Taktala daun kering itu berjatuhan diatas tanah kering selayaknya dunia yang telah berputar jauh mengitari porosnya. Melewati bentangan jarak pun waktu yang telah lama berporos, hatinya selalu dirayapi gundah kendati terasa bahwa separuh sanubari terasa lenyap. Barangkali sejauh apapun pergi Jina akan tetap menunggu sang fajar untuk kembali menyapa diri membangkitkan mentari yang telah lama memilih tenggelam dibalik kubangan kelabu tak berarti. Hanya diam dibalik kehampaan yang mengitari bak bunga matahari yang layu.
Lagi untuk kesekian kali secara berulang, Jina kembali mengukir khayal yang menghantam seluruh daya kewarasannya, terus beranjak hingga menyapa hati yang perlahan menciut kelabu. Laci ingatan tanpa sadar menguar, menunjukkan tiap detik rentetan frasa yang meliputi banyak peristiwa. Terdiam mengukur serbuan waktu hingga terasa bahwa alunan nafas terdengar menginsterupsi bebas lalu menggebu dibalik celah labium.
Rona bayangannya kembali memenuhi kapasitas tempurung, terusik oleh tumpukan rindu yang menelusup dibalik celah pupil yang menyorot. Kaki itu terus menapak, beberapa langkah gontai membiarkan tubuh ringkihnya digenggam oleh hembusan angin, terselip oleh getir yang tak bersisa. Banyak andai yang memenuhi meski berakhir dekap tak beradu hingga senantiasa bungkam dibalik kesenyapan yang menggerogoti. Ditimang banyak kelabu yang diam-diam menjelma dibalik derai angin, terus menghampiri tanpa rasa iba.
Terkadang ia bertanya ; "Mengapa hadirmu yang sekejap dapat meninggalkan rindu yang begitu memikat?"
Terduduk disela rona bayang-bayang yang memikat ruang benak secara tidak manusiawi akal sehatnya nyaris tak dapat dijamah. Beserta irisan pupil yang meredup dibalik kelopaknya seolah tak ada lagi binar-binar indah bak bintang yang berpijar lantaran telah tergantikan awan kelabu yang begitu berkembang masif. Terdengar bagaimana alunan nafas itu menginsterupsi bebas. "Tanggal berapa hari ini?"
"7 Mei 2021."
Tersisih bagaimana serpihan ulasan itu membingkai lengkungan kelewat pahit untuk dicecapi, terkukuh oleh perasaan getir yang terselubung dalam hati membentuk bayang kecut. Sesaat lenggang menyusupi membiarkan isi pikiran mengobservasi riuh untuk kemudian lirihan kontralto begitu mendayu tersampir. "Hari ini tepat enam bulan dia pergi meninggalkanku dengan beribu janjinya."
Alunan kontralto cukup halus itu mengundara, memberikan tiap ulasan rentetan untuk terlampir mendobrak kedua belah rungu sang lawan. "Ji, sudahlah, jangan bersedih. Jungkook pasti akan menepati janjinya. Dia akan kembali. Jika seperti ini, sikapmu seolah-olah tak mempercayai ia untuk menepati janjinya. Apa kau ragu, hm?"
Berusaha menguatkan hati yang telah terdapat kepingan tak bersisa, Jina balik menyorot sepasang hazel kepunyaan sang lawan yang berangsur menyendu kendati terdapat gentar yang berkilap dibalik kelopak retina matanya. "Ini sudah enam bulan, tapi mengapa ia belum kembali? Bukannya aku tak mempercayainya, hanya saja," Agaknya memberi bentangan spasi yang cukup membiarkan lenggang menginvasi cukup menumbuhkan satu titik premis yang telah bercokol dalam tempurung kepala. Gadis Jeon itu menggigit bibir bawah, mengenggam ragu yang kian merayapi dinding hati untuk kemudian tersampir akan gelengan, "Ah, entahlah."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐎𝐍 𝐀𝐌𝐎𝐔𝐑
PoetryHighest Rank : 1# Btsimage 1# Kpopfanfiction Genre : Romansa - Drama Rahasia-rahasia dipendam, terkubur jauh bersama kehidupan kelam. Rahasia adalah sebuah kunci sebagai jawaban untuk orang yang memilih bungkam, melindungi semuanya. Kalimat tanya be...