38|| If You

284 104 338
                                    

Sepasang tungkainya terseret gumpalan angin yang membentangi bumantara, sekelabat bongkahan lengkungan terukir halus simpul yang menggerayangi labiumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepasang tungkainya terseret gumpalan angin yang membentangi bumantara, sekelabat bongkahan lengkungan terukir halus simpul yang menggerayangi labiumnya. Rentetan tempo hari kian menggenang dalam tempurungnya tanpa mampu ditenggelamkan barangkali rasanya begitu sulit bagi Jungkook untuk melenyapkan seluruh lempengan memori yang telah terlewati. Ah. Sudah lama sekali sejak kejadian itu kita tidak bertemu, Ji. Kendati Jungkook tengah berupaya mengusir kepiluan yang nyaris menyeretnya terjerembab dalam kubangan lara yang telah menanti dipenghujung sana.

Sejenak tungkai yang berhenti menderap taktala sepasang netra nya menyorot pedagang pinggir jalan tteokbokki. Rekam ulang kejadian tempo hari kembali mendatangkan kisah getir yang mengimbangi relung hati.

"Hadiah? Memangnya apa yang ingin kau berikan kepadaku hingga harus kembali ke mobil? Mengapa tidak disini saja?"

"Jadi maksudmu, kau ingin kuberi kecupan disini saja? Atau menginginkan ciuman sekaligus?"

"Kenapa pipimu merah sekali? Kau menambahkan apa di area pipi bulat ini hm?"

"Aku memakai banyak blush on."

Melahirkan perasaan gulungan rindu masif yang menggeledah ruang hati, pun meninggalkan rasa sesak kentara. Dengan harapan yang begitu besar, Jungkook ingin sekali dipertemukan kembali dengan gadisnya. Harap-harap dapat dijamah oleh semesta mengenai rapalan do'a nya. Beberapa potong konversasi itu berbuah gelengan kepala berulang kali, Jungkook terkekeh pelan dengan keadaan getir yang mengimbangi setumpuk ulasan. Tidak, tidak. Aku tidak ingin menciptakan khayalan lagi.

"Ya! Kau kemana saja, eoh? Mengapa lama sekali? Kita sudah menunggu sejak tadi!"

"Bersabarlah, Park Jimin-ssi. Sebentar lagi aku akan tiba. Lain kali jangan berteriak lagi, telingaku rasanya sakit mendengar suaramu yang melengking itu, Jim," Terdengar decihan sayup membelah rungu dipenghujung sana hingga si Jeon melampirkan sepotong eksplanasi. "Baiklah, kututup dulu, tunggu saja disana."

"Jangan berlama-lama! Semua makanan sudah kupesan sejak tadi!"

Terlepas hembusan berat menjamah sekujur raga, hingga bentangan tungkai kembali melilit jarak yang menginvasi. Terserempak sebongkah pacuannya terhenti, gelembung lengkungan terukir halus manakala kedua bongkah pupilnya menyelam diatas beberapa eksistensi dipenghujung sana bersamaan sehelai jemari yang melambai disela semilir keheningan. "Ya! Disini!"

"Kenapa kau lama sekali, eoh? Aku menunggumu datang selama sepuluh menit karenamu, bahkan makanannya hampir dingin terabaikan karena kedatanganmu!" Berangsur terlukis ceruk labium mengerut kesal yang menjamah hingga ke relung raga selayaknya bara api tertahan berkobar dibalik rongga dada si pemuda Park manakala leburan aksaranya menginsterupsi.

𝐌𝐎𝐍 𝐀𝐌𝐎𝐔𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang