Manusia terlahir menyapa bumi, segala peristiwa penuh luka pun duka terbagi hingga dilapap bumi, Hidup maupun mati datang berdampingan layaknya roda bumi yang berputar pada porosnya. Pun dari segala banyaknya luka, duka, pun petaka tak selamanya terkurung dalam lara yang menyiksa. Derita yang memporak-porandakan isi hati, tak selamanya menyapa diri. Namun rupanya, banyak rasa yang telah dilalui, semeta hanya ingin menguji dirinya. Barangkali semesta hanya ingin membuat manusia lebih menjadi kuat kendati harus babak belur dengan realita yang dihadapi. Meski nestapa yang mengunjungi tak hanya membuat luka, hanya saja ada deburan makna tersembunyi didalamnya.
Derai layaknya hujan merembes, menggenang membasahi pipi bersamaan dengan tubuh yang membatu hingga merasakan gada raksasa yang menghantamnya lalu menghancurkannya tanpa kepingan yang tersisa, lagi. Rasanya teramat sesak, bahkan ia tak tahu bagaimana cara bernafas lantaran separuh oksigen berhasil meluruh dalam satu waktu. Hancur berkeping dihamparan permata luas, kubangan lara menyiksa, pun masih bergelora. Layaknya seperti sel aktif yang mengakar tumbuh bercabang dalam tempurung kepala, semuanya mendadak keruh—bahkan kelewat keruh.
Catatan pertama serupa dengan ulasan kata pertama. Serupa, hingga tak pernah terlupa dalam isi pikiran yang tengah bergolak. Rembulan yang berlabuh, sinar benderang, pun gugusan bintang dibalik awan nampak menerangi. Namun, kita tak pernah tahu, dari segala indahnya cakrawala berpijak diangkasa beserta cahaya yang menggantung diatas sana, menyimpan peristiwa kelam—penuh kelabu pekat yang membelengu.
Menyapa lajur kebahagiaan yang telah menanti pun di nanti pada akhirnya rintangan kembali menghajar tanpa iba, menghancurkan segenap jiwa yang dimiliki sebab semesta yang tak berhenti menghujami beribu ujian, hingga tak terhingga dalam porsi—hitungan jari. Sesaat awan putih menari diatas sana, langit kembali berubah kelam. Meredup lagaknya tak ada sumber cahaya yang berpijar bersama dengan kegundahan yang mengimbangi relung hati.
Harapan serintik datang, menghampiri, pun menjemput melalui uluran tangan yang kapan saja akan digapai lalu digenggam. Kendati pada kedua kalinya, harus luruh. Terasa tetesan embuk yang menghalagi retina itu adalah air mata yang mengalir membentuk anak sungai yang gencar berjatuhan tanpa henti. Menumpahkan buliran bening menyapa permukaan bumi, berkalaborasi dengan tumpahan darah pekat yang mengalir deras. Sampai kapanpun, perjuangan adalah hal yang paling berharga, sehidup pun semati. Barangkali takkan pernah tersemat kata menyerah begitu saja yang melampaui batas jiwa.
Gemuruh tembakan menggema. Menghantam seluruh jiwa nyaris meluruh. Saling beradu seisi lingkup gudang terpencil, saling melucutkan peluru, dentuman senapan mendominan terdengar. Bahkan bunyi riuh hiruk-pikuk kota diluar sana lebih berkalaborasi dengan suara tembakan yang bergelora tiap sudut ruang. Luka seluruh tubuh menceritakan sejarah kelam yang kian berlangsung, ledakan terus terdengar riuh beserta tempurung kepala keruh yang mendominasi. Sepasang rungu berdengung kencang akibat gaungan tertampar oleh ledakan.
Bersembunyi dibalik bangunan-bangunan terpencil hingga bilik pun telah menjadi persembunyian akibat menghindari serangan tembakan senapan. Gemuruh gundah menggores diri, keringat dingin perlahan membanjiri. Mendadak kepalang cemas akibat kejadian tak terprediksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐎𝐍 𝐀𝐌𝐎𝐔𝐑
PoetryHighest Rank : 1# Btsimage 1# Kpopfanfiction Genre : Romansa - Drama Rahasia-rahasia dipendam, terkubur jauh bersama kehidupan kelam. Rahasia adalah sebuah kunci sebagai jawaban untuk orang yang memilih bungkam, melindungi semuanya. Kalimat tanya be...