31|| A Handful of Emotions

304 137 252
                                    

Uraian fakta yang melebur ke udara nyaris serupa bongkahan bom yang menghujami— sukar terprediksi lantaran terlalu kaku pun riuh dalam tempurung kepala yang telah membatu dalam dentingan satu waktu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Uraian fakta yang melebur ke udara nyaris serupa bongkahan bom yang menghujami— sukar terprediksi lantaran terlalu kaku pun riuh dalam tempurung kepala yang telah membatu dalam dentingan satu waktu. Sekelabat hatinya diremat kuat pada sepasang bilik yang diguncang melahirkan buncahan tiada banding manakala laci ingatan terserempak oleh rentetan yang diseret paksa hadir dalam benaknya. Barangkali getir baru saja berlabuh diatas perasaan yang terombang-ambing oleh biru lantaran segala hal tak terduga menyambar tanpa mampu diberi kendali.

Kendati percikkan yang tumbuh kian bercabang, Jungkook memang telah lupa memasangkan alat penyadap dalam baju sang gadis hingga menyulitkan dirinya untuk melacak keberadaan Jina sekarang. Lebih merasakan sial, Jungkook mendapati benda mipih milik gadis itu terakhir kali terletak diatas rerumputan taman huniannya. Rupanya Jungkook memang telah kehilangan akal untuk mencegat situasi buruk yang bisa saja datang tanpa prediksi kepada Jina lantaran dari benda canggih yang dimiliki, Jina tak membawa satu hal pun sebelum meninggalkan tempat pijakkannya.

"Mungkin saja dia bersama Jaewook?"

Namun agaknya, lampiran perkataan itu memang tak ada kejanggalan yang setelah dianalisis lebih sebagaimana pelafalan Seulbi tempo lalu sebelum merenggang nyawa memang berkaitan dengan hal ini. Menutup tirai mata sejemang, banyak andai-andai yang berkelidan dalam tempurung kepalanya bersamaan dengan gundah tanpa henti yang menyerang kuat rongga tubuhnya. Jika saja Jungkook tak melupakan hal yang menjadi kewajibannya, menjaga Jina segenap jiwa yang dimiliki, barangkali semua polemik yang akan menjadi serumit ini.

Kendati Jungkook telah terlanjur terjerembab pada medan perang tanpa persiapan, menumbuhkan sepercik kegelisahan pun ketakutan yang berkalaborasi dalam sejengkal pahatan pola pikir nyaris tak terjamah lantaran begitu masif digerogoti oleh beberapa perasaan asing. Sekujur tubuh Jungkook telah kehilangan daya, sepasang tungkainya terasa berat memacu langkah hingga terkulai terjerembab diatas lantai berubin. Kelewat kalut, kekacauan yang diterima nyatanya merambat seluruh sanubari tak terkendali yang membelit kuat rongga dada.

Hati Taehyung tentu merasakan perih bila melihat teman sejawatnya dalam kondisi pilu yang mematikan relung hati. Seperti goresan luka yang beredar dibubuhi butiran dalam, Taehyung pun merasakan hal yang sama. Ia begitu kehilangan sesaat merebaknya afirmasi yang didapat dari Jungkook. Pun Taehyung mati-matian berupaya tetap kuat sebagaimana ia tak ingin Jungkook akan menaruh kecurigaan padanya diwaktu tak tepat. Rasa takut bukan terletak pada dasar bogeman yang sewaktu-waktu dapat tertembak, namun Taehyung takut bila bahu tegap itu dapat luruh sewaktu-waktu menghancurkan si pemuda Jeon oleh sekujur ringkih yang memenjarakan berjuta kelabu.

Kembali menarik nafas sekiranya sudah terlaksana beberapa waktu lalu, Taehyung membawa atensi pada sang lawan yang terduduk ringkih diatas lantai berubin, adanya kekacauan masif yang tertelak dalam jiwa Jungkook mengubah niat Taehyung untuk segera Taehyung dekap. Tak peduli jika Jungkook akan menolak hangatnya tubuh yang disalurkan. Bagaimana pun, bukan perkara ini yang diinginkannya. Pun Taehyung sangat tidak menginginkan hal ini terjadi. Sekiranya, dengan pikiran yang begitu lancar meramu larik didalamnya, Taehyung memberi susulan yang membuat pemuda Jeon itu menaruh sorot kepadanya, "Lebih baik kita cari keberadaan Jina daripada kau terus seperti ini."

𝐌𝐎𝐍 𝐀𝐌𝐎𝐔𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang