PRANKKK!
Denta yang tengah mengobrol bersama Bartan di depan toilet menoleh ke arah belakang ketika tanpa sengaja mendengar suara pecahan kaca cukup keras di telinganya.
"Ta," gumam Bartan menatap lekat mata Denta cukup lebar.
Sesaat keduanya saling menatap satu sama lain. Detik berikutnya Denta berlari cepat ke sumber suara dan di ikuti oleh Bartan yang berlari di belakangnya. Kaki panjang kedua pemuda itu senantiasa melangkah lebar--menciptaptakan suara senada di setiap ubin putih mengkilap di bawah mereka dan berhenti di sebuah ruangan luas yang kosong yang tidak jauh dari toilet tadi.
"Kosong, Ta ...," lirih Bartan dengan dada naik turun dan napas tidak beraturan.
Tidak ada tanggapan dari Denta. Pemuda itu melangkah ke arah jendela kaca yang pecah dengan pecahan kaca menyebar di bawah jendela. Ia berjongkok mengambil satu pecahan sebesar dua jari, menatapnya lekat. Kepalanya kembali menoleh ke arah jendela. Denta menunduk menatap ke bawah. Ia terdiam sesaat.
"Kaca ini sengaja dipecahkan, kayaknya." Bartan mendekat.
"Bukan kayaknya. Tapi sudah." Denta menatap Bartan serius dengan tatapan berbeda, semacam kecewa. Tanpa sadar ia mengeratkan genggaman pada pecahan kaca itu ke dalam gengamannya.
"Lo yakin ini dilakukan secara sengaja? Kalo iya, mereka sudah merencanakan semuanya dari awal." Bartan memutar pandangan menatap ruangan itu. Kakinya bergerak melangkah ke sembarang arah.
"Kita udah tahu siapa dalangnya. Penghianat itu akan gue buat menyesal karena udah berani main-main sama kita."
Denta menghela napas kasar sembari menjatuhkan pecahan kaca itu. Meninggalkan luka kecil pada telapak tangannya yang mengeluarkan sedikit darah segar. Alih-alih membersikan telapak tangannya, Denta mengambil tissue dari dalam jas lalu mengusapnya pada serpihan kaca yang tajam yang masih menempel pada jendela. Ia menatap tissue yang terdapat bercak darah yang ia pegang dan kembali memasukannya ke dalam saku jasnya.
"Denta!"
Seruan Bartan membuat Denta menoleh.
"Ada surat!"
Denta melangkah lebar ke arah Bartan. Tanpa ba bi bu, Bartan langsung memberikannya pada Denta. Mendahulukan ketuanya untuk membaca apa yang ia temukan.
"Seekor burung api masih bertengger di atas ranting untuk mengawasi pergerakan seekor harimau yang sudah berlari jauh."
"Lakukan apa yang seharusnya dilakukan. Karena tidak semua yang direncanakan bisa sesuai dengan isi skenario alam."
Bartan menatap Denta.
"ACHA!"
Detik berikutnya Denta berlari cepat keluar ruangan. Ia berlari ke aula, menghampiri kedua orangtuanya, "Bun, Yah, ada liat Acha?" tanyanya tidak sabaran.
Alih-alih menjawab, kedua paruh baya itu menatap aneh anaknya.
"Bukannya Tassa sama kamu?" Dinar bersuara.
"Satu jam yang lalu, iya. Tapi Denta nggak liat Tassa lagi setelah Denta di panggil Pak Dirga, rekan kerja Ayah," balas Denta melemparkan bola mata ke arah Danu.
"Bunda sama Ayah juga enggak liat Tassa. Kita dari tadi disini sambil ngobrol sama mereka," tunjuk Dinar ke arah beberapa sepasang paruh yang duduk satu meja dengannya. Denta melempar mata.
Jawaban Dinar membuat Denta merasa kecewa. Namun, tak ayal ia tatap mempertahankan ekspresi ketika tatapan rekan-rekan ayah yang mentapnya.
"Ya udah, Denta permisi ke Oma dulu," pamit Denta. Setelah itu ia melangkah pergi ketika mendapatkan anggukan dari Dinar dan Danu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DENTARA(SELESAI)
عشوائي"Setiap langkah, setiap detik, percayalah. Satu perlawanan dari seseorang sedikit pun akan aku pastikan hidupnya tidak tenang jika berani melukaimu." -Dentara Aksapranaja "Manusia itu hanya titipan. Mereka bisa saja kembali tanpa kamu ketahui, jadi...