4.7 | UNEXPECTED

2.3K 158 30
                                    

⚠T Y P O B E R T E B A R A N⚠

H A P P Y R E A D I N G
.
.
.
"Mau bagaimana pun sulitnya, tidak ada kata menyerah untuk sosok yang begitu berharga."

Suara gemericik hujan yang lebat bersentuhan dengan aspal terdengar jelas. Beberapa orang tampak berteduh di halte karena tiba-tiba turun hujan lebat dan tidak sedikit dari mereka yang berjalan di bawah hujan dengan payung di tangan kiri.

Seorang pemuda berlari cepat tanpa payung atau jas hujan, membuat orang yang melihatnya merasa heran dengan keberanian pemuda itu menembus hujan. Bukan karena apa, hanya saja ini hujan pertama setelah kemarau. Kemungkinan besar hujan pertama setelah kemarau ini kurang baik untuk kesehatan.

Ketika kaki itu menginjak genangan air, air menyembur dan berpencar. Langkah besar itu terus berlari, mengabaikan hujan yang turun dengan lebatnya. Denta, pemuda itu tampak tergesa-gesa. Suara napasnya yang memburu tidak begitu terdengar jelas karena suara hujan. Bajunya basah kuyup hingga bentuk tubuh atletisnya tercetak jelas.

Ia menghentikan langkah satu detik ketika melihat rumah sakit yang ia tuju berada di sebrang jalan. Kakinya membelok, berniat menyebrang jalan. Tanpa menoleh ke kiri maupun kanan, Denta langsung berlari. Denta pikir, menyebrang karena jalan yang lengang itu memberinya kemudahan. Namun, nyatanya, sebuah mobil putih melaju dengan cepat ke arahnya membuat Denta menoleh dan mematung menatap lekat mobil itu. Mulutnya terbuka sedikit dengan mata perlahan melebar dan ...

BRUKK

CITTTTT!

Denta terjatuh di atas aspal. Kedua telapak tangannya bertumpu pada aspal yang basah. Jantungnya berdetak cepat dengan raut wajah syok yang ia tampilkan.

Hampir saja

"MAS! KALAU NYEBRANG LIHAT-LIHAT DONG! MAS ENAK KALO KETABRAK, LAH SAYA BISA MASUK PENJARA!" bentak seorang pria. Ia menyumbulkan kepala melalui jendela, menatap kesal Denta.

Denta menghembuskan napas kasar. Ia berdiri, menatap pria itu, "Maaf, Pak, saya kurang hati-hati. Permisi."

Setelah mengucapkan itu Denta langsung berlari menuju rumah sakit.

Ketika tiba di bangunan itu, banyak pasang mata yang menatap ke arahnya. Pasalnya, penampilan Denta tampak begitu kacau, baju yang kotor dan basah, rambut yang acak-acakkan, serta luka lebam di sekitar wajahnya membuat Denta seperti seorang gembel yang baru saja dikeroyok. Hanya saja, gembel yang ini terlihat berbeda karena tampan.

Mengabaikan semua tatapan itu, Denta terus berlari menyusuri koridor. Langkahnya berubah lesu, raut lelah tergambar jelas diwajahnya. Semua orang yang ada disana menatap Denta dengan bola mata yang berair dan pipi yang basah. Kecuali Opa dan Ayah Denta--Danu.

"Ayah, Bunda, Acha, istri Denta, ke-keadaannya gimana?"

Dinar yang sudah menangis banjir air mata menghampiri Denta dan langsung memeluk erat anaknya. Meletakan dagu di atas bahu Denta, dengan bahunya yang bergetar hebat menandakan bahwa wanita paruh baya itu kembali menangis.

"Denta, sayang ... Kamu kemana aja, Nak, Tassa butuh kamu, kamu kenapa hilang? Bu-bunda panik karena kami nggak datang-datang, Bunda takut terjadi apa-apa sama kamu, Denta ...!" ucap Dinar sambil terisak.

"Bunda ... gimana keadaan Acha?" tanya Denta melirih.

Dinar berhenti terisak. Wanita paruh baya itu diam.

"Bunda? Denta nanya."

"Tassa ... dia ...," Dinar melepas pelukannya, menjauhkan diri dari Denta dan beralih menatap jendela yang terdapat kaca di atasnya. "Me-menantu Bunda nggak baik-baik aja, Nak." Dinar mengibarkan tangan ke arah Denta, "Sini."

DENTARA(SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang