57|| Spring Day

135 19 17
                                    

Hamparan akan deburan aksara yang menggema pada seluruh bentangan bumantara disela oleh gelembung keheningan kembali berubah sekiranya tak dapat digapai oleh tempurung kepala yang tengah hancur berserakan tanpa mampu dibenahi selayaknya terjun men...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hamparan akan deburan aksara yang menggema pada seluruh bentangan bumantara disela oleh gelembung keheningan kembali berubah sekiranya tak dapat digapai oleh tempurung kepala yang tengah hancur berserakan tanpa mampu dibenahi selayaknya terjun menghampiri bom melalui tangan kosong. Barangkali Jina merasakan sekujur tubuhnya meremang hingga perlahan membatu tanpa mampu dihindari. Sekelabat ruang benaknya kembali riuh tak tertata sebagaimana ia begitu kepayahan meramu pernyataan sang lawan jabarkan tepat beberapa detik lalu.

"Aku menyukaimu Ji, tidak, tidak, aku juga mencintaimu."

Nampaknya menggaung pada gelombang yang tak menyatu penuh, memberikan setiap celah deretan laci ingatan yang menguar memenuhi sepersekian dari kapasitas yang terasa mendesak, relung jiwanya terasa berdesir tak karuan. Pening kian menggerogoti ruang tak terjamah yang mendadak dihempaskan pada pelataran tak berdaya. Serautnya sukar didefinisi, agaknya keterkejutan yang menyapa rongga dada cukup menguras sebagian besar pernapasannya yang mendadak tersekat. Kendati penuturan Taehyung cukup membuat bilik hatinya terasa ngilu untuk disentuh. Setitik tubuhnya membeku dihujami kelu, belah bibirnya terkatup rapat tanpa mampu mengutarakan sebilah aksara yang hendak ia leburkan.

Sekelabat guratan garis yang meniti lembut pada labiumnya begitu halus, tersemat rupawan yang membingkai pada setiap sudutnya bergerak. Dalamnya pada pusaran pupil yang menghujami titik temu agaknya begitu menenangkan untuk saling menjatuhkan tatap.

"Tidak usah tegang seperti itu, Ji. Ini hanya pengakuan bisa yang sering terjadi pada umumnya pada pria diluar sana. Kenapa kau terlihat terkejut sekali, hm?" Baritonennya merebak memenuhi gendang telinga yang tengah diuji tak berarturan pada sebilah benang kusut, sialnya, Taehyung tetap mempertahankan tingkat kelembutannya disela netra yang berpendar pun seulas senyum yang mengembang kentara.

Kilas kepalanya bergerak menunduk membiarkan sunyi menginvasi berpendar menelusup seluruh sanubari yang terasa membeku. Tak ada sepenggal aksara yang mengisi petak-petak tempurung kepala selayaknya berhasil diluruhkan dalam satu detik, tertelan oleh banyak keterkejutan yang mendadak begitu hampa. Kelabu spontan memenjarakan lingkupan pupilnya yang bergerak gusar telah diraup akan sorot berawan yang berpijar dibalik kelopaknya. "Oppa, maafkan aku." Sejenak sorotnya memandu halus bersamaan dengan sederet intonasi yang terselip getir menyambangi celah labiumnya.

"No, it's not your fault. Aku hanya mengungkapnya agar rasa itu tak lagi menghantuiku. Tidak apa-apa, aku akan baik-baik saja, Ji." Ditelan oleh keheningan yang tak gentar menyapa, sepenggal frasa itu kembali menginsterupsi. Menunjukkan segala sensasi hangat yang terbentang pada ulasan senyumnya. Terdapat kesungguhan diantara kedua kelopak mata mengitari retina sang lawan.

"Tapi—"

Taktala sepenggal aksara hendak dileburkan kembali, belah bibirnya spontan terkatup, merasakan buncahan menggema pada sepasang bilik yang tengah dilanda keriuhan hiruk-pikuk, sekujut tubuhnya kembali membeku sebagaimana sepenggal kata yang berderet memberikan intonasi kelembutannya menggaung secara tak cuma-cuma mendobrak kuat gendang telinga. Tubuhnya spontan terapit, sebilah ponsel yang melingkupi diantara sela jemarinya meluruh dalam genggaman. Barangkali Taehyung tengah merasakan hal serupa lantaran ia sendiri tak kuasa membendung keterkejutan yang telah menusuk sanubari.

𝐌𝐎𝐍 𝐀𝐌𝐎𝐔𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang