Potret Jungkook kian memenuhi ruang entitas yang dipenuhi lingkar gurat ketegasan tak gentar membingkai dalam laci ingatan yang nyaris membelenggu. Barangkali Seokjin ingat bila aksara si Jeon beberapa waktu lalu terdengar sebuah paksaan meski berulang kali ia meluruhkan afeksi halus guna tak terbuai dari berang yang mengelabui. Akan tetapi Jungkook akan tetap berpihak pada benteng utama dari segala lautan frasa yang lebih dulu bercokol dalam tempurung kepala tanpa tertolak telak. Kendati pemuda Kim itu telah merasakan setangkup ruang oksigen yang mengisi rongga dada terasa terkuras lantaran kecemasan kian memanas.
Ruang ingatan yang kian berputar layaknya rol film yang disajikan pada layar lebar, perkara itu tentunya tak langsung tuntas dalam satu waktu, namun rupanya masih berkeliaran yang kian memperkeruh isi kepala. Seokjin rasanya tak mengerti bagaimana bisa seorang Jeon Jungkook yang dikenalnya bertahun-tahun bisa membuat sebuah misi yang tak terduga. Meski jabatan yang dilakoni pemuda Jeon kini adalah mafia, Seokjin begitu kelimpungan membalas satu persatu. Barangkali relung kepalanya akan meledak kapan saja dengan waktu yang tak dapat diprediksi jika kapasitas otaknya terus dipenuhi dengan permasalahan rumit. Belum lagi sebuah pekerjaan sehari-harinya sebagai wakil direktur, membuat Seokjin harus menyita waktu dalam hal istirahat.
Namun apa boleh kata, Seokjin telah terlanjur membuat kesepakatan. Ia juga telah menganggap rekan-rekannya, termasuk Jungkook sendiri sebagai seorang saudara yang sudah digariskan bahwa ia harus membantu pemuda itu kapan saja. Setidaknya semua beban dunia yang dialaminya dapat meranggas dalam sepersekian detik taktala ia mengambil nafas dalam yang kemudian ia keluarkan pada celah hidung. Tak pandai untuk berbohong, dapat terlampir seraut kusut yang mencetak apik pada garis pahatan wajahnya.
Kembali menahan nafas sejemang dengan sorot yang kian bergelanyut pada sepasang kepingan jelaga Jungkook. Seokjin tak pernah menyangka jika pertemuan keduanya yang masih berlangsung dengan kurun cukup menyita waktu sebagian istirahatnya akan terasa merumitkan kepala hingga dapat merasakan denyutan nyeri di keningnya. Cukup terdiam dengan isi pikiran yang dipenuhi dengan sebuah perkara Jungkook yang harus ia selesaikan.
Seokjin mengembangkan senyum simpul yang diiringi anggukan kecil, "Jadi, hanya itu yang harus ku lakukan?" Tersampir kegugupan yang tersembunyi dibalik pupilnya bersamaan lantunan eksplanasi yang merebak disela hening yang cukup panjang, harap-harap ada sebuah misi lain yang harus diselesaikannya. Meski ia tak bisa berbohong pada kata hati yang tak menginginkan persoalan lebih.
Membenarkan posisi duduknya sejenak, Jungkook kembali mengangguk tanpa ragu kemudian segera menyusulkan dengan sebuah aksara yang digaungkan pada bilah bibir tipisnya, "Ya. Hanya itu. Kau hanya perlu membuat Soyeon membunuh dirinya sendiri. Tak perlu bermain tangan ataupun senjata. Cukup menerornya saja hingga ia memutuskan untuk bunuh diri. Dengan cara itu pula, membuat Jo Soyeon akan menggila secara perlahan." Terukir bagaimana setitik guratan lengkung berupa seringai kecil yang membingkai pongah labiumnya bergerak seusai goresan aksara menginsterupsi merebak keheningan.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐌𝐎𝐍 𝐀𝐌𝐎𝐔𝐑
PoetryHighest Rank : 1# Btsimage 1# Kpopfanfiction Genre : Romansa - Drama Rahasia-rahasia dipendam, terkubur jauh bersama kehidupan kelam. Rahasia adalah sebuah kunci sebagai jawaban untuk orang yang memilih bungkam, melindungi semuanya. Kalimat tanya be...