"Gam. Kok gue malu, ya?" Adara menundukkan kepalanya sepanjang koridor menunju ke kantin. Dia sedikit malu karena para siswa dan siswi SMA Cendrawasih yang tidak sengaja di lewatinya menatapnya terus-terusan. Mungkin sedikit aneh karena dia dan Gama jalan bergandengan tangan kali ini.
"Cuek aja, Dar. Iri kali mereka!"
Adara hanya mengangguk saja. Dia mengangkat kembali wajahnya tanpa perduli lagi tatapan-tatapan heran di sekitarnya.
Sekarang mereka berdua sudah berada di dalam kantin. Di jam yang masih terbilang awal-awal istirahat ini, kantin masih terbilang sepi. Hanya beberapa meja saja yang sudah terisi.
Gama dan Adara berjalan ke salah satu meja yang masih kosong dan duduk disana.
"Mau pesen apa?" tanya Gama pada Adara.
Adara terdiam, memikirkan apa yang akan di pesennya untuk makan kali ini. "Enak nya apa ya, Gam?
"Semua juga enak, Dar."
"Ya pilihin dong menunya, gue bingung."
"Bingung antara yang ini mau dan yang itu mau, ya?"
Adara tertawa kecil. "Iya. Tapi kalau seandainya perut gue bisa nampung semua sih gue pasti pesen semuanya, Gam."
"Gaya lo, Dar. Punya duit seberapa emang sampai soksoan kayak gitu?"
"Ya nggak ada sih, tapi pacar gue kan banyak duitnya."
Gama terkekeh. "Yakin? gue bayarin, nih. Tapi harus habis, ya?"
"Nggak, nggak! Gue yakin, pasti gue nggak bisa." Adara menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Terus sekarang jadinya mau makan apa?"
"Batagor Teh Mawar aja, deh."
"Yaudah gue pesen dulu, ya." Gama bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah gerobaknya Teh Mawar untuk memesan.
Sambil menunggu Gama, Adara mengecek sebentar ponselnya. Sama sekali tidak ada pesan, aneh sekali. Tapi ya sudahlah, tidak penting juga chat dari orang. Lagian jika ada juga, mana mau dia membalasnya.
***
Evania berdecak kesal. Dari tadi Alfian terus saja menganggu dirinya. Mau apa sih dia, tidak ada kerjaan apa?
"Eva? lo kenapa sih?" tanya Alfian bingung.
"Lo yang kenapa, Al! Ngapain sih lo ganggu gue?"
"Gue nggak ganggu, gue cuma mau ajak ke kantin bareng aja."
"Gue nggak mau, gue lagi puasa."
Alfian terkejut bukan main. "Serius? Kok gue nggak percaya, ya?"
Evania mengehembuskan nafas kasar lalu menatap tajam pada Alfian. "Maksud lo apa, Al?"
Alfian kikuk. "Ya aneh aja lo puasa, lagian ini juga bukan bulan Ramadhan, kan?"
"Menurut lo, puasa cuma bulan Ramadhan aja, hah?"
"Ya nggak. Tapi masa sih lo puasa senin kamis, gitu?"
Evania mengalihkan pandangannya ke samping. Sepertinya alasan berpuasa tidak membuat Alfian percaya. Ya lagian, salah dia sendiri. Mana mungkin juga orang lain percaya kalau dia ini suka berpusa? Waktu bulan Ramadhan saja dia berpuasa hanya karena terpaksa.
"Ayo dong, Va. Kita susul Adara dan Gama, ya?" bujuk Alfian lagi.
"Nggak. Mereka lagi pengen ngabisin waktu berdua aja, nggak usah di ganggu."
"Yaudah kalau gitu, kita juga ngabisin waktu kita berdua juga, gimana?"
"Nggak."
Alfian berdecak. "Lo jangan bikin gue susah move on dong, Va."
"Apaansih? kok lo jadi nyalahin gue. Move on ya move on aja, nggak usah bawa-bawa gue!"
"Justru karena itu. Kalau lo terus cuek kayak gini ke gue, perasaan gue pasti tetep buat Adara sampai kapanpun."
"Ya seharusnya kalau lo masih cinta sama Adara jangan berani deketin gue, Al. Jangan jadikan seseorang untuk melupakan seseorang, inget itu baik-baik!" Evania bangkit dari duduknya dan pergi dari sana dengan perasaan kesal.
Alfian itu egois, dia terlalu memikirkan dirinya sendiri. Dia tidak pernah berfikir bagaimana perasaanya yang hanya dijadikan pelarian saja. Pikir Evania.
***
"Dar, pulang sekolah ada waktu nggak?" tanya Gama setelah mereka berdua baru saja selesai memakan batagornya.
Adara mengangguk. "Mau ajak jalan gue, ya?"
Gama terkekeh. Mengusap-usap rambut Adara beberapa kali dengan lembut. "Tahu aja pacarnya Gama."
Adara tersenyum. Senang mendapatkan usapan lembut dari Gama. "Kita mau jalan ke mana?"
"Lo mau nya ke mana?"
"Gue nggak tahu, lo aja yang nentuin. Gue pasti mau kok, Gam."
Gama mengangguk. "Lo pasti bakal seneng banget, Dar."
"Kenapa?"
"Gue bakal ajak lo ke tempat yang bener-bener nggak pernah lo kunjungi."
"Apasih, Gam. Jangan bikin penasaran deh!"
"Ya justru itu serunya. Biar lo penasaran dan pengen cepet-cepet pulang."
"Gue bener-bener penasaran, Gam. Kita bolos aja, yuk?"
Gama terkekeh. "Jangan lah, entar orang mikirnya ... Eh? Si Adara semenjak jadian sama si Gama jadi nakal, ya. Lihat deh sekarang, dia jadi berani bolos-bolos segala." Gama berbicara dengan menirukan nada suara orang-orang yang suka nyinyir.
Adara tertawa melihatnya. "Nggak apa-apa kali, Gam. Kita nggak harus selalu melakukan apa yang orang lain inginkan, kan? Selagi kita seneng, ya kenapa nggak?"
"Masalahnya, yang bikin kita seneng itu bisa merusak masa depan. Nggak baik bolos-bolos sekolah kalau emang nggak diperlukan."
"Maksudnya?" Adara menatap Gama serius. Mencerna yang Gama bilang barusan dengan baik-baik. "Sejak kapan bolos diperlukan, Gam?"
Gama terkekeh. "Ya kita nggak pernah tahu kedepannya, Dar. Bisa aja karena paksaan atau misalnya ada keperluan mendadak yang kebetulan dari pihak sekolah nggak mengizinkan kita untuk pulang. Seringkan yang kayak gitu?"
Adara mengangguk paham. Lantas tersenyum sambil menatap Gama dalam. Gama ini bijak ya kalau lagi ngomong serius gini? Ah! Makin suka deh Adara pada pacarnya ini.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lonely
Teen Fiction[TAMAT] Sahabat, teman, kasih sayang, kekayaan, dan kebahagiaan. Semuanya didapatkan oleh seorang Adara Adsilla. Hingga perlahan-lahan semuanya telah berubah, berbanding balik dari sebelumnya. Adara merasa sendiri didunia ini. Dia benar-benar kesep...