Enambelas🌼

81.7K 7.2K 320
                                    

Mental harus sekuat baja.
syahfa
•••••

*H A P P Y R E A D I N G*
_____________________________________

Syahfa berjalan dibelakang Nino, mata nya mampu menangkup keluarga besar yang sudah duduk disana. Sontak mata mereka semua tertuju pada Syahfa. Menatap Syahfa dengan tatapan menusuk andalan mereka. Alhasil Syahfa menyalami satu persatu om dan tante nya dengan senyuman yang tak memudar sedari tadi.

Syahfa duduk di samping Rika, sementara papa nya duduk di ujung kursi. Nino yang akan memimpin acara malam ini.

"Sebelum makan malam kita mulai mari kita mengirim kan doa dulu untuk Alm. Sahril, Sang ayah kita tercinta, Al-fatihah." Sontak mereka semua membacakan al-fatihah dan membaca kan doa.

Terlebih Syahfa, gadis itu terlihat sangat khidmat. Hampir saja air mata nya menetes. Tentu saja, hanya kakek nya yang bersikap baik pada diri nya. Kakek nya yang begitu sayang pada nya. Namun, ia terlebih dahulu di panggil oleh sang pencipta. Kadang Syahfa berfikir dunia tidak adil, mengapa orang-orang yang sayang sama Syahfa selalu diambil begitu cepat.

"Baik, untuk mempersingkat waktu, langsung saja kita mulai acara makan malam ini. Sebelum nya mari kita berdoa terlebih dahulu." Seru Nino, sontak mereka pun berdoa dan di pimpin oleh Nino.

"Silahkan di makan dengan nikmat." Seru nenek nya pada mereka semua. Sontak mereka memulai makan makanan yang tehidang besar di atas meja makan.

Zena tersenyum. "Ibu seneng banget kita semua kumpul, lihat cucu-cucu ibu."

"Syahfa... Wahh sudah besar aja ya kamu. Perasaan kemaren masih kecil, masih main masak-masakan bareng Vino. Makin cantik aja ya Syahfa." Ucap Om nya, suami adik pertama papa nya.

Syahfa terkekeh. "Om bisa aja." Ujarnya.

"Cantik dari mana nya? Kalau dibandingin sama anak-anak seumuran dia ya kalah jauh. Banyak anak gadis yang cantik di luaran sana." Celetuk Salah satu tante nya, Spontan Syahfa tersedak. Ini baru awal.

"Jangan jauh-jauh mbak, kalau di bandingin sama Ivon aja masih kalah jauh." Desis Tante nya bermaksud menyanjung anak nya. Ivon, gadis yang juga seumuran dengan Syahfa.

"Ya kalah jauh lah, orang dekil gitu." Cibir Ivon mencentil-centil kan jari-jari tangan nya yang terdapat kuku-kuku palsu yang cantik.

"Lo jurusan apa?" Tanya Vino ngegas.

"IPS." Jawab Syahfa singkat.

"Pfttt." Sontak Vino tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Syahfa.

"Bodoh banget Lo Fa, kaya gue dong MIPA A1." Vino membusung kan dada nya.

"Dia memang gitu Vino, walaupun udah belajar sekeras apapun memang dasar otak nya gak nangkep ya mau gimana, tau dia cuman cowok doang." Sahut Rika.

"Serius Tan? Pantes sih nampak banget dari cover nya kalau dia centil." Cibir Difa, gadis itu sudah kuliah. Syahfa masih berusaha memakan makanan nya dengan nikmat, walaupun sebenarnya ia tak mampu.

"Makin kesini makin susah dia di didik. Udah berani keluyuran malem, saya juga udah malas ngurus dia. Pembangkang, susah di atur, lebih enak ngurus si Razan." Sarkas Nino.

"Ya ampun ngeri banget ya, mau jadi apa kamu Syahfa? Jadi cewek itu harus jual mahal. Jangan kecentilan sana sini, murahan deh kalau kaya gitu." Ucap tante nya.

"Beda sendiri ya dia, nurun siapa sih? Keluarga kita gak ada yang seperti dia. Pinter-pinter juga kan? Papa nya juga gak kaya dia." Ujar om nya, Syahfa memilih tak melanjut kan makan nya menunduk kan kepala nya pilu.

"Ya nurun dari ibu nya, sifat nya aja gak ada cerminan dari keluarga kita. Kalian lihat ibu nya, toh Ibu nya gak pinter kan." Maki Zena. Syahfa tak kuat lagi menahan air mata yang sedari tadi ia tahan. Air mata itu sontak menetes dan membasahi dress yang ia kenakan. Syahfa meremas rok dress nya dengan kuat, berusaha menahan rasa sakit di hati nya.

Kalau hanya Syahfa yang di hina tak masalah. Namun, Syahfa tak bisa kalau sudah menyangkut masalah ibu nya. Ibu yang selama ini sudah mengurus dan menyayangi diri nya. Bagi Syahfa ibu nya pintar dalam segala-galanya.

Mereka memang tak suka dengan Ibu Syahfa. Dikarena kan ibunya berasal dari keluarga yang tak berada, tak sebanding dengan mereka yang berkecukupan. Nenek nya memang juga tak setuju Papa nya menikah dengan ibu nya. Ditambah, mereka fikir ibu kandung Syahfa tukang menghabiskan uang, suka berfoya-foya. Padahal perkataan mereka tak sesuai dengan fakta. Bahkan ibu nya meninggal pun mereka tak ada yang datang menemui untuk terakhir kali nya.

Seseorang mencengkram erat tangan Syahfa hingga Syahfa yang tadi nya menunduk langsung menoleh pada nya.

"Ayo!" Ajak nya.

"Bima keluar sebentar ya." Izin Bima pada memandang mereka, tanpa menunggu jawaban dari mereka, Bima langsung beranjak dari sana membawa Syahfa Berjalan keluar menuju motor Vespa milik nya.

"Kita mau kemana bang?" Tanya Syahfa pada Abang sepupu nya itu. Menurut Syahfa memang Bima yang selama ini bersikap baik pada nya. Diantara sepupu-sepupunya hanya dia lah yang paling dewasa.

"Hmm kemana yaaa, aang bawa muter-muter Jogja aja, mau?" Tawar Bima.

"Mauuu!!" Seru Syahfa bersemangat.

"Hapus dulu air mata nya." Suruh Bima, Melihat sisa-sisa air mata yang membekas disana. Spontan tangan Syahfa terulur menghapus air mata itu.

"Nah gitu dong!"Ucap Bima membuat Syahfa tersenyum. "Nih, pake." Bima menjulur kan helm bogo itu pada Syahfa. Syahfa meraih nya dan memasang helm itu pada kepala nya.

"Naik." Titah Bima yang sudah menangkring pada Vespa nya. Syahfa mengangguk, dan langsung menaiki Vespa itu.

"Bisa?" Tanya Bima memastikan.

"Bisaa."

"Okey cuss berangkat!!" Seru Bima.

"Cussss!" Sahut Syahfa bersemangat.

Bima mengendarai Vespa itu dengan kecepatan sedang. Menyusuri jalanan yang terlihat cukup ramai. Mata Syahfa tak henti-henti nya menatap sekeliling. Melihat pemandangan-pemandangan yang membuat hati nya terasa lebih sejuk dari sebelumnya.

Senyuman terukir indah di bibir Syahfa. Sesekali Syahfa merentang kan tangan nya. Menikmati udara segar dan angin malam yang menerpa, untung saja Syahfa memakai baju lengan panjang.

30 puluh menit sudah Bima membawa Syahfa berkeliling. Dan akhirnya Bima memarkir kan motor nya pada sebuah jalanan yang terdapat foodcourt. Terdapat banyak sekali kuliner yang mampu membuat mata Syahfa berbinar.

Syahfa turun dari Vespa itu, melepas kan helm nya dan memberikan nya pada Bima.

"Rame ya bang." Gumam Syahfa.

"Kamu mau makan apa?" Tanya Bima yang berdiri sejajar disamping Syahfa. Pria itu cukup tinggi, Syahfa saja hanya sebahu nya.

"Gak tau, bingung."

Bima terkekeh. "Yaudah kita jalan aja dulu, telusurin. Nanti kalau Syahfa mau makan itu baru kita mampir." Bima menyimpul kan.

"Eh tapi bang, Syahfa gak bawa uang." Ujar nya kelewat jujur.

Bima tertawa geli.

"Lah, malah ketawa."

"Kamu itu lucu ya, abang yang teraktir tenang aja, Syahfa." Jawab Bima dengan sisa-sisa tawa nya.

Syahfa mengangguk malu, melangkahkan kakinya berjalan beriringan dengan Bima. Menyusuri lorong Stan makanan itu.

____________________________________

Thankyouuu for reading ❤️
Yuk VOTMENT!

See youu....

Salam sayang.

AKASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang