53|| Butterfly

109 23 32
                                    

Spektrum cahaya yang menyoroti berpendar pada penjuru lingkup, tak menyangkal berulang kali bahwa dirinya telah pada surgawi dengan keindahan tiada tara memanjakan kepingan coklat madu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Spektrum cahaya yang menyoroti berpendar pada penjuru lingkup, tak menyangkal berulang kali bahwa dirinya telah pada surgawi dengan keindahan tiada tara memanjakan kepingan coklat madu. Ceruk labium seakan terasa kaku untuk bergerak, mendadak lidahnya kelu tanpa pemisi, sementara sepasang tungkai mengegah ke penjuru. Jina sendiri agaknya kekusahan menahan saliva pada lorong tenggorokannya, tempurung kepalanya dilema riuh tak tahu harus memulai suatu objek dari sudut mana.

"Bagaimana? Indah, 'bukan?" Terdengar alunan yang mengacaukan lamunan pada detik berikutnya, Eunbyul memahat seulas lengkungan yang tiba pada bilah bibirnya.

"Ini benar-benar luar biasa." Menggerlingkan kepala sejemang berupaya menatap sang lawan, binaran yang berlabuh tepat dibalik retina matanya kian menggebu, menahan seluruh keterkejutan yang mengambang pada batas pikiran hingga nyaris tak diketahui netra yang berpendar mulai menyipit lantaran terlalu banyak pijar yang berkilau menghalau bola mata.

Untuk sesaat kemudian menyelipkan sebait aksara sementara hazel sibuk melanglang keramaian benak. "Bahkan lebih indah dari dugaan awalku." Terbesit sejumlah memori yang berkilau dalam sejuta awang-awang melingkupi hati, bak kejutan besar yang tak pernah melintasi ataupun singgah diluar prasangka.

"Jina." Sebaris kontralto menginsterupsi samar mengetuk tiap celah gendang telinganya untuk segera pergi membersihkan seribu pulau buaian yang menghalau inti pikiran. Bahunya sontak berjengit, menahan setitik keterkejutan yang tak dapat ia terka sebelumnya lantaran ditemani keramaian dunia yang menghinggapi lorong benaknya. Tak memilih memberi respon berupa melecutkan sebait aksara, sang gadis memutar tubuh, menatap sang lawan dengan beribu tanda tanya yang sebatas singgah.

"Bagaimana jika pria yang kau cintai akan pergi lagi?"

Separuh dari sendi rongga tubuhnya mengkristal jauh dari rasa hormat, seakan membatu dalam sekejap bersama dengan sisa kekaguman nyaris luruh tertelan oleh sebaris kata yang semula menerawang celah rungunya. Seolah baru saja dihantui oleh sejenis asumsi lain yang mulai bercokol tanpa mampu beranjak kendati sepucuk probabilitas selalu membawanya memasuki dunia mimpi dari segala ketakutan yang tak pernah ingin terjadi walau sekali saja.

Menggigit satu dua kali nyaris labium termakan oleh setetes luka yang melingkupi, akan tetapi memilih abai seolah tempurung kepala telah digenangi sejuta tanda tanya yang mampir tak pernah digapai. Barangkali nyaris kehilangan separuh daya positif lantaran terlalu sulit menggapai sebaris makna yang tersirat dibaliknya. Tidak, tidak. Jangan berpikir yang aneh-aneh, Jeon Jina.

Mengabaikan seluruh frekuensi pikiran acak serta bualan gila yang mencekiknya tanpa rasa iba, menggapai setitik bidang miring diantara labiumnya, sepersekon Jina berujar, "Kurasa tak mungkin jika hal itu terjadi." Menyanggah disertai tawa kecil yang menyusul diakhir kata barangkali ia hanya menganggap sebatas kalimat candaan yang tak perlu dimakan lebih perihal intinya.

"Di dunia ini tak ada yang tak mungkin untuk sekedar terjadi. Jika seandainya suatu saat hal itu ada dalam suatu hidupmu, apa yang akan kau lakukan?" Nerta monolid Eunbyul menyirat lamat penuh keseriusan yang mengundang atmosfer tegang agaknya mulai membelenggu memakan seluruh sisa gemuruh banyak presensi.

𝐌𝐎𝐍 𝐀𝐌𝐎𝐔𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang