3.9 | PUPUS HARAPAN

2.8K 187 4
                                    

Hati-hati, typo bertebaran!
____________________________________________

"Hancur rasanya setelah tau apa yang terjadi."

-Tassa Aideleid Melvaro -

"Ja-jangan pe-pergi ...!"

"A-Acha?" Mata Denta melebar. Ia menegakkan tubuh menatap lekat ke arah Tassa yang membuka mata. "Cha ... Ka-kamu bangun? Ka-kamu dengar semuanya."

Tassa melemparkan bola mata ke arah Denta. Matanya terlihat berair dan bersiap meluncur ke bawah melewati bulu matanya. Dan ...

TES

Tassa menangis. Ia menatap Denta dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, "Ke-kenapa?"

Tenggorokan Denta tercekat hingga rasanya meneguk ludah saja bagai meneguk batu.

"Kenapa Kamu bohong? Aku udah percaya yang Kamu bilang kalau Aku nggak sakit, tapi sekarang apa ... Kamu ngomong sendiri," ucapTassa dengan pandangan kosong. Namun, air matanya tetap mengalir.

"Cha, maaf ...," Denta menatap lekat ke arah Tassa. Ia menarik tangan itu, menggenggamnya, "Gu-gue enggak bermaksud buat bohong, Gue cu-cuma ...,"

Helaan napas keluar dari bibir Tassa. Air mengusap pipinya, "Oma bilang, kemarin tulang rusuk aku sembuh," potong Tassa. Terlihat sekali bahwa gadis itu tidak ingin mendengarkan lanjutan ucapan Denta yang ia ketahui alasannya adalah dirinya sendiri.

Denta hanya diam menatap lekat ke arah Tassa.

"Apa penyakit Aku, Ta? Aku mau tau." Tassa menatap Denta. Tangan keduanya masih bertautan.

"Cha ... Lo belum makan kan? Gue pa-"

"Jawab aku, Ta!" tukas Tassa. "Aku mohon ...," timpalnya menatap Denta penuh harap. Kini bergantian, Tassa menarik tangan dan menggenggam tangan Denta, "Aku mohon kasih tau aku, Ta. Jangan bohong lagi."

Mendengar kalimat terakhir itu membuat Denta terasa tertampar oleh kenyataan. Ia membohongi Tassa dan memberikan harapan yang tidak bisa ia ubah walaupun monyet bisa berjalan seperti manusia. Ia menunduk, "Leukemia," ucapnya. Ia mendongak menatap Tassa.

Tubuh Tassa menegang. Jantungnya berdetak cepat dari biasanya, "Huh, leukemia?" beonya sembari tertawa hambar.

Ia melempar mata ke sembarang arah menatap sekitar, menhindari tatapan Denta. Namun tidak bisa, ketika ia berniat ingin menyembunyikan rasa sedih, tubuhnya bereaksi. Bibirnya bergetar, hidungnya mulai memerah dan matanya kembali berkaca-kaca.

"Kenapa?" Lagi-lagi Tassa tertawa hambar.

Denta yang melihat itu jelas ikut merasa sedih. Ia tahu, Tassa berusaha tetap kuat namun tubuhnya bereaksi natural dan ingin menunjukan perasaan nya.

DENTARA(SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang