18|| Secret Admire

298 165 177
                                    

Kendati berusaha menampik kalimat pesan yang berbuah tanda tanya, barangkali firasatnya sangat yakin bahwa seutas kabar yang tertuju kepadanya hanyalah sebuah dusta, yang mungkin bertujuan ingin memancing emosi belaka, namun sepertinya, firasatnya...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kendati berusaha menampik kalimat pesan yang berbuah tanda tanya, barangkali firasatnya sangat yakin bahwa seutas kabar yang tertuju kepadanya hanyalah sebuah dusta, yang mungkin bertujuan ingin memancing emosi belaka, namun sepertinya, firasatnya tak berbuah kebenaran. Yang maka lebih memihak kepada suatu kasalahan mengenai hal tersebut. Malu atas dirinya sendiri yang selalu berperasangka buruk terhadap pemuda Jung, keputusan sepihak yang diambil oleh Jungkook nyatanya salah besar. Rasa benci memang masih terselubuk, rasa kepercayaan pun sepertinya enggan untuk menetap dalam hatinya kepada Jaehyun.

Namun sepertinya, teruntuk kali ini, Jungkook akan menyerahkan satu kepercayaannya lagi dan mencoba berpikir ulang. Barangkali itu sebuah bukti kebenaran, maka Jungkook takkan meletupkan bara apinya tepat dihadapan pemuda Jung tersebut. Kabar yang selalu ia konversasikan bersama dirinya yang menjadi salah satu penyebab pula ia tak kuasa untuk terus membuka mata. Terus meramu kalimat Jaehyun. Di hari ini, Jungkook benar-benar sudah menemukan jawabannya kala hal itu tak sekedar informasi, namun mencegat dirinya agar berpikir lebih sebelum bertindak.

"Kau—"

Tak melanjutkan seutas kata yang belum rampung untuk dijadikan sebuah kalimat, nyatanya niat itu diurungkan kembali, mendadak tertelan kedalam kerongkongannya manakala sebuah sorot cahaya berhasil menyilaukan sudut matanya elangnya. Nyaris jantungnya hendak merosot kebawah, serta terdengar pacuan yang sekiranya bergerak lebih cepat, Jo Soyeon tentu sangat terkejut bukan main, ketika sepasang netra yang sudah dikelabui rasa amarah itu menyorot sebuah presensi perawakan tinggi dari ambang pintu.

Pun yang setelahnya disusul suara yang lolos dari sosok tersebut, nyatanya tangan yang sudah sigap ingin memberi tamparan itu kembali dipertimbangkan agar diturunkan. Maka, bersamaan dengan itu, lidahnya terasa kelu untuk sekedar melanjutkan perkataan ataupun sebuah telapak tangan yang hendak melakukan tamparan pada seorang gadis yang kini meringkuk tubuh dihadapannya. Seraut wajahnya sukar dipindai melalui sepasang netra yang terus menyorot, meski kata bungkam adalah pilihan utamanya sekarang teruntuk menghindari tindakan lebih kepada dirinya.

"Sudah cukup menyiksanya, Jo Soyeon?" kala suara itu menginstrupsi tegas, namun lebih mendominasi kearah suara yang begitu menakutnya, Jo Soyeon, gadis yang merasa terpanggil atas kumandang lantunan kalimat yang tertuju kepada maka hanya bisa diam mematung. Ditempatnya, Soyeon tak tahu harus bertindak bagaimana taktala reputasinya hancur. Sehancur-hancurnya. Telak membisu bak seorang patung.

Guna menghilangkan rasa risau yang membumbung tunggi, terjadilah partikel lembut yang dipoles dengan pewarna merah itu beberapa kali di gigit. Tangan yang agaknya sudah bergetar, namun pasti terkepal kuat. Kala sorot mata mengintimidasi itu kian menajam, menusuknya secara tak sadar ketika ia dan sosok itu saling beradu dengan kontak mata. Yang secara tak sadar pula, nyalinya menciut.

Dikutip dari air muka Jina, seorang gadis yang tersiksa dengan adanya kalimat cercaan hingga siksaan fisik itupun terkutip adanya raut yang berubah menjadi ketenangan diiringi helaan nafas panjang yang keluar diantara celah labiumnya. Tak lagi merasa takut, alih-alih melepaskan diri dari jeratan tali pada tubuhnya, Jina justru termangu kala sudut matanya jatuh pada entitas Soyeon. Gadis itu nampak ketakutan dengan rematan kuat pada sela-sela jemarinya.

𝐌𝐎𝐍 𝐀𝐌𝐎𝐔𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang