Gelenyar dalam dada kian merangkak—membumbung tinggi pada tepi dasar hingga menimbulkan gejolak aneh yang membara dalam dadanya. Berulang kali menetralkan desiran ombak yang menggeledah setiap inci tubuhnya, Taehyung justru berakhir merasakan setiap sarafnya terasa mati daya dengan perlahan setiap pergerakan tubuhnya membeku. Sewaktu-waktu dapat menghancurkan seluruh kapasitas tempurung kepalanya lantaran berbagai masalah nampak berkalaborasi hingga tak menemukan setitik celah pun dapat mengais kalutnya pikiran bersamaan dengan keruh yang mengerumuni titik kepala.
Bahkan Taehyung lebih tak menyangka bahwa Jungkook bisa meramu afirmasi sedemikian rupa mengenai rasa yang mendasari inti hatinya. Jika Taehyung pikir segala bentuk alibi yang ia gaungkan dapat memukul Jungkook mundur untuk memangkas cabang asumsi lain, Jungkook justru semakin gencar memindai lamat-lamat kepingan hitam pekat itu dengan sorot mengintimidasi. Membuat Taehyung mendadak terkunci dalam satu lingkup hingga dititahkan untuk bertahan.
Memindai lamat-lamat letak kebohongan yang terpatri, Jungkook mendadak kehilangan kata-kata lantaran diamnya Taehyung gencar membuatnya menyuburkan banyak asumsi yang kian menyudutkannya. Diamnya Taehyung mendadak membuatnya merasakan nyeri yang melimpahi bersama sesak yang menyuburkan petak-petak segala kuriositas yang tersampir meski belum terjawab, "Kumohon kau hanya perlu—"
"Apa yang kau pikirkan memang benar," Membiarkan spasi yang terbentang dengan perlahan menarik nafas dalam, melempar fokus pada sisi kiri guna menghindari sorot jelaga Jungkook yang begitu jelas luka yang tersampir di dalamnya. Membuat Taehyung semakin dikungkung rasa bersalah lantaran semakin membuat Jungkook dijatuhkan dalam relung luka yang mendalami.
"Aku memang menaruh rasa pada Jina. Mungkin terasa sakit bagimu. Namun, jika aku memendam ini, justru akan menimbulkan luka yang lebih dalam lagi. Aku menyukainya. Bukan hanya itu, tapi juga mencintainya layaknya seorang pria." Menunduk, Taehyung begitu tak sanggup harus melihat si Jeon terjerembab lebih dalam perihal sebuah fakta yang melebur di udara.
Validasi yang Jungkook dapatkan memang diluar dugaan. Sebagaimana pada awalnya ia berharap bahwa Taehyung mengatakan tidak, namun justru sebaliknya kendati hal itu memang secara gamblang Taehyung ungkapkan. Jungkook merasakan gelenyar sesak memenuhi rongga dadanya hingga tubuh yang mendadak limbung tak berdaya. Jungkook kehilangan separuh kata untuk menyerang Taehyung lantaran segala oksigennya berhasil terkuras habis. Tak dapat merespon bagaimana, hanya ada isi kepala keruh yang mendasari bersama dengan sepercik luka yang mengakar dalam relung hatinya.
Menikai vertikal pada roma gamang pada seraut Jungkook, buru-buru Taehyung melempar klarifikasi lagi sebelum seraut itu semakin kuyu lantaran tak ingin si Jeon meramu asumsi lebih gencar lagi yang bertolak belakang dengan hatinya, "Kau tenang saja, Jung. Sekarang, aku sudah tak memiliki perasaan apapun kepadanya. Kau tak perlu khawatir, aku sudah menganggap Jina sebagai adikku sendiri. Tak lebih."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐎𝐍 𝐀𝐌𝐎𝐔𝐑
PoetryHighest Rank : 1# Btsimage 1# Kpopfanfiction Genre : Romansa - Drama Rahasia-rahasia dipendam, terkubur jauh bersama kehidupan kelam. Rahasia adalah sebuah kunci sebagai jawaban untuk orang yang memilih bungkam, melindungi semuanya. Kalimat tanya be...