlawanan dari seseorang sedikit pun akan aku pastikan hidupnya tidak tenang jika berani melukaimu." -Dentara Aksapranaja "Manusia itu hanya titipan. Mereka bisa saja kembali tanpa kamu ketahui, jadi...