45

38 6 0
                                    

Pagi ini Adara berangkat sekolah bersama Om Agis.

Dari parkiran sampai Adara masuk ke kelas, banyak sekali yang membicarakan Adara karena diantarkan oleh Om-Om tampan yang kelihatannya sangat mapan.

Sebenarnya Adara merasa sedikit sakit hati karena orang-orang malah berpikir yang aneh-aneh.

"Lho Adara kenapa kamu nggak bareng sama Gama?" tanya Haura.

"Nggak papa, Gama lagi pengen bareng sama temennya aja. Oh iya Gama udah datang?"

"Iya, tadi Gama bareng Amara."

"Amara?"

Haura mengangguk.

Entah kenapa Adara merasa sakit hati seperti diselingkuhi saat ini. Dia pikir Gama akan berangkat bersama temanya yang laki-laki. Oh Adara lupa satu hal, teman Gama kan hanya anak kembar itu.

***

Gama mengepalkan tanganya kuat-kuat melihat orang yang baru saja turun dari mobil berwarna hitam kemudian disusul oleh lelaki yang kemarin Gama lihat fotonya di ponsel Adara.

"Siapa itu, Gam?" tanya Amara yang juga sedang memperhatikan laki-laki yang bersama Adara tadi.

Gama mengedikkan bahu.

"Lo kan pacarnya, kok bisa nggak tahu?"

Gama menggeleng.

Amara tersenyum licik. "Kok mesra gitu sih, Gam? Masa cium kening segala."

Gama juga melihat yang Amara barusan bilang. Berani sekali laki-laki itu! Sebenarnya dia siapa? Jika saja itu adalah keluarga, kenapa Gama tidak pernah melihat dia di waktu ibunya Adara meninggal?

Jika keluarga, tentu harus datang bukan?

"Gam, bukan maksud suudzon ya. Tapi, emang ini tuh mencurigakan. Yakin deh gue, kalau misalnya lo marah sama Adara, ntar Adara bakal bikin alasannya 'ya ini terjadi kan karena lo nggak jemput gue, Gam.' ujung-ujungnya lo yang disalahin, tapi si Adara hebat juga ya. Adara kesempatan langsung berulah," ujar Amara semakin memanas-manasi Gama.

Evania tersenyum dibelakang mereka. Ternyata Amara berniat menjatuhkan Adara juga. Entah karena terbawa perasaan dengan hal kemarin atau masih terbesit dendam dihatinya, Evania malah ikut-ikutan dengan Amara.

"Jujur, Gam. Gue sebagai sahabatnya yang udah kenal lama, gue bener-bener nggak tahu laki-laki itu siapa," ujar Evania.

Gama dan Amara menoleh menghadap Evania.

"Tuh kan, Gam!" Amara menggeleng-geleng tak percaya.

"Yakin, Va?"

"Gue sih nggak kenal, Adara sama sekali nggak pernah cerita," jawab Evania. "Kalo lo penasaran, ya tanyain aja," lanjut Evania memberi saran.

"Nggak, gue bisa cari tahu sendiri." Setelah mengatakan itu, Gama langsung pergi dari sana.

Evania tersenyum miring menatap Amara. "Lo pengen jauhin Adara dari Gama?"

"Oh ayolah, kita punya tujuan yang sama. Kita bisa berteman buat ngehancurin dia."

"Gimana ? Gue pengen banget Adara menderita."

"Gue tahu kok, sebenarnya lo suka sama Gama, gue bisa bantu, asal lo bantu gue juga."

Amara yang dari tadi hanya diam kini mulai tertarik pada tawaran Evania. "Oke."

Hanya itu yang Amara ucap, kemudian gadis itu melenggang pergi.

***

"Gam ayo ke kantin," ajak Adara.

Gama menggeleng. "Lo duluan aja, gue mau ke perpustakaan. Disana Amara nungguin gue."

Lagi, kenapa Gama lebih mementingkan Amara?

Adara meraih tangan Gama. "Lo marah sama gue? Kenapa?  Apa karena batagor kemarin ya?"

Gama menghempas pelang tangan Adara. "Nggak, Dar. Eh udah ya, kasihan Amara."

"Eh, Gam!"

Telat. Gama sudah berlalu pergi sambil berlari.

Adara hanya menghembuskan nafas kasar.

Evania yang menyaksikan itu dibangkunya hanya tertawa jahat didalam hati. Gama benar-benar marah sepertinya.

"Eva, kantin yuk?" ajak Adara memelas.

Evania tak menjawab. Dia langsung pergi begitu saja keluar kelas.

Adara makin kesal sekarang. Kenapa semua orang menjauhinya sekarang?!

Adara memutuskan ke kantin sendirian, semoga saja diperjalanan dia bertemu dengan Alfian. Meskipun akan menjadi nyamuk, tapi ya dari pada sendirian kan?

***

Adara, Alfian juga Amira sedang makan bersama dikantin. Ya! Beruntung sekali Adara bertemu mereka. Dan untungnya lagi, mereka tidak menjauhi Adara.

"Dar, Gama mana?" tanya Amira sambil melahap cilok acinya bulat-bulat.

"Di perpus, bereng Kakak lo."

Amira sedikit terkejut. "Amara?"

Adara mengangguk sambil meminum es nya.

"Kenapa lo biarin?"

Adara mengernyit. "Emang kenapa?"

"Asal lo tahu, Dar. Kakak gue suka sama Gama, lo nggak takut gitu, Dar? Gue disini bukan mau fitnah Kakak gue sendiri ya, tapi gue kalau lihat pacar gue sama cewek lain ya pasti nggak ngizinin sih. Apalagi biarin lo sendirian kayak gini."

Adara mengangguk paham. Dia jadi sedikit khawatir. Apa Gama menjauhinya karena Amara ya?

Adara beralih menatap Alfian. Hanya satu bukti yang bisa meyakinkan hatinya. "Gama ikutan basket, apa bener, Al?"

Alfian yang memang sudah lama bergabung di tim basket kebingungan. "Gama ikut basket?" Alfian menggelengkan kepalanya sambil mengingat-ingat. "Kayaknya nggak deh, Dar."

"Serius?"

"Iya."

"Tapi Gama bilang dia mau ikut."

"Nggak tahu sih, pokoknya kalau Gama latihan pas pulang sekolah, berarti dia ikutan. Nanti gue kasih tahu lo."

"Oke. Makasih, Al. Sebelumnya. Semoga aja dia ikutan beneran, gue nggak habis pikir sih kalau misal dia bohong."

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang