Bersamaan dengan rasa bimbang yang mulai hadir menyeruak ke dinding kepermukaan, Jungkook mengeratkan genggamannya pada ujung jas yang dominasi biru pekat. Kekhawatiran mengaliri dalam raga hingga mendobrak kepingan hati yang terasa gundah gulana barangkali sejuta premis yang ditolak oleh tempurung tak dapat meluruh. Perasaan berat kian membelenggu manakala memacu tungkainya untuk segera lesap dari biji pupil sang gadis. Secarik resah tersampir lantaran sebait frasa yang Seokjin leburkan melalui panggilan beberapa waktu lalu terasa menyita pola pikir.
Jungkook-ah. Untuk rapat kali ini kau harus datang. Luangkan setidaknya waktu 2 jam untuk rapat nanti.
Rekan kerja sama kita dari Amerika terus memaksa ingin bertemu denganmu. Jika tidak dia mengancam akan membatalkan semua investasi sekaligus kerja sama yang kita jalin 1 minggu lalu. Kuharap kau datang sebelum dia berubah pikiran.
Kendati Jungkook merasakan sejengkal kejanggalan yang terselip dalam lantunan Seokjin meski berulang kali melahirkan asumsi yang jelas tak ingin terjadi. Barangkali Jungkook tahu bahwa ilusi buruk itu takkan terjadi bila kekhawatirannya dapat terkendali. Namun perkara tempo hari yang memenuhi liang pikirannya terasa berat perihal bunga tidur yang ia arungi hingga berujung kegundahan mendobrak pintu hati.
Andai sang gadis tak mengizinkan untuk tidak pergi, Jungkook telah menaruh alasan cukup relevan agar membatalkan segala kontrak yang tertera dalam secarik kertas demi menuntaskan premis buruk dalam tempurungnya. Namun Jina justru mengulas deretan bongkahan ceruk labiumnya melalui sepasang lengkungan yang tertata rapi bersamaan dengan sepasang hazel meredup teduh dibalik kelopaknya hingga binaran yang berkelidan diantara biji pupil itu nampak menerawang penuh akan bayangan keindahannya meski tak dapat tergantikan risau yang memekik inti hati si Jeon.
Gumpalan nafas yang berlindung dibalik labiumnya meluruh melebur bersamaan semilir senyap yang membentangi. Pacuan kedua belah kaki Jungkook mengikis beberapa titik spasi yang menghalau beserta spektrum jelaga yang menyorot intes pada sepasang netra kepunyaan sang lawan. "Kau yakin bahwa kau akan baik-baik saja?"
Deretan lengkungan yang membingkai ceruk kurvanya kian terlampir kentara menyulam manis hingga disusul anggukan seperempat jalan seusai lautan frasanya mengundara, "Aku akan baik-baik saja. Seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu, bukan sebaliknya. Kau baru saja sembuh dan sekarang harus pergi? Kau yakin akan tetap pergi dengan kondisi seperrti ini? Bagaimana jika kondisimu kembali menurun seperti kemarin, eoh?" Terserempak belah bibirnya mengerut kesal bagaimana seraut yang melingkari terpenuhi oleh sejengkal kecemasan.
"Aku baik-baik saja, tak perlu khawatir." Sebilah jemari milik pemuda Jeon itu mengaliri permukaan pipi sang gadis meski setitik ulasan yang ia ukir berpotensi kegundahan tak kunjung mereda yang terdapat dibalik pupilnya, "Kalau begitu lebih baik aku tidak pergi saja. Aku justru mengkhawatirkanmu, Ji."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐎𝐍 𝐀𝐌𝐎𝐔𝐑
PoetryHighest Rank : 1# Btsimage 1# Kpopfanfiction Genre : Romansa - Drama Rahasia-rahasia dipendam, terkubur jauh bersama kehidupan kelam. Rahasia adalah sebuah kunci sebagai jawaban untuk orang yang memilih bungkam, melindungi semuanya. Kalimat tanya be...