Menggeledah ruang ilusi yang nyaris sudah lama tak terjamah, tenggelam layaknya tak dapat bangkit ataupun terbebas dari jeratan lara yang mengelilingi satu objek. Menemukan titik gravitasi hingga tak dapat terlihat bagaimana kilau terang benderang menyorot membuat sepasang pupil membuta dalam sekejap. Kepalanya berangsur pening yang begitu berkedut nyeri. Terlepas dari ilusi yang mengitari, sepasang tungkai diatas sepatu putih itu telah lama ingin berlari menghindari segala macam seruan bebas yang mendobrak gendang telinganya. Mengiris berulang kali menepis segala pulau yang menghantui untuk menjatuhkannya pada dasar jurang yang teramat menyakitkan.
"Jungkook-ah! Jangan tinggalkan aku!"
"Tidak, Ji. Aku tidak bisa. Aku akan tetap pergi."
"Andwae! Kubilang berhenti sekarang juga! Ya! Jungkook-ah! Dengarkan aku!"
"Jungkook-ah kumohon! Jangan pergi."
"Aku harus pergi, Ji. Selamat tinggal. Aku akan menjumpaimu lain waktu. Percayalah kita akan bertemu lagi, tak usah khawatir."
"Andwae! Andwae! Andwae Jeon Jungkook! Ya! Bodoh!"
Jina berangsur menggeleng mematahkan seruan menggelegar memehuhi sepersekian kadar volume tempurung kepala yang terasa mendesak untuk dipenuhi berbagai aksara yang melintasi. Untuk kesekian kalinya suara samar menginsterupsi penuh yang beradu selayaknya serupa seperti kaset usang berputar. Hingga relung hatinya terasa dipenuhi oleh sesak, kepalanya berdentum tak karuan. Kepanikan kian merajarela memehuni segala pola pikirnya atau barangkali telah terbuai oleh gelebah yang terus berputar riuh dibawah sana.
Tubuhnya berangsur bergerak meliputi sebagian sisi kasur hingga nyaris terjerembab diatas permukaan lantai berubin beserta setangkum penggalan gumam kata yang tak terlepas berkumandang melalui labiumnya tanpa memperdulikan tirai mata tertutup rapat untuk tetap enggan menyaksikkan sinar mentari yang telah menunjukkan kesilauannya ditengah bumantara. Bahkan Jina telah melupakan semilir angin yang mengitari lingkup hingga menulikan suara burung yang menggelegar diluar sana.
Andwae. Itu takkan pernah terjadi. Siapapun tolong aku. Jungkook-ah, kumohon. Tolong aku. Keluarkan aku.
Detik berikutnya ilusi dibawah bawah sadarnya dihamtam kuat oleh berbagai rentetan hingga sepasang kelopak itu bergerak terbuka. Kesadaran berada diambang ilusi gila yang tak pernah ia inginkan untuk terjadi kembali masuk dalam raga meskipun belum sepenuhnya. Deru nafas selayaknya bergelombang, dadanya nampak membusung hingga berulang kali berupaya menetralkan degupan kelewat abnormal yang menyambangi. Setetes keringat dingin meluruh dibalik celah pelipis hingga membanjiri sekujur tubuh, dipenuhi oleh peluh beserta ringisan kuat yang mendominasi ketakutan terselip samar dibaliknya.
Kerongkongannya tercekat seolah dihantam sebalok kayu hingga terasa pita suaranya tak dapat berfungsi, netranya berpendar mengobservasi satu sosok yang memenuhi riuhnya laci ingatan untuk kemudian merasakan kepanikan yang menyerang bebas. "Jungkook-ah!" Kontraltonya menyeru bebas terlepas dari ketakutan yang menggerayangi hingga menghadirkan dekap penuh kehangatan dibalik sanubarinya. Mendekap tubuh kokoh pemuda dihadapannya tersirat akan kekhawatiran yang tak menyurut meskipun berulang kali baritone itu nampak terdengar menginsterupsi halus melalui sepasang rungunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐎𝐍 𝐀𝐌𝐎𝐔𝐑
PoetryHighest Rank : 1# Btsimage 1# Kpopfanfiction Genre : Romansa - Drama Rahasia-rahasia dipendam, terkubur jauh bersama kehidupan kelam. Rahasia adalah sebuah kunci sebagai jawaban untuk orang yang memilih bungkam, melindungi semuanya. Kalimat tanya be...