27

51 6 8
                                    

"Ada yang baru jadian, nih!" teriak Aldo menyambut Adara dan Gama saat mereka berdua baru saja tiba di Kelasnya.

"Pajaknya jangan lupa ya!" sahut Kahfi.

"Bakso aja nggak apa-apa, Gam. Yang penting di traktir, deh !" timpal  Anjar.

"Kalian nih, ya! Orang baru pacaran udah di peras aja pada minta pajakan!" Gama mendelik.

Adara tertawa kecil. "Mungkin ini juga alasan kenapa banyak orang yang pacaran malah tekor banyak duit."

"Ya bukan gitu, Dar. Kalian kan lagi bahagia? Nah! Sebagai bentuk kebahagiaan itu, kalian bisa rayain dengan makan-makan." ujar Aldo.

"Terserah lo aja, Do. Emang paling bisa kalau urusan ngeles mah!" Adara terkekeh.

Aldo tertawa begitupun yang lainnya.

"Ini kok pada belum datang, ya?" Adara merasa heran. Tidak hujan tidak apa, mengapa hanya lima orang saja yang baru datang? Padahalkan sebentar lagi bel masuk akan segera dibunyikan.

"Nggak tahu, Dar. Udah gue chat di Group class juga tapi belum ada yang jawab. Nggak ada yang kasih keterang atau alasan kalau seenggaknya mereka nggak mau sekolah, ke gue, " jawab Aldo. Jujur saja, dia sedikit cemas. Apalagi dia ini KM di kelas ini, dia juga harus bertanggung jawab atas murid-murid disini.

"Bentar lagi juga pada dateng kok, santai aja." Gama berujar dengan tenang. Lagian menurut dia,  tidak penting jika yang lain sekolah atau nggak. Tetapi asal jangan Adara saja yang tidak sekolah. Bisa repot urusannya! Adara kan penyemangatnya untuk ke sekolah. Hehe ...

Adara mengangguk. Dia lalu berjalan menuju ke bangkunya dan duduk disana.

Gama pun sama, dia berjalan ke bangkunya yang sudah ada Lutfhi disana yang sedang tertidur dengan nyenyaknya.

"Gue heran sama dia," Gama menatap Lufthi sambil menggeleng heran. "Ngapain coba berangkat pagi-pagi kalau abis itu tidur lagi disini."

Aldo yang mendengarnya terkekeh. "Namanya juga Lutfhi, Gam. Pasti aneh! Sebelas dua belas lah sama si Adinda."

Gama tertawa. "Jodoh itu cerminan diri ya kan, Do?"

Aldo mengangguk kuat lantas tertawa. "Gue doain semoga kalian bisa segera nyusul Adara dan Gama."

"Aamiin ..." ucap semuanya yang ada di kelas, kompak. 

Aldo menatap Anjar. "Gimana sama lo?"

Anjar yang tidak mengerti hanya mengerutkan dahi.

"Sama si Love!" lanjut Aldo lagi.

Anjar hanya mengedikkan bahu. Entahlah, sampai sekarang perasaannya sama Cinta tak pernah berubah. Meskipun telah banyak yang Cinta lakukan, tetap saja hatinya tidak bisa terbuka untuk gadis itu. Ingin menolak, sedikit kasihan juga saat melihat perjuangannya.

"Kasih kepastian dong, Jar. Kasihan gue lihatnya," sahut Kahfi.

"Tapi, sebenarnya Anjar juga nggak salah sih, Fi. Perasaankan nggak bisa dipaksakan?" timpal Adara yang merasa kasihan pada Anjar, karena lelaki itu seperti disudutkan.

"Gue udah berusaha buat terima Cinta, buktinya gue nggak pernah ngelarang atau marah kan waktu cinta deketin gue? Tapi, ya itu! Hati gue bener-bener nggak bisa terima dia kayaknya," Anjar mengela nafas panjang. Dia juga sedikit kasihan pada Cinta, gadis itu sama sekali tidak berhak patah hati seperti ini. Tetapi dia juga tidak ingin menyakiti gadis itu dengan pura-pura mencintainya.

"Berusaha lagi, Jar! Gue yakin lo bisa buka hati lo buat Cinta. Ya ... " Gama melirik Adara sekilas. "Ibaratnya lo itu seperti gue yang lagi berusaha dapetin hatinya Adara, dia dulu nolak gue terus kan? Tapi, karena gue nggak pernah nyerah, akhirnya Adara jadi milik gue juga."

Adara mengangguk. "Gue juga pernah di posisi lo, Jar. Gue dulu susah banget buka hati buat Gama, tetapi melihat ketulusan cintanya, akhirnya gue bisa terima dia."

Anjar tersenyum mendengar nasihat teman-temannya. "Makasih, gue usahain lagi buat bisa nerima Cinta dihati gue."

Adara balas tersenyum. "Gue doain yang terbaik buat kalian berdua."

Begitulah, obrolan mereka terus berlanjut dengan saling curhat satu sama lain. Dari mulai Adara dan Gama, lalu Anjar dan terakhir Aldo yang curhat tentang gebetan barunya.

Tak terasa, mereka semua asik mengobrol sampai tidak sadar teman-teman yang lainnya sudah pada tiba.

"Udah rame aja, nih?" ujar Aldo yang sudah menyadari jika teman-teman yang lainnya sudah datang.

Adara bernafas lega setelah melihat ke arah teman-temannya. "Kok bisa pada telat gini, sih? Untung belum bel."

"Tahu! Lo semua ikut-ikut gue ya, makanya kesiangan juga!" tuduh Evania pada teman-teman yang juga datang siang seperti dirinya.

"Enak aja," kata Almetta tak terima. "Lo kali yang ikut-ikut gue!"

Evania tersenyum remeh. "Demi apa? Gue bukan tipe yang kayak gitu, ya."

"Habisnya lo nuduh segala!" balas Almetta.

Adara memutar bola mata malas. "Kok jadi ribut, gue cuma nanya aja kenapa kalian bisa kompak pada telat semua? nggak ngajak gue lagi!"

"Lo mah, Dar. Telat aja pengen ikut segala," Kahfi menggeleng heran.

"Nah, kan. Udah jelas!" seru Evania.

"Apanya yang udah jelas?" tanya Almetta bingung.

"Yang suka ikut-ikut orang itu si Adara! Buktinya dia marah karena nggak telat barengan kayak kita," jelas Evania.

Adara melotot. "Apasih, bukan gitu maksud gue. Gue pengen aja di hukum karena terlambat sekelas, pasti seru banget sih."

Gama terkekeh. "Di hukum udah kek lagi pelajaran olahraga aja."

Yang lainnya tertawa.

"Kita coba aja besok, yuk?" ajak Kahfi ngaco.

"Waaah. Gila sih idenya, tapi boleh juga. "Aldo tertawa.

"Setuju!" seru Adara dan Evania.

"Emang nggak ada yang bener sih otaknya," decak Gama. Dia menghela nafas. Di pikir-pikir, ide Kahfi itu bagus juga. Dia kan bisa modus pada Adara nanti? Misalnya saat Adara kepanasan, terus pingsan karena kecapean, itukan menguntungkan bagi dirinya. Dia bisa berlagak seperti superhiro yang menolong sang pujaan hatinya. Eh? Nggak deh, kasihan Adara kan jika harus dia doakan untuk pingsan. Maaf ya, Dar. Gama nggak bermaksud apa-apa kok.

LonelyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang