01|| First Day

1.6K 355 320
                                    

Termenung dengan isi pikiran yang bercamuk kesedihan, Jungkook tak bisa melupakan kejadian masa lalunya hingga kini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Termenung dengan isi pikiran yang bercamuk kesedihan, Jungkook tak bisa melupakan kejadian masa lalunya hingga kini. Detik ini pun, rasanya Jungkook membenci waktu yang tak dapat di putar ulang kembali untuk bertemu dengan ibunya, seorang wanita yang layaknya malaikat di surganya. Rindu memang wajar. Namun, rasanya tak wajar jika Jungkook selalu merindukan ibunya, walau dari fakta terakhir yang didapat, ibunya sudah tenang bersama para di alam tidurnya bersama para malaikat pelindung.

Sejemang pandangannya kembali menerawang pada objek gambar yang disentuhnya, namun terasa semu. Mengulas senyum getir yang dibuat-buat, pemuda itu tak bisa mencakup isi hatinya yang kelewat teriris ketika hanya bisa menatap sang ibu melalui potret yang sudah ia gambar dengan lihai menggunakan jemari-jemarinya. Disana, sang ibu tersenyum anggun dengan kencantikan yang kentara. Layaknya seorang gadis, wajah sang ibu nampak awet muda.

Dibawah itu, kepalan tangan berlangsung kuat. Meremat ujung baju sembari menundukkan kepala diiringi dengan rinai air mata yang perlahan mulai turun. Hamparan-hamparan rerumputan kecil yang terlihat indah berbanding terbalik dengan keadaan pemuda itu sekarang. Hatinya kacau.

Hingga sepersekon kemudian, suara tepukan kecil berhasil mengecai lamunannya dengan aksara dari labiumnya, "Hei, Jung. Ada apa denganmu? Mengapa kau berada disini sendiri?" menyuarakan kalimat tanya nya, atensi pemuda itu teralih pada sosok Jungkook yang masih menunduk. Lantas ada rupa keheranan yang berbuah tumpang tindih ketika berhasil menangkap ekspresi yang tak biasanya. Mengambil posisi untuk duduk disebelah pria itu sembari menunggu jawaban. Sejemang ia mulai menghirup aroma sejuk buliran angin-angin yang melintas ketika menyapa permukaan wajahnya hingga seutas surai ikut berterbangan.

Taktala suara itu mengundara, pada akhirnya kesadaran Jungkook ditarik kembali dengan sedikit tersentak manakala seseorang yang menyuarakan lisannya sudah mengambil posisi untuk duduk disebelahnya. Jemarinya mulai menelusup diatas permukaan wajah yang sudah dibanjiri tetesan bulir air matanya, hingga terpatri sudut sembab diarea bawah mata bulatnya. Yang tak lama dari itu, ia mulai menjawab, "Tidak ada. Aku hanya menenangkan diri saja," menjeda sejenak. Ketika aksaranya masih rampung, pandangannya teralih dan terjatuh pada entitas pria disebelahnya yang mulai menyambung kalimatnya, "Seperti biasa Jim. Kau pasti tahu aku penyebabku menyukai tempat ini." diakhir frasa, ada tawa kecil sebentuk pencair suasana dengan senyum kecut yang masih terpatri diarea labiumnya.

Memberi anggukan berkali-kali. Tak ayal pemuda itu mencuri pandang pada sebuah objek yang sejak tadi terus-terusan digenggam erat oleh Jungkook. Hingga memutuskan untuk kembali bersuara dengan pandangan yang tak luput kepada sebuah sketsa buku gambar, "Kau melukis foto ibumu lagi? Sudah beberapa kali kau melukisnya. Kau pasti merindukan ibumu...," terdiam untuk meraup nafas dalam, Jimin bisa merasakan adanya perubahan rupawan Jungkook ketika ia menyuarakan kalimatnya.

Yang maka dari itu lekas menyambung kembali kalimat yang sekiranya ia beri spasi, "Kau memang berbakat, Jung. Tak ayal jika dulu kau menang pada lomba melukis. Bahkan kau sudah memiliki banyak piala dirumahmu karena kepiawanmu itu!" adanya perubahan raut dari pemuda Jeon itu dapat memicu Jimin untuk segera bertindak dengan melisankan sebuah kalimat yang sekiranya untuk memuji. Guna-guna pemuda Jeon itu agar tak begitu larut kedalam kesedihannya. Utas senyum pada birainya seketika diterbitkan sebagai bentuk pemanis hingga tirai matanya hampir tertutup; menyipit, akibat jejak senyum yang kelewat lebar.

𝐌𝐎𝐍 𝐀𝐌𝐎𝐔𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang