24

56 6 4
                                    

"Gama ke mana, sih?" Alfian melirik jam tangannya cemas. Sudah pukul delapan lebih dua puluh menit, tetapi Gama belum juga menampakkan batang hidungnya. Padahal mereka semua memutuskan untuk berkumpul di rumahnya Adara pukul delapan pas.

"Di angkat nggak, Dar?" tanya Evania pada Adara yang dari tadi sedang menelphon Gama.

Adara menggeleng lesu. "Belum, nggak aktif."

Evania berdecak. "Awas aja kalau datang!"

Tiiinn ...

Tiiinn ...

Suara klakson menggema berbarengan dengan tiba nya seorang Gama.

"Hai," sapa Gama, dia lalu turun dari motornya dengan santai. Seperti tidak ada dosa sama sekali karena telah membuat teman-temannya menunggu lama.

Adara bernafas lega. Dia pikir, Gama kenapa-kenapa. "Lo dari mana aja?"

Gama hanya cengengesan. "Maaf, gue nunggu Mama siap-siap dulu."

"Lho. Nunggu Mama, emang buat apa?"  tanya Alfian.

"Jadi, Mama sama Papa gue mau ikut. Boleh kan?" jelas Gama.

"Ya ...."  Adara milirik Evania, meminta pendapatnya.

Evania hanya mengangguk dengan santai.

"Boleh kok, Gam," lanjut Adara.

"Btw, di mana orang tua lo sekarang?" tanya Alfian.

"Bentar lagi juga dateng," jawab Gama.

Benar! Dua menit setelah itu, orang tua Gama akhirnya datang juga.

"Hallo guys?" sapa Dirga sok akrab. Dia memberhentikan motornya tepat dihadapan mereka berempat.

Erisca menepuk bahu suaminya. "Jangan bikin malu, Pah!" Erisca mengingatkan. Lalu dia tersenyum ramah pada teman-temannya Gama.

"Hallo, Tante dan juga Om." Adara menyalami tangan kedua orang tua Gama dengan sopan.

"Hai juga, cantik," balas Ersica dengan senyum yang manis.

Adara tersenyum, dia sedikit malu karena jadi tersipu.

Alfian dan Evania kini melakukan hal yanga sama, menyalami tangan kedua orang tua Gama.

"Ya sudah, ayo!" kata Dirga yang sudah tidak sabar. Maklum lah, dia sudah kangen berat jalan-jalan menggunakan motor.

Alfian, Adara, Gama dan Evania mengangguk. Mereka berempat mulai menaiki motor. Adara dengan Gama dan Evania dengan Alfian.

"Sudah?" tanya Dirga.

Semuanya mengangguk. Ekspresi bahagia nampak jelas di wajah semuanya.

Dirga, Gama dan Alfian mulai melajukan motornya pergi dari halaman rumah Adara.

Mereka berbaris sejajar dengan Dirga yang motornya paling depan, setelah itu motor Gama dan Alfian paling belakang.

Adara merasa senang. Dia memeluk Gama dengan erat. "Hati-hati ya, Gam."

Gama terkekeh. "Tenang. Selama ada gue, lo aman. Gue jaga lo sampai pelaminan."

"Apa sih, kok jadi ngawur gini?" Adara terkekeh, tangannya memukul bahu Gama pelan. Pipinya sudah memerah seperti tomat saat ini.

Gama hanya tertawa. "Biar jadi do'a, kalau kata Mama."

"Emang lo mau nikah sama gue?"

"Ya mau lah. Tapi, bolehkan?"

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang